Share

Menjadi Pusat Perhatian

Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. 

Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. 

Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. 

"Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. 

Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. 

"Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."

Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, karena dia sendiri juga belum yakin apakah hidupnya sebahagia itu. 

"Kapan-kapan Paman sama Bibi boleh dong mampir ke apartemen?" Sambung Paman Andi. 

Yuda setengah terkejut, "Oh, i-iya. Tentu saja boleh. Pintu apartemen kami akan selalu terbuka lebar untuk kalian semua." Sahutnya sedikit gelagapan. "Bukan begitu, Sayang?"

Hampir saja Putri melompat saat tiba-tiba Yuda merangkul dirinya. "Hah? I-iya, Mas." Sahutnya ikut tergagap sambil memegang tangan Yuda. 

Para keluarga Putri tersenyum bahagia melihat keintiman pengantin baru itu. "Duh, kalian romantis banget sih. Jadi inget jaman muda." Celetuk Paman Andi. 

"Heleh, waktu muda kaya romantis aja." Sambar Bibi Nana sang istri. 

Seketika orang-orang tergelak mendengar sepasang suami istri itu yang tidak kompak. 

Tak ingin berlama-lama larut dalam canda tawa keluarga sang istri, Yuda segera berpamitan dan bersalaman kepada semua yang ada. 

Pak Broto dan Bu Puspa mengantarkan mereka sampai depan rumah, bahkan sampai Putri dan Yuda masuk mobil. 

"Hati-hati ya, kalian ini pengantin baru, jangan ngebut-ngebut." Nasehat Pak Broto sambil menyembulkan kepala lewat kaca pintu mobil. 

"Iya, Pak. Kalian juga hati-hati di rumah." Sahut Putri yang sebenarnya masih tidak ingin berpisah dengan kedua orang tuanya. 

Ekhem! 

Mendengar Yuda berdeham, Pak Broto langsung mundur dan menjauh dari mobil, beliau tahu maksud deheman itu, yaitu karena Yuda sudah akan melakukan mobilnya. 

Tin! 

Yuda membunyikan klakson dan mulai melajukan mobil, Putri langsung melambaikan tangan kepada orang tuanya yang juga sedang melambai. 

"Huh, nggak nyangka ya, Pak? Putri akan secepat ini pergi dari rumah."

Sebagai seorang ibu, Bu Puspa tentu sangat merasa sedih ditinggal oleh anaknya. Apalagi Putri setiap hari membantu beliau ketika masak dan melakukan pekerjaan rumah yang lainnya. Tentu akan merasa sangat kehilangan dan ada yang berbeda. 

"Ya mau bagaimana lagi, Bu? Putri sudah menjadi tanggungjawab Yuda sekarang, kita percayakan saja pada suaminya itu."

Pak Broto kemudian merangkul sang istri dan mengajaknya masuk, untuk kembali bergabung bersama saudara yang masih tinggal. 

Sementara suasana di dalam mobil begitu hening, hanya terdengar deru mobil dan kendaraan lain, yang sesekali membunyikan klakson karena ingin mendahului. 

Putri melirik Yuda, suaminya yang sedang menyetir dengan begitu fokus. Ini bukan kali pertama mereka berada dalam satu mobil, tapi kenapa setelah sah menjadi suami istri, jadi canggung begitu ya? 

Yuda menepikan mobilnya di parkiran pasar tradisional. Putri pun mengernyit heran, "Mas, kita mau ngapain kesini?"

Mendengar pertanyaan yang konyol, sontak membuat raut wajah Yuda tak bersahabat. "Kamu pikir, pasar itu tempat orang piknik? Ya, jelas belanja lah!"

Bukan Putri tidak tahu jika ke pasar itu sudah pasti mau belanja, tapi dia tidak mengerti kenapa harus mampir pasar terlebih dahulu, sementara mereka masih mengenakan pakaian akad. 

Yuda turun terlebih dahulu, kemudian dia berlari ke sisi yang lain dan membukakan pintu untuk Putri. "Turun! Bahan makanan di rumah sudah habis, beli sabun cuci dan perlengkapan mandi lainnya juga!"

Putri masih bergeming mendengar perintah sang suami. Sebenarnya dia kagum karena Yuda sangat mengerti segala kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan dan perlengkapan cuci mencuci tadi. 

Tapi dia tidak habis pikir saja, Yuda menyuruhnya belanja, tepat setelah ijab qobul. Masih mengenakan pakaian pengantin juga. 

"Kamu nggak dengar perintah ku?"

Putri terkesiap, "De-dengar, Mas." Sahutnya gelagapan. "Uangnya mana?"

Yuda kemudian mengambil uang selembar seratus ribuan. "Beli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, untuk sabunnya kalau bisa stok untuk satu bulan sekalian."

Apa? Uang seratus ribu disuruh belanja bahan makanan untuk satu minggu, dan beli sabun juga? 

"Maaf, Mas, kalau untuk bahan satu minggu uangnya pasti kurang. Apalagi harus beli sabun juga."

Yuda mendengus kesal, dia kemudian mengambil dia lembar lagi uang yang sama. "Nih, beruntung kamu punya suami yang kaya dan loyal kaya aku. Untuk makan saja boros!"

Ya Alloh, kenapa Yuda seperti tidak ikhlas memberikan uang belanja kepada istrinya? Bukankah itu sudah menjadi kewajibannya. 

Tak ingin memperpanjang masalah, Putri hanya mengangguk patuh dan berterimakasih. "Mas Yuda ikut ke dalam?"

"Aku? Ikut belanja di pasar? Ogah, aku belanjanya di supermarket. Tapi karena sekarang hidup sama kamu, terpaksa aku harus membiasakan diri pergi ke pasar."

"Loh, emangnya kenapa, Mas? Kalau mau belanja di supermarket, ya ayo."

"Nggak, nggak. Kamu lebih cocok belanja di pasar tradisional begini, daripada di supermarket. Lagi pula keuanganku jadi lebih irit juga. Sudah sanah buruan belanja!"

Yuda mendorong tubuh Putri agar segera menjauh dari mobil dan masuk ke pasar. 

Putri hanya bisa mengelus dada mendapatkan perlakuan Yuda, sungguh ini adalah sisi lain yang baru Putri lihat pada diri Yuda. 

Sepertinya sikap yang Yuda tunjukkan selama ini hanyalah topeng, dan sikap aslinya baru ditunjukkan setelah hubungan mereka sah. 

Putri berjalan sambil menunduk malu, karena dirinya menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak? Dia masih menggunakan kebaya dan sanggul, bahkan make up di wajahnya juga masih tebal. Sementara Putri tidak suka bersolek dalam sehari-harinya. 

"Duh, Mba. Mau nikah kok ke pasar, harusnya ke KUA."

"Dia salah alamat kali."

"Apa dia kabur dari pernikahan?"

Hahahaha! 

Berbagai macam pendapat dan ejekan ditujukan pada Putri, tapi Putri berusaha tenang dan tidak menghiraukan mereka semua. 

Saat ini dia harus belanja dengan cepat, agar tidak menjadi pusat perhatian lagi. Putri langsung menuju penjual sayur yang tidak banyak pembelinya. 

"Neng, pengantin baru?" Tanya sang penjual. 

Putri yang sedang memilih berbagai jenis sayuran menoleh, dia kemudian menganggukan kepala dan tersipu. "Iya, Bu. Belum sempat ganti karena sudah langsung pindah ke rumah suami. Semenjak bahan makanan sudah habis."

"Ck, ck, ck. Baru pengantin baru saja sudah begitu kelakuannya, bagaimana nanti?"

Ya Salam, kenapa si penjual sayur malah menakut-nakuti Putri?

**** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status