Share

Part 2

"Kali ini, apalagi yang lo janjiin?" tanya Sasa pada Erna saat kedua siswa yang membawakan makanan mereka telah pergi.

Erna hanya tersenyum miring menanggapi pertanyaan Sasa. Sudah tak jadi rahasia lagi diantara keempatnya bahwa dia sering kali menggunakan parasnya untuk meminta bantuan para siswa yang ada disekitarnya. Apalagi jika dia mengetahui bahwa orang itu tertarik padanya. Emang predikat playgirl sangat cocok sekali dengannya.

"Malam mingguan, kalo yang satunya nomor Eriska," jawab Erna santai.

"Gila! Lo, emang ...." takjub Sasa.

Eriska sendiri hanya berdecak malas dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulut Erna, sedang Nanda, dia menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan jalan pikiran Erna yang selalu saja memanfaatkan orang lain untuk kesenangannya. Namun, bukan untuk hal yang merujuk pada kejahatan.

***

Bel masuk setelah istirahat sudah berbunyi dua puluh menit yang lalu. Namun, belum juga ada tanda-tanda kedatangan guru yang akan mengajar. Tentu saja hal itu digunakan oleh sebagian besar murid kelas X IPS 2 dengan berbagai hal, seperti, mengerjakan tugas yang belum sempat mereka kerjakan sebelumnya.

"Selamat siang anak-anak,"  sapa seorang guru yang tiba-tiba sudah ada di depan.

Sontak semua murid bergegas kembali ke bangku mereka masing-masing.

"Siang, Bu," jawab murid-murid serentak.

Kebetulan saat ini adalah giliran mata pelajaran Sosiologi, dan setelah mengucapkan salam, guru tersebut langsung menanyakan tugas yang minggu kemarin diberikan kepada murid-muridnya, anak-anak yang belum mengerjakan diminta untuk angkat tangan, dan dapat ditebak apa hasilnya. Sebagian besar muridnya belum mengerjakan tugas tersebut. Entah apa saja yang mereka lakukan selama seminggu ini di rumah.

Guru tersebut hanya bisa menghela napas lelah melihat kelakuan anak muridnya. Guru setengah baya yang terkenal ramah dan penyabar, tetapi anehnya, dia akan berubah seratus delapan puluh derajat saat berhadapan dengan anak-anak kelas X IPS 2. Apa sebegitu bobroknya anak X IPS 2? Entahlah.

"Kemarin kita sampai mana?" tanya Bu Ifa, yang tak lain adalah guru mata pelajaran Sosiologi khusus kelas X yang juga menjabat sebagai wali kelas X IPS 2.

"Bentuk-bentuk integrasi sosial, Bu." Rania sang sekretaris kelas menjawab.

"Sekarang kita akan bahas tentang reintegrasi sosial."

Bu Ifa mulai menerangkan materi dan sesekali menuliskannya di papan tulis jika ada materi yang belum ada di buku murid-muridnya, dan saat dia merasa bahwa murid-muridnya sudah tidak mendengarkannya lagi, dia segera membalikkan badan dan di sana, tepatnya di pojok belakang sebelah kiri tempat anak murid laki-laki duduk, dia mendapati sang  ketua kelas X IPS 2 sibuk berbicara dengan teman sebangkunya.

"Azizi," panggil Bu Ifa dengan lembut, sedang sang objek yang dipanggil belum juga menyadari.

Dengan langkah pasti, Bu Ifa berjalan mendekati bangku yang di duduki ketua kelas itu. Begitu sampai, langsung saja guru tersebut menjewer salah satu telinga anak muridnya itu.

"Anj---astaghfirullah, Bu," pekik Azizi yang tak lain adalah ketua kelas X IPS 2.

"Coba terangkan apa saja yang sudah Ibu jelaskan!" tegas Bu Ifa.

"Bu, Ibu, 'kan guru kesayangan ki---"

Belum sempat Azizi menyelesaikan ucapannya, Bu Ifa sudah terlebih dahulu menyelanya.

"Terangkan atau lari keliling lapangan dua puluh kali?!"

"Astaghfirullah, Bu. Ibu tega banget sama murid Ibu yang cute ini?" melas Azizi.

"Oke. Lari tiga puluh kali," ucap Bu Ifa tegas tanpa mau dibantah lagi.

Beliau segera kembali berjalan menuju depan kelas untuk kembali menerangkan materinya yang sempat tertunda tadi. Namun, belum jauh dari bangku murid badungnya itu, dia mendengar gerutuan dari murid tersebut.

"Kayak Ibu tiri," gerutu Azizi tanpa sadar bahwa Bu Ifa bisa mendengarnya.

"Lima puluh putaran sekarang atau Ibu tambah menjadi seratus, Azizi?!"

"Buset, gue kira udah nggak ada," gumam Azizi.

"AZIZI!" tegas Bu Ifa.

"Iya, Bu," jawab Azizi. Setelahnya, dia lari terbirit-birit keluar kelas menuju lapangan yang ada di luar diiringi gelak tawa teman sekelasnya.

"Kita lanjutkan materinya," ucap Bu Ifa tegas.

Seluruh murid langsung terdiam dari tawa mereka setelah mendengar nada tegas dari guru yang merupakan wali kelasnya itu.

Sepertinya ada yang berbeda dengan anak murid kelas X IPS 2 kali ini. Saat kebanyakan muridnya tertawa karena kelakuan Azizi yang tak lain adalah ketua kelas mereka karena hukuman dari guru yang mengajar, sepertinya hal itu justru berbanding terbalik dengan dua murid yang masing-masing duduk di bangku pojok kelas. Tepatnya seorang siswa beriris mata hitam yang saat ini tengah diam-diam memperhatikan seorang siswi berkucir kuda yang juga duduk di bangku pojok belakang sebelah kanan yang sepertinya tengah tertidur.

"Eriska!" panggil Bu Ifa sedikit keras saat mendapati anak muridnya itu tertidur.

Ya, sedari dua puluh menit yang lalu yang dilakukan Eriska adalah tidur di bangkunya.

"Er, bangun, Er," bisik Erna berusaha membangunkan Eriska yang memang duduk sebangku dengannya, sedang Nanda yang duduk di depannya bersama Sasa juga saat ini tengah menoleh kebelakang untuk membangunkan gadis itu.

Selang beberapa detik kemudian, Eriska merasa ada seseorang yang memanggilnya, dan benar saja, saat dia terbangun, dia mendapati Erna yang memang memanggil namanya. Bukan hanya itu saja, dia bahkan mendapati seluruh pasang mata murid di kelasnya kini memperhatikannya.

"Lo, dipanggil Bu Ifa," jelas Erna dengan nada berbisik.

Eriska mendongakkan kepalanya untuk melihat wali kelasnya yang saat ini tengah berdiri di depan dengan wajah menahan amarah. Gadis itu hanya bisa menghela napas lelah mendapati sorot mata tajam dari wali kelasnya itu.

"Jelaskan apa yang baru saja saya terangkan!" perintah Bu Ifa pada Eriska yang hanya diam saja memperhatikan depan.

"Lo, nggak papa, Er?" tanya Nanda yang mendapati wajah Eriska sedikit pucat.

Eriska hanya menggelengkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia tidak apa-apa, sebelum akhirnya menjawab perintah dari guru yang mengajar di depan.

"Reintegrasi sosial merupakan salah satu cara memecahkan konflik pada masyarakat yang mengalami konflik, pada dasarnya tujuan reintegrasi adalah memperbaiki hal-hal yang menjadi pemicu terjadinya konflik ataupun kekerasan dalam masyarakat ... Indonesia juga telah memiliki Undang-Undang No. 7  tentang Penanganan Konflik Sosial." Eriska menjawab dengan lancar dan membuat seisi kelas melongo tidak percaya.

Bukan hal tabu lagi, jika gadis itu bisa menjawab dengan sangat lancarnya mengingat predikat dia sebagai salah satu anak emas dari SMA Nusa Pertiwi karena menyandang posisi juara olimpiade Sosiologi dalam berbagai kompetisi. Apalagi hanya sebatas pelajaran yang baru saja disampaikan yang merupakan pelajaran anak kelas XI. Itu juga hal yang menjadi pertanyaan di benak teman sekelasnya, mengapa guru Sosiologi mereka yang tak lain adalah wali kelas mereka sendiri mengajarkan materi anak kelas XI pada anak muridnya yang notabenenya adalah kelas X.

"Bagus Eriska," puji Bu Ifa, setelahnya beliau kembali melanjutkan menerangkan materi. Suasana hening pun kembali melingkupi kelas X IPS 2 karena sang guru pengajar kembali fokus menjelaskan materinya.

"Oke. Karena sekitar dua setengah bulan lagi kalian akan ulangan kenaikan kelas. Jadi kalian harus rajin belajar, dan untuk itu, saya pengen kalian membuat makalah yang berisi materi penelitian sosial tentang pemecahan konflik dan kekerasan, serta untuk yang belum mengerjakan tugas jangan lupa dikerjakan. Kita kumpulkan di pertemuan berikutnya," ucap Bu Ifa setelah menyelesaikan materinya dan bersiap meninggalkan kelas.

"Dan satu lagi." Bu Ifa kembali melanjutkan ucapannya, "dibuat kelompok saja."

"Makalahnya satu kelompok satu, Bu?" tanya seorang siswa bernama Reza yang merupakan sekretaris dua.

"Iya, sekian dari saya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab murid-murid.

Setelahnya, Bu Ifa melangkahkan kakinya keluar dari kelas diiringi helaan napas lega dari murid-muridnya.

"Lo, beneran nggak papa, Er?" tanya Nanda yang kini sudah seratus delapan puluh derajat menghadap belakang, tepatnya menghadap Eriska.

Eriska hanya menganggukkan kepalanya sebagai respons.

"Ke UKS aja ayok," ajak Erna.

"Nggak," jawab Eriska singkat. Setelahnya dia kembali merebahkan kepalanya diantara lipatan kedua tangannya di atas meja setelah mengetahui dia akan sekelompok dengan siapa, menyisakan helaan napas panjang dari para sahabatnya, dan tanpa ada yang menyadari jika sedari tadi ada sepasang mata elang yang terus saja memperhatikannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status