Adina sangat gugup sampai dia nyaris membuat titik di atas huruf y pada nama Bobby yang menggumpal. Tapi dia menangkap tetesan krim kue itu tepat pada waktunya dan akhirnya memberi garis lurus di bawah nama Bobby dengan titik di ujunya dengan sempurna."Kita bisa merayakannya di rumahku saja." Kata Derek beberapa hari sebelumnya."Tidak. Aku ingin dia berada di rumah di hari ulang tahunnya." Jawab Adina. lalu menyadari kalau rumah Derek lebih terasa rumah bagi Bobby dari pada rumahnya sendiri. "Aku ingin merayakan ulang tahunnya dengan makan malam di sini." Lanjut Adina dengan cepat."Baiklah kalau begitu." Jawab Derek mengiyakan sambil tersenyum. belakangan ini pria itu bersikap dengan baik. "Ada yang bisa aku bantu?" tanya Derek menawarkan diri."Tidak. Terima kasih." Jawab Adina sama baiknya. "Bukan pesta yang besar. Hanya kita bertiga. tapi aku ingin memasak makanan kesukaan Bobby dan menjadikannya acara yang sangat istimewa. Bobby sudah lama menantikannya." lanjut Adina.Lalu Bob
Kekecewaan Adina begitu menusuk di hatinya. Dia bahkan tidak sanggup untuk berkata-kata."Ma? Halo? Mama?" Panggil Bobby dengan tidak sabar karena Adina belum berkata satu kata pun."Aku di sini. Ten-tentu saja, aku hanya sedang...""Sedang sibuk. Aku tahu. Papa bilang mama akan sangat sibuk untuk menyiapkan segala keperluan untuk nanti malam. Jadi kalau papa yang mengantarku untuk tes mengemudi dan mengambil SIM, pasti akan sangat membantu, kan?" Potong Bobby."Iya." Jawab Adina tidak bisa menutupi perasaan sedih dan kecewanya."Makan malamnya tidak usah yang berlebihan. Ini hanya ulang tahunku. bukan hal yang besar." Kata Bobby dengan nada tegas yang sengaja di buat-buat."Aku akan menyiapkan makan malam dengan berbagai hidangan yang banyak kalau aku mau, terima kasih banyak." Kata Adina. Adina tidak bisa mengatakan seberapa kecewanya dia karena tidak mengantar Bobby untuk tes mengemudinya, itu hanya akan merusak hari ulang tahun Bobby. "Hati-hati Bobby. Kau pasti bisa lulus dan me
"Sekarang waktunya untuk hadiah." Seru Adina sambil keluar dari ruangan dan kembali dengan sebuah hadiah yang sudah terbungkus rapi. "Pertama, buka yang ini dulu." Lanjut Adina sambil menyerahkannya pada Bobby."Pertama? Maksud mama hadiahnya lebih dari satu?" Tanya Bobby dengan mata melebar.Adina tersenyum penuh rahasia pada Bobby. "Aku tidak akan mengatakannya. Kau tahu betul bagaimana sikapku tentang kejutan ulang tahun." Jawab Adina dengan setengah bersenandung.Adina berdiri di belakang kursi Bobby sementara anak itu sibuk membuka kotak hadiahnya yang berisi pakaian baru. Adina nyaris tidak dapat menahan kegembiraannya."Keren!" Seru Bobby, Dia memamerkan celana dan kemejanya di tubuhnya. "Setelan ini keren sekali." Sambung Bobby."Kau suka?" tanya Adina."Iya. Keren sekali." Jawab Bobby dengan tersenyum bahagia.Adina dan Bobby begitu tenggelam dalam perbincangan mereka berdua tentang pakaian itu, yang adalah merek terbaru, sehingga mereka tidak melihat kalau Derek sedang berja
keesokan paginya ketika dia masuk ke dapur untuk membuat kopi, Adina terkejut melihat dapurnya sudah rapi dan bersih. Ruang makan juga sudah di bersihkan dari sisa-sisa pesta ulang tahun, walau pun bunganya masih ada di atas meja. Sepertinya Derek dan Bobby sudah membersihkan segalanya sebelum mereka pergi. Adina menyesap kopi yang sudah dia buat lalu berpikir bagaimana dia bisa menjual mobil yang baru saja dia beli itu. Mungkin si penjual mobil mau mengambilnya kembali dan mengembalikan uangnya. Sementara Adina sibuk merenung hal yang sepertinya tidak mungkin itu, teleponnya berdering. "Adina?" Suara seorang wanita yang dia kenal dari balik telepon. "ya?" jawab Adina. "Ini adalah Dokter Wulan." Kata wanita itu. benar saja, Dokter Wulan adalah dokter yang menangani ibunya. "Ibumu terkena serangan jantung yang parah beberapa menit yang lalu dan kami sedang dalam perjalanan dengan ambulans menuju ke rumah sakit yang lebih besar." Kata Dokter Wulan. Setelah menutup telepon dengan
Belum sampai dua puluh menit, Ponsel Adina berdering kembali dari sebuah nomor yang tidak di kenal. Dengan hati yang gelisah Adina menepikan mobilnya dan mengangkat panggilan itu."Halo?" kata Adina."halo, maaf aku perawat dari rumah sakit." Jawab seseorang dari seberang."Apakah terjadi sesuatu pada ibuku?" tanya Adina dengan panik. "Kondisi ibumu tiba-tiba menurun. Sekarang sedang dalam tindakan, Apakah kau bisa kemari?" kata Perawat itu. Adina tertegun bingung, dia mendengar suara bising di lalu lintas dan juga suara bising dari balik telepon itu. Suara keras monitor dan suara kepanikan seorang pria yang di kenalnya sebagai dokter Bili yang menyuruh seseorang untuk menyiapkan sebuah suntikan obat."halo?" Kata perawat itu lagi."Aku... Aku dalam perjalanan." Kata Adina lalu segera mematikan panggilan itu. Dengan tangan gemetar Adina mencoba tenang dan berbalik arah kembali ke rumah sakit. Dia menyetir dengan kcepatan maksimum dan berdoa agar lalu lintas bersahabat dengannya unt
Hari sudah senja ketika Adina berbelok menuju rumah Derek. Adina memarkir mobilnya di depan rumah itu dan untuk sesaat dia hanya duduk di balik kemudinya, dia merasa terlalu letih dan sedih untuk bergerak.Akhirnya dia berhasil mengumpulkan energi untuk membuka pintu mobil dan berjalan menuju pintu depan rumah Derek. Dia mendengar denting bel pintu yang baru saja dia bunyikan dan geraman penuh curiga dari Luna sebelum akhirnya Derek membuka pintu yang ada di hadapannya. Pria itu hanya mengenakan celana renang yang basah. Dan Derek terlihat terkejut melihat apa yang ada di hadapannya saat ini."Hai, Apakah Bobby ada di rumah?" Tanya Adina pelan."Dia tidak ada." Jawab Derek.Adina sedikit terkejut. Satu-satunya yang dia pikirkan tadi hanyalah datang ke rumah ini untuk bertemu dengan Bobby."Ayo masuk." Kata Derek lalu mundur beberapa langkah agar wanita itu bisa masuk ke dalam rumahnya.Hanya ada sedikit energi yang tersisa dalam tubuh Adina. Dia tetap melakukan apa yang di minta pria
Mulut Adina menganga lebar. "Apa?""Mengingat keadaan emosionalmu saat ini, kamu tidak bisa mengendarai mobil, sesuatu yang buruk bisa saja terjadi di jalanan. Lagi pula, aku tidak yakin kalo kamu punya tenaga untuk pulang ke rumah. Sebaiknya kamu tinggal di sini saja, tidak baik kalau kamu sendirian malam ini." Jelas Derek."Tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya sendiri." Jawab Adina."Aku memaksamu. Aku punya banyak kamar tidur yang kosong." Kata Derek."Tapi tempat tidurnya sudah pernah di gunakan." Balas Adina.Derek meringis. "Ternyata kau masih ingat. Tajam sekali ingatanmu. Aku janji, malam ini tidak akan ada pasangan setengah telanjang yang akan mengganggumu. Semua temanku sudah tahu kalau aku sekarang tinggal bersama anak remaja jadi perilaku seperti itu sudah di larang di sini." Jawab Derek."Apa yang kamu katakan pada mereka?" Tanya Adina penasaran."Mereka harus mencari tempat lain jika ingin telanjang." Jawab Derek."Bukan, maksudku tentang Bobby." Kata Adina sambil memuta
"Aku pikir aku tidak perlu mengatakan tentang apa rancanaku padamu, Derek." Kata Adina."Aku tidak membeli mobil itu sebagai sogokan agar bisa lebih dekat dengan Bobby. Aku berani sumpah. AKu ahkan berpikir kalau kamu mungkin akan ikut senang kalau Bobby juga senang." Kata derek sambil tersenyum sinis. "Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang istimewa baginya. Itu saja." Lanjut Derek."Aku juga begitu!" Kata Adina dengan meninggikan suaranya sambil menunjuk dadanya."Aku mengerti dan aku minta maaf karena itu. Memang aku yang salah. Hanya itu yang bisa aku katakan saat ini. Kecuali..." Derek berhenti dan memandang Adina dengan tatapan memohon dan menarik napas panjang. "Kau memiliki Bobby selama ini. Kamu merayakan ulang tahunnya selama ini bersamanya. Aku tidak pernah mengalami hal itu." Lanjut Derek.Adina terdiam, tidak mengatakan apa pun."Baiklah. Aku mungkin memang terlalu berlebihan dengan memberinya mobil itu. Tapi tolong jangan salahkan aku. Aku masih baru dalam hal ini. Aku a