Share

Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing
Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing
Author: Lavender My Name

1. Permintaan Aneh Dinda

last update Huling Na-update: 2024-01-10 12:50:33

“TUHAAAAAN!!!! Kalau sampai pendadaran besok, gua nggak lulus lagi, gua mau merit sama siapa aja yang ngajak gua nikah duluan!!!!”

Sebuah teriakan terdengar dari salah satu kamar, rumah besar bercat putih yang terletak di komplek perumahan elit kota Jakarta. seiring berhentinya teriakan itu, tiba-tiba terdengar suara gemuruh di atas langit. Awan hitam mendadak menyelimuti kota Jakarta.

“Dindaaaaaa!!!” Suara gedoran dan teriakan  di depan pintu kamar Dinda terdengar tak kalah keras.

“Apaaa?!”

“Jangan ngomong yang nggak-nggak! Kalau beneran gimana? Siapa yang mau nikah sama lu! Anak bau kencur sok-sok-an minta nikah!”

“Apaan sih, Kak! Yang nikahkan Dinda, kenapa kakak yang sewot?”

Perang mulut tak berujung antara dua bersaudara, kembali mewarnai suasana Jumat siang di rumah Broto Handjoyo, seorang saudagar kain dan pemilik peternakan sapi yang berjumlah ratusan ekor.

****

Hari ini adalah kali kedua Dinda, gadis cantik berusia 22 tahun, maju sidang skipsi. Sayangnya, sama dengan sidang pertama satu bulan yang lalu, Dinda kembali dinyatakan tidak lulus oleh tim penguji, yang salah satu anggotanya  tidak lain dan tidak bukan, pembimbingnya sendiri.

Sebuah kerikil yang berukuran sedang ditendang kuat oleh Dinda. Ia melampiaskan kekesalannya. Dinda tidak habis pikir. Kesalahan apa yang ia lakukan selama sidang tadi. Padahal  ia bisa menjawab semua pertanyaan yang diuji tim penguji dengan benar, tapi mengapa dirinya masih gagal lagi?

“Sabar, Din. Gua tetap bakal nemenin lu belajar di perpus.” Yuda menepuk bahu Dinda, seraya menunjukkan rasa simpatinya yang sangat dalam. Yuda adalah teman seangkatan Dinda dan maju sidang bersamanya hari ini. Bedanya, Yuda berhasil melewati semuanya. Ia termasuk yang dinyatakan lulus.

“Tau begini, gua mending nonton drakor aja sebulan ini. Nyesel gua, Mak. Nyesel!” Dinda kembali menendang satu kerikil di depannya. Dia tidak ambil pusing ketika kerikil itu jatuh tepat mengenai kening seseorang, dan menyebabkan luka gores yang cukup memprihatinkan.

Dinda tetap meneruskan langkahnya ke kantin, mengabaikan tatapan tajam seseorang.

“Satu mangkok soto, bakwan goreng, lumpia, sosis, martabak,  es jeruk. Ditambah kerupuk sama sambal.”  Kasir kantin kampus sibuk menghitung pesanan Dinda, lalu segera mengantarkan nampan yang  sudah penuh itu ke meja Dinda.

“Apa sih  maksud itu dosen? Suka sama gua? Nggak mau kalau gua lulus cepat dan dapat gelar cumlaude? Takut kehilangan gua? Pengen ngambil gua jadi menantunya, gitu?” Dinda meneruskan omelannya sambil mencelupkan bakwan ke piring sambal yang sudah dicampur petis di dalamnya, lalu memasukkan ke dalam mulutnya.

“Pelan-pelan, Din. Entar keselek loh. Lagian mana mau ngambil lu mantu. Orang dia aja masih ngejomblo.” Mita ikut nimbrung, duduk di samping Dinda.

Mita memperhatikan dengan seksama wajah sahabatnya itu. Ada satu titik bening di sudut mata Dinda, dan itu tidak luput dari perhatian Mita. Ia mengambil satu tisu lalu menyodorkannya ke Dinda.

“Hapus tuh. Jangan sampai mereka ngelihat lu begini.”

“Gua….” Dinda menghentikan kunyahannya, ketika beberapa orang datang menghampiri meja Dinda.

“Din …” Salah satu dari mereka bersuara. Suara yang terdengar penuh penyesalan. “Maaf …”

Dinda mendongakkan kepalanya. Ia mengerjapkan kedua matanya . “Kenapa?” Dinda lantas mengangkat dan mengibaskan tangan kanannya ke atas. “Bukan salah kalian. Dia-nya aja yang sentimen ke gua. Pertanyaannya sama kan. Jawaban lu juga sama dengan yang gua ajarkan selama dua bulan ini. Gua juga kasih jawaban yang sama. Tsk. Gak habis pikir gua. Bener-bener gak habis pikir.”

Semua terdiam.

Perlu diketahui. Semua yang maju sidang  skripsi hari ini, adalah peserta sidang yang dinyatakan tidak lulus di sidang ujian sebelumnya. Selama dua bulan terakhir, mereka secara sukarela telah menjadi mahasiswa dadakan Dinda.  Mereka mendatangi Dinda, meminta belajar bersama.

Dan secara kebetulan,  semua  materi uji, sama persis dengan dengan apa yang telah diterangkan dan dijelaskan oleh Dinda selama ini.

Tapi anehnya, dari dua belas orang yang, yang maju sidang di hari yang berbeda, semua dinyatakan lulus, kecuali Dinda. Sang  guru justru terjegal lagi. Dinda harus mengikuti sidang ujian skripsi untuk ketiga kalinya, bulan depan.

Hal yang sama sekali tidak terlintas dalam benak semua orang.

“Gua yang bayarin, Din. Lu makan aja sepuasnya selama seminggu ke depan.” Yuda berkata dengan sungguh-sungguh.

“Minggu berikutnya gua, Din.” Seno tak mau kalah dengan Yuda

“Pokoknya, lu bebas makan apa aja di kantin ini, sampai lu dinyatakan lulus dari sidang.” Mita kembali menegaskan keinginan mereka.

Setidaknya, mereka menunjukkan rasa terima kasih dan setia kawan pada Dinda, dosen dadakan mereka yang baik hati dan tidak sombong.

“Yah, pelit. Kenapa Cuma di kantin ini doang? Mbok ya tiap hari, dimana pun tempatnya. Itu baru murid yang berbakti pada cikgu-nya.”

“Itu sih, nunggu kalau gua udah keterima di BUMN kali, Din. Melihat nafsu makan lu yang segede gini, mana kuat dompet gua yang sekarang. Bisa-bisa gagal nikah gua.”

Tiba-tiba suasana kantin sepi. Yuda mengirim kode untuk semua. Ada rombongan  yang tidak diundang datang ke kantin. Beberapa dosen masuk, berjalan ke depan mengambil makan siang.

“Lah?! Kenapa pada maksi di sini, sih? Nggak dapat jatah nasi kotak?” Gumaman  Mita ternyata terdengar oleh Yuda.

“Hush! Diam. Kasihan Dinda.”

Yuda memperhatikan mimik wajah Dinda yang langsung berubah, begitu melihat dosen pembimbingnya berada dalam rombongan itu. Gadis itu tiba-tiba berdiri, mengejutkan semua yang semeja dengannya.

“Gua balik dulu. Nggak nafsu lagi gua.”

Dinda memutar tubuhnya, melangkah lebar dan cepat meninggalkan kantin. Perasaannya kembali mendung. Sosok dosen pembimbingnya sudah berhasil merusak semua mimpinya hari ini, dan Dinda sudah menyatakan perang pada sosok itu.

Ia sudah tidak sudi lagi menatap wajah pembimbingnya itu. Demi Tuhan. Dinda kembali berdoa dalam hati. Ingin bibirnya mengucap doa sakit hati, tapi hati sucinya melarang.

Dinda segera berlari  meninggalkan kampusnya, menuju halte, mencegat bis yang bisa mengantarkannya pulang secepat mungkin. Ia ingin segera melabuhkan kepalanya ke dalam pelukan Sari.

-0-

Tangis yang sejak tadi ditahannya, kini tumpah ruah di pangkuan Sari, 47 tahun, istri Broto Handjoyo. Wanita yang masih terlihat cantik itu mengusap lembut punggung putri semata wayangnya. Ia merasakan semua kekesalan Dinda.  Betapa usaha yang dilakukan putrinya sudah begitu keras.

Dinda yang selama ini masih sering bolong-bolong sholatnya, semenjak ia menyusun skripsi, mulai memperbaiki sholatnya. Ia, yang lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptop demi melihat drama korea kesayangannya , mulai mengganti tontonannya. Ia mulai mendengar banyak kajian keagamaan. Ia pun mulai merajinkan sholat tahajud, demi kelancaran penyusunan skripsi dan sidang skripsinya.

Sari sangat maklum jika putrinya itu merasa sangat kecewa, terlebih lagi Dinda membagi ilmunya kepada teman-teman mahasiswa yang juga sedang memperjuangkan skripsi seperti dirinya.

“Ma,” panggil Dinda di sela tangisnya.

“Ehmm?”

“Kalau besok Dinda nggak lulus lagi, tolong  carikan calon suami buat Dinda, ya?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ines Meliana
menghibur...sangat fantastis
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 38

    Dani hanya bisa tersenyum pahit. Bukannya dirinya tidak mau membina rumah tangga, tapi memilih pasangan hidup tidak semudah membeli cabai di pasar. Cabai saja harus dipilih mana yang bagus dan mana yang tidak, apalagi pasangan hidup yang akan menemani kita dua puluh empat jam sehari, tujuh hari seminggu, tiga puluh hari sebulan terkadang lebih satu hari.Arya yang hendak mendekat ke tempat dimana Dinda duduk, diam sejenak tidak melanjutkan langkahnya. Pria itu sudah memperhatikan Dani sejak kakak iparnya itu datang. Wajah Dani yang terlihat suntuk menarik perhatiannya.“Mau cari kopi. Ikut?” ajak Arya. Ia sangat paham. Perbincangan antara laki-laki biasanya akan mengalir lewat secangkir kopi. Maka dari itu, agar Dani bersedia cerita tentang kesulitan yang dihadapinya tanpa harus dipaksa bercerita, Arya mengajak pria muda yang dua tahun lebih muda darinya, berjalan ke kafe sebelah.“Boleh.” Dani langsung mengikuti Arya dari belakang.“Sedikit gerah. Mungkin nanti dicampur sedikit susu

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 37

    "Cukup!" Sari tidak ingin lagi mendengar kelanjutan kalimat Dani. Dani terkejut mendengar suara Sari. Tidak pernah mamanya itu berkata dengan nada tinggi dan keras seperti barusan. Nyali Dani menciut."Kamu harus melihat bibit, bebet dan bobot. Mama tidak mau rumah tanggamu berantakan dalam hitungan waktu hanya karena salah memilih pendamping."Dani diam terpengkur."Jangan karena penilaian orang atau sindiran orang, kamu jadi mencari pendamping secara asal-asalan. Yang menikah itu kamu bukan mereka.""Tapi, Ma, bukannya akan sama saja jika Dani dijodohkan dengan pilihan mama dan papa?""Beda. Mama dan papa pasti memperhatikan latar belakang kehidupan gadis yang akan mama jodohkan sama kamu. Sama seperti adikmu dulu. Yang jelas dia harus berasal dari keluarga baik-baik. Jika dia berasal dari keluarga yang bercerai di tengah jalan, maka kami sebagai orang tua-mu akan memastikan bagaimana dia tumbuh dan berkembang. Tidak asal-asalan.""Bagaimana jika dia berasal dari keluarga korban K

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 36

    Mendengar ucapan Mita, Sandra sontak meilhat ke arah perut putri tunggalnya. Ia memiringkan kepala ke kiri dan ke kanan, tapi perut Mita masih terlihat sama seperti perut Dinda. Tidak ada yang berbeda. "Kamu hamil lagi?" Suara Sandra terdengar ragu-ragu. Ada rasa senang dan bahagia tapi, keraguan datang tiba-tiba, membuatnya tidak yakin dengan berita yang disampaikan putrinya sendiri.Mita mengangguk. "Nggak direncanakan kok, Ma." Mita jadi tidak yakin mamanya itu bahagia dengan berita ini. Berbanding terbalik dengan Chandra, sang papa. Sambutan yang diberikan Sandra tidak seperti bayangannya."Berapa bulan?" Sandra bertanya sambil terus memperhatikan perut Mita."Hmm, lupa, Ma." Mita mendadak gugup dengan sikap Sandra yang demikian"Lupa? Gimana sih kamu ini? Hamil kok bisa lupa usia kandungannya?" Mita syok dengan sikap Sandra. Apakah mamanya tidak suka punya banyak cucu? Apakah mamanya tidak akan mengakui anak keduanya?"Kalau dibawah lima bulan berarti belum bisa tahu dong jeni

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 35

    Sandra mengerjapkan kedua netranya. Kabur. Itu yang pertama kali ia rasakan. Ruangan itu begitu sunyi tanpa suara yang ia kenal, kecuali suara mesin deteksi detak jantung yang terdengar begitu nyaring di telinganya.Wanita itu mencoba bangun, tapi gelombang rasa mual datang tiba-tiba. Kepalanya terasa sangat pusing. "Dimana ini?" Sandra kembali memejamkan netranya seraya meredakan rasa panik yang merayap datang. Setelah berhasil menguasai diri, Sandra berusaha membuka netranya. Namun untuk kali ini, ia melakukan dengan perlahan.Pandangannya masih kabur, tapi lebih jelas dari sebelumnya. Terdengar suara pintu didorong dari luar. Kemudian terdengar langkah kaki mendekat ke biliknya. Sandra kembali menutup netranya. Langkah kaki itu berhenti tepat di biliknya, mendekat ke berbagai mesin yang Sandra tidak tahu nama dan fungsinya, kecuali mesin deteksi detak jantung.Tangan hangat menyentuh pergelangan tangannya, menekan beberapa saat lalu beralih ke selang cairan infus. Sandra merasa ad

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 34

    "Mama!" Suara teriakan itu membuat Dinda menjadi sangat khawatir. Mengapa begitu keras teriakannya? Apakah sesuatu yang buruk telah terjadi? Jantung Dinda berdegup sangat kencang. Ia menggelengkan kepalanya.'Jangan-Jangan Tuhan! Jangan biarkan apa yang kami takutkan menjadi nyata. Kami belum siap. Apalagi Mita. Tolong kabulkan ya Tuhan..." Dinda memejamkan kedua netranya. Perasaan takut menyergapnya. Takut jika semua menjadi lebih buruk.Dinda merasa tubuhnya digoyang sedemikian rupa. Goncangannya begitu hebat. Kepalanya terasa sangat pusing."Mama!" Dahi Dinda berkerut. 'Mengapa suaranya terdengar dekat sekali?' "Mama! Bangun, Ma! Biyan lapel. Ayo, kita beli sate, Ma! Ayo, Ma!"Dinda terkejut. Ia langsung terbangun. Yang pertama kali ia lihat adalah wajah tampan putra semata wayangnya. "Brilian?" tanyanya bingung. Dinda menyapu pandangannya dan menemukan wajah Arya yang menatapnya begitu dalam. Pria itu tampak penasaran."Mimpi apa kamu, sampai berlinang air mata segala?" "Eh?" Di

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   Extra Part 33

    "Pa ..." Mita menatap kepergian Chandra yang berjalan menuju ruang dokter yang merawat Susan. Ada rasa sesak membuncah di dalam hatinya. Rasa penyesalan yang tiada habisnya. Selama ia hidup dan bernapas, hanya sekitar lima tahun dirinya menghabiskan waktu bersama Susan.Kenangan demi kenangan hadir memenuhi benak Mita. Lima tahun berlalu dengan kenangan manis tapi hanya lima tahun. Sejak ia masuk taman kanak-kanak, hidupnya diserahkan kepada pengasuhnya. Susan dan Chandra sibuk dengan perusahaan masing-masing. Alasannya adalah alasan klasik, demi masa depannya mereka harus bekerja keras.Mita menghela napas. Bulir-bulir air mata yang sejak tadi mengalir di pipinya, kembali diseka oleh Fahri. Pria itu seakan paham jika sang istri butuh waktu sendiri. Ia sengaja membiarkan Mita meluapkan perasaannya. Tangan kanannya tidak jauh dari punggung Mita. Menyalurkan perasaan hangat agar Mita tidak merasa sendiri."M-Mas ha-haus nggak?" Tiba-tiba Mita mengangkat kepalanya, menatap Fahri dengan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status