Suara ketukan pintu rumah terus terdengar, membuat Zara terbangun dan menatap sang suami yang nampak resah. "Siapa yang datang malam-malam begini, Mas?" tanya Zara bingung.
"Biarkan saja" jawab Harry.
Ketukan kembali terdengar namun kini ketukan itu berasal dari kaca jendela kamar tempat mereka tidur
āMas..ā Gumam Zara khawatir
āBiar mas lihat. Zara diam disini saja, jangan kemana-manaā Peringat Harry
Harry keluar dari kamar. Hati Zara tidak tenang dan Zara hanya bisa mengintip di balik pintu kamarnya, pikirannya memberi isyarat bahwa sesuatu yang tidak diinginkan akan terjadi.
Lima orang lelaki memasuki ruang tamu dengan wajah bringas mereka. Tubuh mereka besar dan tinggi, dilengan mereka terdapat berbagai jenis ukiran tato yang menakutkan
Kelimanya mengelilingi Harry. Mata Zara berkaca-kaca, tidak tahu apa yang akan terjadi. Mungkinkah mereka adalah preman penagih hutang?
Harry hanya diam, menunduk dengan ketakutan, matanya sekilas melirik ke lima pria kekar yang mengelilingi tubuhnya.
āHutangmuā Ucap salah satu dari antara mereka
"Kau lupa janjimu? Bos menginginkan kau melunasi hutangmu bukannya melarikan diri seperti pengecut. Kalau kau tidak bisa melunasinya, maka semua milikmu akan menjadi gantinya termasuk istrimu" ucap pria itu sambil menendang meja kaca di ruang tamu.
Harry hanya diam dan menunduk takut.
Pria yang tadi menendang meja tersenyum miring, lalu tangannya terangkat, seolah memerintahkan sesuatu.
Bugh.. Harry jatuh tersungkur ke lantai, darah segar mengalir dari mulutnya.
āMas!!ā Zara memekik, matanya mengobarkan amarah dengan tangan terkepal Zara berjalan keluar menghadapi para preman itu.
āZaraā Harry mendesis, kesal karena Zara keluar dari dalam kamar
"Akan kubayar 20 juta dulu. Beri kami waktu untuk melunasinya, tapi tidak sekarang. Aku janji" rayu Zara.
Seorang preman lainnya menghantam kepala Harry ke meja, menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan. Matanya berkunang-kunang ketika salah satu dari kelima pria tersebut mengulangi pukulan, dan tiga di antaranya dengan brutal memukuli tubuh Harry hingga ia kehilangan kesadaran.
Mata Zara berkaca-kaca, dia meraih sapu lalu memukuli empat orang yang menyerang Harry
āBajingan jangan pukul suamiku!!"
Salah seorang diantara mereka yang terkena pukulan sapu Zara hendak membalas
āBerhenti.ā ucap pria yang hanya berdiri dan melihat, seolah-olah dia adalah pemimpin kempat pria lainnya.
āBos bilang jangan melukainyaā lanjutnya dengan nada menyeramkan.
Seperti tersadar, mereka bergerak mundur, kesempatan itu di manfaatkan Zara untuk mendekap suaminya yang nyaris tak sadarkan diri dengan tubuh yang dipenuhi luka dan lebam.
āNona Zara, ikutlah dengan kamiā
āTidak mau!ā Tolak Zara dengan berteriak histeris
āPisahkan merekaā
Dengan kasarnya kedua pria maju dan menarik Zara, membuat Harry terbaring dilantai yang dingin dengan tidak berdaya
āLepaskan! lepas!ā Zara memberontak namun tenaganya jelas kalah dengan dua orang pria kekar itu
Pria itu menarik keluar sebuah pistol dari belakang tubuhnya dan mendekati Harry, tangannya dengan kasar menangkap rambut Harry dan menekan ujung pistol ke pelipis Harry, bersiap untuk menarik pelatuk.
āTentukan pilihan nona Zaraā
āBajingan tidak beradap! Lepaskan! Jangan bunuh suamiku!ā seru Zara dengan meronta, suara tangisan yang memilukan terdengar menyakitkan. Harry hanya bisa diam, menyaksikan istri cantiknya menangis.
āKuberikan lima detik nona Zara, tentukan pilihanmu, ikut dengan kami atau melihat suamimu matiā ucapnya memperjelas pilihan yang Zara miliki
āZara..ā Harry bergumam tertatih
āSudah kubilang aku akan membayar hutangnya, aku punya 20 jutaā ucap Zara āKumohon lepaskan kami..ā Suaranya semakin lirih
"Bawa dia! Bos sudah terlalu lama menunggu wanita ini" perintah pria itu, lalu berbalik keluar dari rumah. Dengan paksa, tubuh Zara diseret, dan pandangan Zara dan Harry bertemu untuk sebuah perpisahan yang menyakitkan.
"Maafkan aku, Zara..." bibir Harry bergerak. Meskipun tidak berbicara namun Zara mendengar kata-kata yang tidak terucap dengan jelas, tapi dia tahu suaminya meminta maaf padanya.
Air mata Zara bercucuran, matanya mengadah, menatap langit-langit malam yang gelap sama seperti kehidupannya yang suram.
Apa yang lebih menyakitkan daripada seorang istri yang setia mendampingi suaminya, namun suaminya sendiri tidak jujur padanya?
Zara bahkan belum sempat menanyakan foto yang diterimanya kemarin pada Harry, namun dia dihadapkan dengan cobaan lainnya
āKuharap semuanya akan membaik ma..ā batin Zara bergumam
āDarlingā Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasiāD..Dave.. kamu sudah kembali?ā Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelasāapakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
āKau bisa mencaritahunya sendiri dirumah ituā Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita