Baskara berniat pulang terlebih dahulu ke rumah untuk mengganti pakaian, dia menyempatkan untuk mengurus Anjani terlebih dahulu.
“Gapapa mas tinggal dulu?” tanya Baskara “Ya, gapapa kok mas. Kalau ke sini tolong bawa ponsel aku ya mas. Kayanya kemarin aku simpen di kasur deh.” “Iya nanti mas bawain, kamu mau titip sesuatu?” tanya Baskara sambil mengusap kepala Anjani “Enggak mas, kan baju ganti juga udah ada itu.” Anjani menunjuk tas yang dibawa oleh bu Aulia. Karena di rumah Bu Aulia masih ada baju-baju Anjani yang sengaja di simpan. “Yaudah mas pamit ya. Kalau ada apa-apa minta perawat buat langsung hubungin mas.” Baskara mencium kening dan tangan Setelah berpamitan Baskara langsung menuju rumah. Hari ini Baskara memutuskan untuk mengambil cuti untuk menjaga Anjani di klinik. Setelah menempuh jarak kurang lebih 20 menit Baskara akhirnya tiba di rumah, terlihat Bu Lili yang sedang menyapu rumah, sedangkan Adik perempuannya masih di dalam kamar seperti biasa. “Bu, tumben sapu-sapu.” Ucap Baskara sambil berjalan menuju halaman rumah “Ya kalau gak sama ibu emang mau sama siapa di sapuin?” jawab Bu Lili ketus “Ya sama Anjani, kan emang tiap hari Anjani yang sapuin” jawab Baskara sekenanya “Alah istri kamu aja kalau sapu-sapu gak pernah bersih! kalau bukan ibu yang sapuin lagi. Gitu kok ngadunya semua dikerjain dia, padahal kerjaan dia aja gak ada yang bener. Tetep aja ibu yang cape!” Gerutu Bu Lili “Ya makanya si putri suruh belajar bantuin ibu dong. Dia itu perempuan loh Bu, masak semenjak ada Anjani di sini dia gak pernah keliatan buat bantu beresin rumah.” “Ya dia susah di bilangin, lagian gapapalah biar dia fokus sama sekolah aja. Kuliah juga kan cape jadi yaudah yang ada di rumah aja yang beresin.” Bu Lili memasang wajah jengah “Gimana si Anjani? Kapan katanya bisa pulang?” ucap Bu Lili lagi “Baru juga kemarin Bu di rawatnya, Babas kan gak tahu berapa lamanya. Dokter juga pasti bakalan ngasih tahu kalau emang kondisi Anjani udah lebih baik.” “Ya gapapa, asal kamu gak ngeluarin duit aja buat berobat dia. Kamu itu punya istri Cuma bisa nyusahin aja, cape-cape kamu kerja tapi dia yang ngabisin duit kamu. Ibu Cuma kebagian sisanya.” Cerocos Bu Lili dengan nada yang di dramatis “Anjani di pindahin Bu ruang inapnya ke VIP...” “APA? KE VIP?” Ucap Bu Lili dengan nada tinggi “Kenapa harus ke VIP? Ibu kan udah bilang ke kamu gunain kartu kesehatan, soal kamar inap yaudah sedapetnya aja, kenapa kamu ngemanjain si Anjani kaya gitu? So soan sakit begitu aja pengen kamar VIP” Muka Bu Lili sudah sangat merah karena emosi “Bukan Anjani yang mau Bu, lagian yang pindahin kamar Anjani itu Papa Sanjaya...” “Hah, istri sama mertua kamu itu emang banyak gaya. Enak aja dia main pindahin kamar si Anjani, kaya dia mau bayar aja.!” Potong Bu Lili “Bu kalau aku lagi ngomong bisa gak jangan dipotong dulu. Papah Sanjaya pindahin Anjani biar Anjani bisa lebih nyaman dan Papah Sanjaya yang bayar biaya semuanya.” Ucap Baskara tidak kalah kesal Bu Lili diam saat mendengar penjelasan Baskara, dia antara malu dan tidak yakin dengan ucapan anaknya. Bu Lili jelas tidak terima jika Anjani harus di rawat di VIP karena menurutnya uang Baskara akan habil dan boros hanya untuk membayar biaya berobat anjani. Sedikit pun Bu lili tidak Sudi jika uang anaknya habis oleh Anjani. “Kamu yakin mertua kamu itu yang nanggung biayanya? Jangan-jangan Cuma omongan doang, ujung-ujungnya kamu lagi yang bayar!” Bu Lili menatap sekilas anaknya “Enggak Bu, papah udah deposit dari awal. Ibu jadi gak usah khawatir kaya gitu, yang ada Baskara yang ngerasa malu sama papah Cuma bisa pake ruangan yang ditanggung sama kartu kesehatan.” “Belum lagi mamah Aulia yang bilang kalau Anjani itu tipe yang gak gampang sakit, kalau udah sakit kaya gini berarti emang Anjani di titik cape Bu. Jadi tolonglah Bu buat sekarang Ibu, Anjani sama Putri bagi tugas buat urus rumah. Jangan semuanya dilimpahkan ke Anjani, kasih Anjani kelonggaran, selama ini aku diem berharap ibu ngerti tapi ternyata malah semua Anjani yang kerjain” Lanjut Baskara “Jadi maksud kamu Anjani sakit kaya gini gara-gara ibu gitu? Gara-gara ibu suka minta tolong dia buat beresin rumah?” Bu Anjani langsung naik pitam “Bukan gitu Bu, aku gak nyalahin ibu. Tapi aku Cuma minta buat sekarang bagi-bagi tugas, Aku gak enak Bu sama Mamah. Aku tahu sendiri Anjani itu kalau di rumahnya gak pernah Bu kerjain rumah sampe semuanya di kerjain. Nanti apa kata mertua aku Bu kalau ternyata di sini Anjani jadi yang kerjain segalanya.” “Terus apa lagi? Semua aja salah ibu, kemarin kamu bilang ibu yang maksa Si Anjani buat masak, sekarang kamu bilang ibu yang maksa Anjani buat beres-beres rumah! Terus apa lagi? Kamu itu terlalu dengerin omongan istri kamu, kalau kamu mau harusnya kamu dengerin juga dari pihak ibu!” Bu Lili berbicara sambil mengeluarkan air mata. Seolah dia paling tersakiti hatinya “Emang bener kan Bu gitu? Oke kalau soal kemarin ibu nyuruh Anjani masak masih bisa ada kemungkinan kalau Anjani salah cerita. Tapi soal beresin rumah ya aku emang tahu faktanya kaya gimana Bu.” “Udah ah ibu males ngomong sama kamu, gak ada pentingnya emang hidup ibu sekarang buat kamu! Istri kamu aja yang terus kamu duluan tapi ibu gak pernah kamu hargain lagi!” Bu Lili langsung masuk ke kamarnya dia membanting pintu dengan cukup keras. Baskara hanya bisa berdecak dan mengacak rambutnya “Jadi siapa di sini yang salah? Masa Anjani bohong, dia bukan orang yang kaya gitu. Tapi kalau liat cara ibu ngomong, kok kayanya ibu juga ngerasa apa yang Anjani bilang itu bohong! Aarrggh tahu ah pusing” Baskara juga langsung ke kamarnya mengambil baju ganti dan memasukkan ponsel Anjani ke tasnya. Sedangkan putri adik perempuannya hanya membuka pintu sebentar dan masuk lagi saat melihat ibu dan kakaknya bertengkar seperti itu. Dia lebih baik diam dari pada kena semprot keduanya. Di tempat yang lain saat menuju siang Dokter Andreas masuk untuk melakukan Visit kepada Pasien “Selamat siang Bu Anjani, maaf saya periksa dulu ya, Bu,” Ucap Dokter Andreas dengan sopan “Silakan dok” Jawab Anjani Dokter Andreas langsung memeriksa kondisi Anjani, dia juga menanyakan beberapa hal termasuk apakah ada keluhan dari Anjani atau tidak. “Kita tunggu hasil lab keduanya ya Bu, dan kita lihat apakah dua hari lagi akan ada perubahan atau belum. Jika di rasa tidak ada perubahan yang signifikan saya akan merujuk ibu ke rumah sakit saja agar melakukan pemeriksaan lebih mendalam” Dokter Andreas menjelaskan “Baik dokter.” “Maaf yang menunggunya di mana ya ibu?” tanya Dokter Andreas lagi yang menyadari tidak ada orang lain selain Anjani di ruangan “Oh, suami saya pulang dulu dok. Orang tua saya mungkin baru bisa ke sini sore.” Dokter Andreas mengangguk “Kalau bisa ada orang yang tetap berjaga di sini ya Bu, takutnya nanti ada apa-apa akan lebih mudah jika ada wali yang bisa segara dihubungi.” “Iya dokter” “Kalau begitu saya permisi.” Anjani mempersilakan Setelah kepergian dokter dan perawat Anjani mendadak melamun. Sebenarnya banyak sekali perasaan yang selalu dia pendam termasuk ketidaknyamanan yang dia rasakan semenjak tinggal di rumah mertuanya. Anjani pernah beberapa kali mengajak Baskara untuk pisah rumah tapi Bu Lili selalu menolak dan mengamuk jika Baskara izin untuk pisah. Anjani tidak tahu persis alasan ibu mertuanya melarang keduanya dan Baskara yang tidak bisa melawan ibunya. Alhasil Anjani hanya bisa mengikuti keputusan suaminya meski harus berkorban perasaan menghadapi Bu Lili yang sangat tidak ramah kepada dirinya. “Semoga nanti mas Baskara bisa di bujuk lagi buat pindah. Sayang juga rumah yang udah papah bangun buat aku belum bisa di pake sampe sekarang, tempatnya juga kan gak jauh dari rumah ibu. Tapi gimana caranya biar bisa ngeyakinin mas Baskara buat bisa keluar dari rumah ibu” gumam Anjani yang masih menutup kedua matanya dengan posisi menyandarkan tubuhnya di ujung kasur.Persidangan ke-2 dilanjutkan. Anjani dan Baskara kembali hadir dalam persidangan. Namun kali ini ada yang berbeda. Baskara tidak hadir sendirian. Ia ditemani Melati, Bu Lili dan Putri. Mungkin kehadiran mereka untuk menjadi saksi di pihak Baskara, tapi Anjani terlanjur sudah tidak peduli apapun itu. Suasana ruangan kali ini sedikit formal, terasa dingin namun bukan semata-mata karena AC. "Baik bapak dan ibu, untuk sidang kali ini saya ingin mengetahui lebih lanjut alasan ibu memilih untuk bercerai... Serta melihat bukti-bukti yang dimiliki untuk memperkuat alasannya," ucap Hakim dengan tegas, meski wajahnya tidak menunjukan sikap dingin. "Apa alasan ibu mengajukan perceraian ini?" tanya hakim kepada Anjani. Anjani tersenyum ia duduk dengan tegak di kursinya. "Terima kasih pak hakim... Alasan saya menggugat cerai suami saya karena suami saya yang sudah berselingkuh. Alasan yang sudah tidak bisa saya toleransi lagi," jawab Anjani tanpa ragu. "Adakah alasan lainnya?" tanya hakim la
Cuaca masih terasa panas meski di ruangan ber AC. Melati menunggu gilirannya kembali untuk pemotretan. Ia duduk di sebelah Clarissa, jarinya sibuk membuka aplikasi dan juga berbalas pesan dengan Baskara."Permisi," seseorang masuk dengan membawa satu bingkisan di tangannya.Melati langsung tersenyum melihat kedatangan OB yang tadi sudah ia suruh untuk membeli rujak."Mba Melati ini rujaknya, maaf lama saya tadi cari di tempat lain," ucap OB itu dengan memberikan kresek kepada Melati.Melati melihat isi rujak yang cukup banyak dengan bumbu yang terpisah. "Makasih ya, kembaliannya buat kamu aja," sahutnya tanpa menoleh ke OB itu.Clarissa menatap Melati yang sudah terlihat tidak sabar untuk memakan rujak itu. Ia memperhatikan bagaimana Melati langsung menggigit buah mangga muda yang sudah bisa ditebak bagaimana rasanya."Mel, apa lu gak bisa tahan dulu apa kepengen lu yang kali ini? Apa gak bikin curiga orang-orang ya dengan lu kaya gitu," ucap Clarissa dengan nada sinis.Melati merasa
Hari persidangan tiba, Anjani ditemani Gerald melangkah dengan tekad yang kuat. Sebelum mereka ke persidangan, keduanya melakukan diskusi. Gerald melakukan konfirmasi terlebih dahulu soal keputusan apa yang akan Anjani ambil, meski sudah dilakukannya mediasi. Baskara memilih pergi diam-diam. Ponselnya sudah penuh dengan panggilan dari Melati yang memaksa Baskara untuk tidak datang, begitupun dengan ibunya yang baru tahu kalau Baskara sudah di pengadilan. "Mari mba kita masuk," ajak Gerald dengan sopan. Anjani mengangguk ia masuk mengikuti Gerald keruangan. Anjani dan tim pengacara duduk di sisi kiri. Tidak lama Baskara hadir seorang diri dan langsung duduk di sisi kanan. Matanya mencuri pandang kepada Anjani, ia melihat penampilan Anjani yang berbeda. Wajahnya lebih cerah, pakaiannya begitu cocok dengan Anjani, kerudung pashmina yang ia kenakan dengan model berbeda namun tetap syar'i membuat Anjani semakin terlihat anggun. Berbeda dengan Anjani, meski tahu Baskara ada di sebelahn
Anjani membantu ibunya membersihkan kebun belakang di rumahnya. Ia menyambut beberapa rumput liar dan memindahkan beberapa tanaman agar posisinya terlihat lebih rapi.Suara ponsel Anjani menghentikan aktivitasnya, ia izin untuk mengangkat telepon terlebih dahulu kepada Bu Aulia."Ma, aku angkat telpon dulu ya... Kayanya penting dari Mas Gerald," ucap Anjani. Bu Aulia mengangguk dan kembali membereskan tanaman.Anjani duduk terlebih dahulu di kursi yang terbuat dari kayu dengan segala jenis makanan dan minuman yang sudah ditata rapi oleh ART-nya jika majikannya beristirahat."Assalamualaikum, mas Gerald," sapa Anjani langsung."Waalaikumsalam, Mba Anjani... Maaf saya mengganggu mba, saya hanya mau menginformasikan kalau jadwal sidang pertama dan pemanggilan untuk mba Anjani sudah ada, sidang akan dilakukan dua hari lagi," tutur Gerald langsung ke inti.Anjani mengangguk pelan, "Apa saya harus hadir mas Gerald? Atau bisa diwakilkan saja oleh mas Gerald?" tanya Anjani."Ya bisa saja Bu A
Clarissa tidak ikut ke dalam. Ia memilih untuk menunggu di depan saja. Clarissa menggunakan earphone, agar tidak mengganggu orang lain saat ia memainkan ponsel, Melati dan Baskara sudah masuk beberapa menit untuk melakukan pemeriksaan kehamilannya. "Clarissa," ucap seseorang yang sadar Clarissa sedang duduk. Clarissa langsung menoleh ia melepas earphone terlebih dahulu, dadanya langsung berdegup cukup kencang saat melihat siapa yang ada di depannya. "Eh… ha-hai..." Ia menyapa balik dengan sedikit gugup. Perempuan itu duduk di samping Clarissa tanpa diminta, "Lu lagi ngapain di sini? Siapa yang sakit?" tanyanya. "Oh i-itu... Ya gue lagi gak enak badan," sahut Clarissa mencoba menutupi keberadaan Melati. Mata orang itu melihat ruangan yang ada didepannya, dahinya langsung berkerut dan ia tertawa kecil. "Lu sakit apa? Lu mau periksa ke Obgyn? Seriously?" Bagaimana tidak? Orang itu tahu Clarissa bukan wanita sesungguhnya, jadi sangat tidak mungkin Clarissa memeriksakan diri ke dokt
Yudistira sudah tertawa terbahak saat Andreas mendumel tanpa henti. "Sesekali lu baik sama cewek, jangan jutek terus kaya gitu... Untung tuh cewek gak baper parah, tapi gue yakin sih dia bakalan ngadu ke mamihnya dan itu pasti sampe ke telinga mamih Sekar," ucap Yudistira yang sedang berhenti tertawa."Gue juga tadi kepaksa aja sanggupin permintaannya buat ketemu... Kalau bukan karena mamih gue juga gak mau," sahut Andreas dengan wajah masamnya."Tapi lumayan cantik juga tuh cewek, masa sih elu gak tertarik sama sekali? Dres, gue agak khawatir sebenarnya sama elu," ucap Yudistira dibuat serius.Andreas menautkan alis, "khawatir kenapa? Tumben lu khawatir sama gue!" sindirnya."Ya gue khawatir aja... sebenernya elu itu emang gak tertarik sama cewek karena elu males buat berurusan sama yang namanya perempuan, atau.... atau elu begitu karena elu tuh sebenernya tertariknya sama cowok juga," jawab Yudistira dengan sedikit bergidik.Cekiit….!Mobil direm mendadak oleh Andreas. Dia membuka