LOGINSeserahan yang dibawa mereka pun sangat-sangat berharga dan banyak. Tidak kaleng-kaleng kedermawanannya.
Yang punya acara anaknya, yang antusias malah orang tuanya. Sedaritadi yang saling berdiskusi ya mereka. Sedangkan kedua laki-laki sebagai suami, malah membahas tentang berapa cucu yang dimintanya. Astaga… acara saja belum digelar tetapi sudah ke arah sana. Reimma mendorong-dorong anaknya agar berdua saja dengan Keeiko. Myli mengkode Ibunya agar berhenti seperti itu, bikin malu. Dia bukan perempuan yang bisa menunjukkan keromantisan di depan orang lain, tidak akan bisa. “Myli, Keeiko diajak ngobrol dong… bahas-bahas acara kalian nanti.” Maime— Ibu Keeiko menekankan setiap kalimat. Kalau begini Myli tidak bisa membantah. Myli berpindah duduk di sebelah Keeiko, yang awalnya di seberang. “Hai…” Canggung sekali di sini. Tidak tahu harus membicarakan apa, mati topik. “Ingin berbicara di luar saja?” Myli mengangguk, mending begitu meskipun harus menguatkan hatinya karena selalu digoda Ibunya. “Mengapa kau selalu menjauh ketika aku mendekat?” Terhitung jarak mereka sekitar 8cm. Myli menunduk, merasakan wajah Keeiko yang dekat. Wajar, laki-laki itu tinggi dan Myli pendek. “Aku… aku hanya belum terbiasa.” “Coba biasakan, setelah menikah kita akan lebih dekat dari yang seperti itu.” Keeiko berujar sembari memandang depannya. Sebab saat ia melihat perempuan itu, Myli selalu melihat ke bawah. Tidak seharusnya ia bersikap seperti itu. Tapi ia hanya lah belum sedekat ini dengan pria. Setiap kali diajak keluar oleh pacarnya dulu, ia akan menolak. “Nanti akan ku coba…” “Bagus. Sekarang coba tatap mata aku ketika berbicara, bisa?” Tanya Keeiko. “Harus kah?” Diremas dan ditarik-tarik kain roknya. Pikirannya kosong akibat rasa gugup dan tidak biasa itu. Keeiko menunggunya. Myli hanya bisa menatapnya tetapi sebentar, tidak lama, dirinya tidak kuat. Gemas dan merasa lucu oleh tingkahnya, telapak tangan kanannya mendarat di kepalanya, dan mengelusnya. Myli ingin pingsan dan memanjat pohon!! Salah tingkah ini telah membuatnya hilang akal. “Aku tidak menyangka, bahwa takdir bisa membawaku bersamamu.” Keeiko membuka telapak tangannya di depan Myli. Menyulut rasa bingungnya. “Genggam tanganku…” Titahnya. Myli bergerak ragu-ragu. Dia hanya menempelkan telapak tangannya saja. “Seperti ini?” “Seperti orang bergandengan pada umumnya bagaimana, apakah seperti itu? Tidak mungkin kau tidak tahu.” Pancing Keeiko menggodanya. “Tidak ku sangka, ternyata Myli genit juga saat di luar ruangan tanpa pantauanku.” “Sepertiku dulu, yang selalu bebas berekspresif ketika berpacaran di luar. Karena aku malu dilihat orang lain.” Timpal Maime bernostalgia, lalu tertawa kecil dengan masa itu. Mereka berdua menoleh dan Myli lah yang lebih terkejut. Dengan cepat ia jauhkan dan lepaskan tautan itu. Ia tatap Keeiko yang malah biasa saja, seolah hal kecil yang untuk apa disembunyikan. Entah mengapa Myli merasa tidak enak hati, laki-laki itu seperti sudah berharap banyak malah gagal. “Oh ya, sudah kami putuskan… pernikahan kalian akan digelar pada 5 hari lagi. Di tanggal cantik.” •••• “Ehemm. Sayang… kau membelikanku gelang yang sangat mahal dan bersinar. Aku sangat bahagia karena aku lah orang yang ditakdirkan paling beruntung di dunia ini.” Kayye— anak tetangga, sengaja berkata keras-keras tepat di depan rumahnya. Dua Papper bag ia tenteng begitu tinggi dan diayun-ayunkannya. Dan saat tatapan mereka bertemu, Kayye langsung menghujaminya dengan tatapan sinis dan bola matanya berputar. Seperti disengaja untuk memamerkan. “Cih, baru pacaran gayanya selangit, kalau putus awas saja menangis guling-guling.” Myli berdecak dan menyayangkan, mengapa ketika Keeiko dan keluarganya ke sini, Kayye tidak melihatnya. Kan dengan begitu ia bisa membalas kesombongannya. Sudah berkali-kali Kayye menertawakan ia yang pengangguran dan lainnya. “Kalau saja dia melihat seserahan Keeiko, pasti akan sangat iri dengki di pojokan kamarnya.” Myli masih ingat dengan merk Dior dan Victoria Secret, yang sialnya kini terdampar kasihan di kamar sempitnya. Brand sepopuler itu salah alamat sepertinya. Setelah melihat kejadian itu, Myli menjadi semangat dan yakin akan hubungannya dengan Keeiko. Akan ia jadikan ajang balas dendam untuk mereka. Saat sadar, Myli pun menggeleng. “Tidak boleh sombong dan merasa tinggi seperti itu. Benar-benar tindakan tidak terpuji.” Tapi dirinya benar-benar kesal telah diremehkan seperti tadi. Seolah-olah dirinya tidak bisa berada di posisi situ saja. Kalau disandingkan, ia lebih unggul karena Keeiko itu miliarder. “Myli, sedang apa kau di sini?” Reimma datang lalu memegang bahunya dari belakang. “Ini Keeiko ingin berbicara denganmu…” Lanjutnya lagi, sembari menyerahkan ponselnya yang menampilkan panggilan tersambung. “Ibu pergi lah sebentar,” Ia ambil ponsel itu. Setelah memastikan Ibunya masuk dan tidak mengintip. Baru lah Myli mau berbicara. “Ya?” “Tadi aku lupa meminta nomormu. Bisa kah aku menyimpannya? Agar aku bisa selalu menghubungimu.” “Maaf, aku tidak memiliki ponsel…” Jawabnya cepat. “Astaga Myli, mengapa kau baru memberitahuku sekarang. Di saat posisiku sudah di rumah.” “Hei, yang tidak punya ponsel itu aku. Kenapa juga kau yang bingung.” Sahut Myli, tersenyum lebar tanpa bisa Keeiko lihat. “Karena kalau aku tahu, aku pasti akan membelikannya untukmu.” Balasnya lembut dan tulus. “Mengapa kau selalu mudah memberikan sesuatu padaku? Itu terlalu berlebihan.” Ujarnya tidak percaya ada orang sepertinya. “Aku mencintaimu… tidak ada kata berlebihan, Myli.” Dari nadanya sangat tegas dan tidak terbantahkan. Kalimatnya selalu berhasil membuat Myli terdiam. “Nanti sore aku akan ke sana. Tunggu aku…”“Bitch! Kau tidak usah merasa sok cantik. Bangga berlebihan seolah-olah perusahaan ini milikmu. Kalau saja bukan Istri dari Pak Keeiko, selamanya kau tidak akan pernah menginjakkan kaki di sini.” Siapa lagi jika bukan Elsa yang bermulut pedas dan bernada ketus. Entah jalan apa yang ia lewati sampai bertemu demit satu ini. Tetapi Elsa tidak sendiri, di sampingnya ada sosok lain yang malah menyembunyikan tawa darinya. Percuma saja, Myli sudah tahu bahwa itu tawa ejekan. Niatnya ingin jalan-jalan agar dirinya terhibur. Ah, nasib buruk akibat menolak ajakan Keeiko untuk menungguinya meeting. “Oh begitukah? Artinya aku beruntung ya. Selangkah lebih maju dari orang-orang yang mengagumi dan menyukai Keeiko.” Balas Myli tenang dan menganggapnya itu pujian baru untuknya. Ya, dirinya memang beruntung saat ini. Tapi masa depan tidak ada yang tahu kan… Menyebalkan. Elsa sudah siap mejawabnya lagi mendadak urung. Dipuji tidak pantas, dihina tidak tumbang. Kemudian mereka Elsa dan temannya sali
“Keeiko… apa tidak masalah aku datang ke sana? Aku kan tidak memiliki kepentingan sama sekali.” Tanyanya sendu. Sejujurnya ia merasa tidak percaya diri. Sudah pasti di sana tempatnya orang-orang sarjana berkumpul. Dari belakang yang jaraknya sedikit jauh. Myli ikut menelusuri penampilannya melalui kaca full body. Lebih tepatnya baju hari ini, sudah kah serasi atau belum? Ia lebih suka pakaian simple. Kok mirip pembantu ya ketimbang majiikan? Eh. Ia menyalahkan kaca itu yang bermasalah. Kalau dilihat dari cermin lain, ia terlihat sangat cantik kok. “Astaga… mikir apa aku ini!” Dalam batinya ia menggerutu. “Myli, kau pagi-pagi sudah bertingkah seperti orang yang memiliki hutang. Jangan dipukul seperti itu, kalau ada masalah ceritakan padaku…” Tegur Keeiko, dirinya merasa gagal fokus ketika memakai sepatu. Myli hanya menepuk keningnya, itupun pelan. Tidak mungkin menyakiti dirinya sendiri di saat berusaha selflove. Memandang Keeiko yang benar-benar sudah siap dan akan berangkat. Sem
Jari-jarinya sangat lincah dalam memencet keyboard laptop. Fokusnya terpecah, sesekali ia menoleh ke samping, ke arah pintu kamar mandi. Menunggu perempuan yang dicintainya, yang sudah sah menjadi istrinya, menunjukkan diri. Bukan apa, Keeiko itu terbayang Myli menceburkan diri ke bak mandi. Myli mengangkat kedua tangan ke atas kemudian ke bawah. Menenangkan dirinya sendiri yang hampir tremor. Dia berlari ke sini dengan harapan Keeiko tertidur duluan. Kalau begitu kan ia merasa lega selega-leganya. “Takut…” Cicitnya yang saat ini di dalam kamar mandi. “Takut dianu…” Gumamnya lagi. “Eh tapi,” pikirannya melayang ke arah ciuman perdana mereka. Ia pegang bibirnya yang sudah tidak perawan itu. “Hhh, enyah lah…” Myli menggeleng dan menepuk-nepuk pelan kepalanya. Biar segala pemikiran kotor hilang dari otaknya. “Myli, kau sedang apa di sana? Apa terjadi sesuatu?” Keeiko merasa janggal, sudah ia perhatikan istrinya ke kamar mandi sedari pukul 8 dan kini sudah pukul 10. Tidak ada
“Lihat itu. Myli selangkah lebih maju dari kau. Souvenirnya pun mahal dan bermerk, aku sangat iri…” Killyan menyenggol lengan anaknya yang banyak melamun hari ini. Sebagai Ibu ingin yang terbaik untuk anaknya. Kayye memutar bola matanya, “Keeiko itu kaya raya sedari Ibu dan Ayahnya kecil. Wajar saja mewah dan mahal, jangan norak seperti itu.” Tidak bisa disangkal rumah Keeiko membuat Kayye ingin merasakannya juga. “Maka cari lah yang seperti dia. Tinggalkan kekasihmu itu.” “Tidak mau!! Setidaknya aku dan Gion saling mencintai. Sedangkan dia belum tentu dicintai, orang kaya itu seleranya tinggi dan harus setara. Hah… kasihan sekali mempunyai istri seperti itu. Pengangguran, lulusan SMA, dan pas-pasan, benar-benar aib di tengah-tengah keluarga mereka.” Kayye berdecih sinis. Muak sekali banyak yang mengagungkan Myli. Norak!! Tapi jangan salah, justru penampilan orang kaya itu selalu sederhana. Mereka juga tidak memamerkan harta kekayaannya, yang seperti itu malah orang baru k
Yang dulu kedua tangan ini saling berjauhan, kini saling berpegangan. Tangan ini lah yang nantinya akan menuntun Myli menuju ke arah yang lebih baik. Setelah saling berikrar janji suci dan pemakaian cincin. Pemimpin agama memegang tangan keduanya seraya mengucap doa berkat, menyatakan keduanya menjadi suami istri yang sah di hadapan Tuhan juga dipertontonkan oleh mereka semua dan keluarga-keluarga. “Harus kah berciuman?” Tanya Myli, berharap ada kata tidak. Setelah sang pendeta menyuruhnya. Namun Keeiko yang tidak ingin melewatkan hal itu, tentu saja memanfaatkan ketidaktahuannya. “Ya, sebagai penyegelan janji.” Keeiko berkata disertai menahan tawa. Sama-sama ciuman first time, di penutup acara sakral ini. Keeiko mendekatkan wajahnya tanpa bisa disangkal lagi oleh Myli, mereka sudah sah. Dikecupnya sebentar saja bibir Myli yang malu-malu canggung dan kaku. Hingga kejadian itu membuat mereka bersorak gembira dan menggodanya. Myli ingin menghilang saja rasanya, benar-benar sal
Memuncak sudah kekesalannya. Setelah kemarin melihat ada laki-laki asing dan kaya berkunjung ke rumah tetangganya. Sekarang di meja ruang tamunya ada undangan pernikahan wanita itu dengan pria kemarin. Benar-benar tidak bisa dinalar, bagaimana bisa? Kayye kepanasan bukan main. Rasa geram dan kesal sudah mencapai ke ubun-ubunnya. Hanya dirinya saja yang boleh merasakan keberuntungan itu, sedangkan orang lain tidak boleh. Kayye tersenyum smirk, “pasti juga dimanfaatkan saja, cuma bua dipakai lalu dibuang. Tidak mungkin ada orang seganteng itu mau sama wanita biasa saja dan tidak begitu menarik.” Ia semangati dirinya sendiri dan menepis pemikiran jika Myli akan bahagia. Omong kosong!! Kenyataan pahit bahwa pria itu duluan yang menyukai Myli, membuat Kayye setres. Hingga tanpa sadar ia menendang kursi kayu dengan kuat. “Auhss. Sialan, sakit sekali kakiku…” Nyeri dan panas yang dirasakannya. Ya begitu lah, karena banyak tingkah. Nyatanya, setiap individu sudah mendapatkan porsinya







