Share

Dijandakan Setelah Melahirkan
Dijandakan Setelah Melahirkan
Penulis: Merpati_Manis

Dipisahkan

Penulis: Merpati_Manis
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 11:59:41

"Mas Bima pasti sedang bercanda, kan?" Dengan suara tercekat di tenggorokan, Larasati bertanya pada Abimana, suami yang menikahinya setahun silam.

Pria dewasa yang berdiri di samping ranjangnya itu lalu melipat kedua tangan di dada. "Aku tidak bercanda, Ra. Kita sudah resmi berpisah dan kamu bisa baca sendiri surat yang tadi telah kamu tanda tangani." Abimana menatap dingin pada wanita yang baru saja melahirkan putranya. Tatapan itu tidak seperti biasanya yang selalu hangat dan penuh dengan cinta. 

Wanita muda yang masih tergolek lemah di ranjang pasien itu menatap nanar lembar putih bermaterai yang tadi dia tanda tangani, di tengah rasa sakit yang mendera. Lembar putih yang ternyata adalah surat cerai, juga perjanjian persetujuan hak asuh sang putra yang baru saja dia lahirkan, pada Abimana. Tangan Larasati bergetar. Dadanya bergemuruh dan air mata seketika luruh tanpa dapat dia cegah.

"Tapi kenapa, Mas? Apa salahku? Kenapa Mas lakukan ini padaku?" cecar Larasati, tetapi Abimana bergeming. 

Pria berkulit kuning langsat itu hanya menghela napas panjang. Dia alihkan tatapannya dari Larasati, istri yang kini telah menjadi mantan. Sejumput rasa iba hadir, tetapi segera dia tepiskan. 

Ruang rawat berukuran sempit tersebut dipenuhi oleh suara isak tangis Larasati. Wanita muda yang baru saja melahirkan itu merasakan perih bukan hanya di area inti tubuhnya, tetapi juga di hati. Dia tidak pernah menyangka sebelumnya, kalau di hari persalinan dia akan mendapatkan kado istimewa seperti ini. 

Abimana masih mematung di tempatnya semula. Tidak ada yang dapat dia lakukan, kecuali membiarkan Larasati menumpahkan semua kesedihannya. Ingatan pria itu tertuju pada masa setahun silam, saat dia melamar Larasati untuk menjadi istrinya. 

"Apa yang Mas Bima katakan barusan serius?" tanya Larasati seraya menatap lekat pria dewasa yang merupakan kekasihnya. Netra indah itu berbinar, menunjukkan betapa bahagia dirinya.

Wanita belia yang sebelumnya tidak pernah mengenal cinta itu benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Abimana. Pria yang baru beberapa minggu dikenalnya. Pria dewasa yang menawarkan hubungan serius pada Larasati Prihatina, wanita berhijab yang hidup sebatang kara. 

"Aku serius, Ra. Nanti sore sepulang dari kantor, aku akan mengenalkan kamu pada orang tuaku," kata pria berkumis tipis itu, sambil menggenggam erat tangan Larasati.

Ya, sekitar tiga bulan lalu, Larasati yang bekerja di sebuah restoran bertemu dengan Abimana. Pria yang memiliki postur tinggi tegap itu sedang ada rapat dengan rekan-rekan kantornya di sana. Pertemuan yang tidak disengaja karena Larasati menabrak Abimana. 

Setelah pertemuan pertama, mereka kemudian sering bersua. Abimana memang sengaja mendekati Larasati, dia menyukai sikap wanita muda itu yang ramah dan bersahaja. Ada saja alasan yang dibuat oleh Abimana ketika berkunjung ke restoran agar gadis manis yang bekerja sebagai pelayan restoran tersebut, tidak curiga padanya.

Kegigihan Abimana dalam mencuri perhatian Larasati, tidaklah sia-sia. Wanita berwajah manis dan berhijab itu mulai merasa nyaman dengan kedekatan mereka berdua. Gayung cinta Abimana bersambut dan setelah enam minggu masa pendekatan, mereka berdua kemudian menjalin hubungan asmara. 

Setelah beberapa minggu mereka berpacaran, Abimana mengungkapkan keinginan dan mengajak Larasati untuk menjalani hubungan yang lebih serius, yaitu ke jenjang pernikahan. Di sinilah mereka berdua saat ini berada, di kafe favorit untuk makan siang bersama dan membicarakan tentang masa depan. Abimana dapat melihat binar bahagia terpancar dengan jelas dari netra indah wanita yang duduk di hadapan. 

"Aku sudah menyiapkan rumah untuk kita, Ra. Rumah itu sudah aku atas namakan kamu. Memang tidak besar, tapi nyaman, dan aku yakin kamu pasti akan betah tinggal di sana," lanjut Abimana, meyakinkan. 

Wanita muda itu semakin tidak dapat berkata-kata. Hanya air mata yang saat ini mewakili perasaan bahagianya. Larasati merasa sangat terharu dengan kesungguhan dan ketulusan cinta Abimana. 

"Tinggal di mana saja asal sama Mas Bima, Lara pasti akan betah, Mas. Lara senang bisa mengenal laki-laki baik seperti Mas Bima. Terima kasih, Mas. Terima kasih karena Mas Bima mau menerima Lara apa adanya." Wanita berhijab itu lalu mengeratkan genggaman tangan Abimana dan nama pria dewasa di hadapan, semakin dalam masuk ke relung hatinya. 

"Lara mencintai Mas Bima," lanjutnya yang kemudian mencium punggung tangan Abimana. 

Pria dewasa tersebut tertegun, sedikit merasa bersalah, dan juga tidak enak hati. Namun, semua hanya sekejap saja karena setelah itu Abimana berhasil memainkan perannya kembali. "Aku juga mencintaimu, Sayang. Sangat mencintaimu." Abimana tersenyum lalu mengecup punggung tangan wanita muda yang merupakan kekasihnya. 

"Maaf, Ra, aku harus balik ke kantor sekarang. Kamu juga harus balik ke resto, kan? Aku antar kamu dulu." Abimana melihat jam tangan mahal yang melingkar di tangan kanannya.

"Iya, Mas," balas Larasati dengan senyuman yang senantiasa tersungging di bibir tipisnya. 

Mereka berdua lalu beranjak, meninggalkan kafe menuju ke parkiran dengan bergandengan tangan mesra. Abimana segera melajukan mobil, setelah memastikan sang kekasih duduk nyaman di sampingnya. Perjalanan yang cukup panjang, terasa sangat singkat jika hati tengah berbunga-bunga. 

"Jangan lupa, bersiap yang cantik untuk nanti sore," pesan Abimana seraya tersenyum, sebelum Larasati turun dari mobil mewahnya. 

Wanita muda itu pun membalasnya dengan tersenyum manis seraya menganggukkan kepala. "Mas Bima hati-hati, ya." Penuh perhatian dan kelembutan, Larasati berpesan, dan dibalas Abimana dengan anggukan.

Abimana melajukan mobil kembali, setelah Larasati berjalan menjauh, dan kemudian melambaikan tangannya. Pria dewasa tersebut menyetir sambil bersenandung ria. Mengisyaratkan bahwa saat ini dia sedang sangat bahagia.

Waktu bergulir terasa begitu cepat. Tanpa disadari, senja pun datang menyapa. Abimana benar-benar memenuhi janjinya. Dia menjemput Larasati lalu dibawa ke rumah yang sudah dia beli untuk kekasihnya.

Kedatangan Abimana beserta seorang wanita muda, disambut hangat oleh kedua orang tuanya yang baru saja datang dari luar kota. Pria dewasa itu lalu mengenalkan Larasati sebagai calon istrinya. Mereka pun nampak sangat setuju dengan pilihan sang putra.

"Kalau kalian sudah saling merasa cocok, kenapa tidak langsung menikah saja?" Laki-laki paruh baya yang memiliki garis wajah mirip Abimana itu menatap sang putra dan Larasati, secara bergantian.

"Benar, Nak. Mumpung papa dan mama ada di sini karena lusa kami harus pulang," timpal sang mama dengan tidak sabar, membuat Larasati berdebar. 

"Kalau Bima, sih, terserah bagaimana Dik Lara saja, Ma, Pa," balas Abimana seraya menatap dalam netra indah kekasihnya. 

"Jika Dik Lara setuju, besok pun Bima siap menikahinya," lanjutnya sambil tersenyum. 

Larasati menatap tidak percaya pada Abimana. Pria dewasa itu menganggukkan kepala, sebagai isyarat bahwa dia serius dengan perkataannya. Larasati kemudian mengangguk dan bersedia menikah dengan Abimana. 

"Mas Bima, ayo!" Suara seorang wanita seusia Abimana yang menggendong bayi, membuyarkan lamunan panjang pria itu. 

"Iya, Sayang. Tunggu sebentar," balas Abimana seraya menoleh ke arah sumber suara. Di sana, sang istri pertama yang sudah menanti sedari tadi nampak tidak sabar. 

"Ra, kamu sudah tahu semuanya, kan? Anak itu akan kami asuh. Jangan khawatir, istriku pasti akan menyayanginya." Abimana mengambil kembali lembar putih dari tangan Larasati dengan sedikit kasar.

"Aku akan mengirimkan salinan surat ini ke rumahmu," lanjutnya seraya menyimpan surat penting tersebut ke dalam map, tanpa menatap wanita yang merupakan ibu dari sang putra. 

"Jadi, Mas Bima menikahiku hanya untuk mendapatkan anak?" Isakan kecil Larasati, berubah menjadi tangis yang menya*yat hati. 

Pria itu menghela napas panjang. "Maafkan aku, Ra. Aku terpaksa melakukannya," kata Abimana tanpa berani menatap Larasati. 

Pria itu segera berlalu meninggalkan Larasati yang hanya bisa terdiam tanpa dapat melakukan perlawanan karena kondisi tubuhnya yang masih sangat lemah, pasca persalinan. Abimana segera berlalu sambil memeluk mesra pinggang sang istri yang menggendong bayi merah, putra Larasati yang baru saja dilahirkan. Sepasang suami-istri itu sama sekali tidak peduli meski sang bayi terus menangis, seolah mengetahui bahwa dia dan ibu kandungnya telah dipisahkan. 

bersambung ...

🌹🌹🌹

Jika kalian suka dengan kisah Larasati, jangan lupa tinggalkan jejak, yah...

Yuk, sambil nunggu kelanjutan kisah Larasati, mampir dulu di ceritaku yang sudah TAMAT 

"Menjadi Candu Guruku" 🥰🙏

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Istriku Ternyata Nakal

    Keesokan harinya, baik Larasati maupun Bara telah bersiap di kamar màsing-masing. Sementara di ruang tamu yang luas, Bu Dini nampak bersemangat menyambut tamu undangan yang jumlahnya terbatas. Ya, Bu Dini hanya mengundang kerabat terdekat dan beberapa rekan bisnis sang putra yang sudah sangat lama menjalin hubungan kerja dengan Bara.Fredy dan pengacara pribadi Bara pun, terlihat ikut sibuk membantu Bu Dini. Mereka harus memastikan bahwa pernikahan dadakan Bara dan Larasati, dapat berjalan dengan lancar. Pengacara Bara juga tetap menyiapkan tim pengamanan karena tidak ingin hal buruk kembali menimpa klien dan keluarganya.Tepat pukul sepuluh pagi, penghulu datang dengan diiringi oleh Jali yang diminta Bu Dini untuk menjemput. Melihat kehadiran penghulu, Bu Dini lalu meminta Fredy untuk memanggil sang putra di ruang kerjanya. Ya, Bara lebih memilih menunggu di ruang kerjanya karena pagi ini, kamar utama sedang didekorasi oleh orang suruhan sang mama.&

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Sabar, Bara

    Setelah kedua tamunya pulang, Bara meminta pada sang mama untuk berbicara empat mata. Bu Dini lalu mengambil alih kursi roda sang putra dari tangan Larasati karena kebetulan Bram rewel dan mencari ibu susunya. Di sinilah mereka berdua saat ini berada, duduk berhadapan di ruang kerja Bara."Ada apa, Bara? Apa kamu mau request hotel untuk malam pengantin kalian besok? Akan mama siapkan," tanya Bu Dini seraya tersenyum menggoda sang putra.Bara hanya membalas dengan decakan. Pria tampan itu masih diam dan belum ingin membuka suara."Mau barapa hari kalian menginap di hotel, hem?"lanjut Bu Dini seraya menelisik wajah putranya."Ma! Kenapa mama ngomongnya udah jauh banget, sampai bahas menginap di hotel segala, sih? Bara 'kan, belum setuju jika pernikahan kami dipercepat seperti keinginan mama tadi!""Kamu pasti setuju, Son, mama tahu itu." Bu Dini masih saja mengulas senyuman menggoda pada sang putra.Bara men

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Menjadi Saudara yang Baik

    Mendengar perkataan istri dari mantan suami yang sepertinya benar-benar menyesali perbuatan di masa lalu, hati Larasati mulai sedikit luluh. Wanita berhijab itu sebenarnya tidak tega juga, melihat Abimana mengalami stress berat yang kini baru dia ketahui bahwa semua terjadi akibat tekanan dari sang istri. Larasati lalu menoleh ke arah Bu Dini untuk meminta pertimbangan."Bu. Apa kita bisa bicara sebentar," pintanya kemudian dan Bu Dini mengangguk, menyetujui."Maaf Pak Kusuma, Nak Lastri. Kami mau bicara sebentar," pamit Bu Dini seraya beranjak.Larasati lalu mendorong kursi roda Bara, mengekor langkah Bu Dini menuju ruang keluarga."Kalau memang Nak Rara keberatan jika Bara mencabut tuntutannya, biarlah proses hukum untuk Abimana tetap dilanjutkan. Ya, meskipun mama tidak yakin, kalau Pak Kusuma akan diam saja dan membiarkan menantunya itu mendekam di tahanan." Bu Dini mengawali pembicaraan, setelah beliau dan Larasati duduk di so

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Penyesalan Istri Abimana

    Siang ini, istri pertama Abimana benar-benar datang ke rumah Bara untuk menemui mantan atasan suaminya. Kedatangan Lastri, tidak berselang lama setelah kepulangan Bara. Dia disambut dengan baik oleh Bu Dini dan sang putra. Sementara Larasati yang merasa tidak berkepentingan, enggan untuk ikut menemui wanita yang pernah menorehkan luka di hatinya.Lastri datang ke kediaman Bara tidak sendirian. Dia datang bersama sang ayah yang merupakan seorang pengusaha terkenal. Tentu saja kedatangan mereka berdua membuat Bara semakin penasaran."Katakan saja langsung, ada perlu apa Mbak Lastri datang menemui saya lagi?" tanya Bara bahkan sebelum sang tamu dipersilakan untuk duduk."Bara. Biarkan tamunya masuk dulu." Lembut Bu Dini mengusap lengan sang putra, meminta kesabaran putranya itu.Bara menghela napas panjang. Dia tidak ingin berbasa-basi dengan orang-orang yang tidak memiliki hati seperti wanita di hadapan. Sementara Lastri dan sang pap

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Niat Tidak Baik

    Waktu terus berlalu. Kini, kondisi Bara sudah dinyatakan membaik dan sudah diperbolehkan pulang, setelah dirawat selama seminggu. Larasati yang setiap hari dengan setia menunggui Bara bersama Bu Dini, menyiapkan semua meski Bara masih saja mengabaikan wanita muda itu."Mbak Rara, ini obat yang harus diminum Pak Bara, ya. Jangan lupa, setiap pagi ajak Pak Bara berjemur untuk mempercepat pemulihan kesehatan beliau," terang suster sambil menyerahkan obat untuk pasiennya itu."Baik, Sus. Akan saya perhatikan," balas Larasati, seraya melirik Bara. Namun, pria yang dilirik memasang tampang dingin dan sama sekali tidak tertarik mendengar perkataan ibu susu sang putra.Larasati hanya bisa menghela napas panjang kemudian. Nampaknya, wanita muda itu harus menambah stok sabarnya. Telah seminggu Larasati mencoba untuk mendekati Bara, tetapi duda satu anak tersebut masih saja bersikap dingin padanya.Sementara Bu Dini yang menyaksikan semua, kemudian

  • Dijandakan Setelah Melahirkan    Maafkan Rara, Mas

    Setelah mengalami kejang-kejang akibat reaksi obat pasca operasi kakinya yang patah, keadaan Bara kembali membaik. Duda satu anak itu juga sudah siuman dan pagi ini telah dipindahkan ke ruang perawatan. Ruangan VVIP yang luas dengan fasilitas terbaik di rumah sakit tersebut.Semalam, Bu Dini, ditemani Fredy dan Dhani dengan setia menunggui Bara. Mereka bertiga menunggu di ruang tunggu yang berada di samping ruang observasi. Sementara Jali disuruh langsung pulang agar jika Larasati butuh sesuatu, sopir pribadi Bara itu siap menemani.Benar saja, pagi-pagi sekali Larasati sudah menyiapkan Bram dan minta diantarkan ke rumah sakit. "Ayo, Mas Jali!" ajak Larasati dengan tidak sabar, membuat Bi Mimin yang ikut mengantarkan sampai teras tersenyum."Hati-hati, Mas Jali," pesan Bi Mimin dan sopir setia Bara itu mengangguk, patuh."Bi. Kami berangkat dulu," pamit Larasati, seraya melambaikan tangan.Sepanjang perjalanan menuju rumah s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status