Minggu pagi diantar Gatot, Ghea nyekar ke makam mama dan papanya. Setengah jam Ghea dan Gatot memanjatkan doa agar arwah pak Prayudi bisa berjalan lancar sesuai tempat yang telah disediakan Sang Pencipta. " Oom Gatot, nanti antar aku ke rumah, tapi oom jangan masuk , tidak usah tunggu. Ada yang perlu Ghea cari sebelum kembali ke Jakarta." " Kapan dik Ghea balik ke Jakarta?" tanya Gatot. " Senin pagi, tapi Ghea tidak mau naik bis atau kereta, takut nanti ada yang menguntit Ghea. " " Siapa yang menguntit dik Ghea?" tanya Gatot. " Tante Joani atau Frenya." " jawab Ghea. " Oom bisa pesankan mobil rental , subuh-subuh Ghea rencana balik ke Jakarta." " Nanti oom antar," jawab Gatot. Ghea tidak menjawab , hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong. Sampai di rumah didapati rumah dalam keadaan sepi, entah kemana tante Joani dan Frenya pergi, dibukanya pintu pekarangan, Fredo asyik cerita dengan temannya di sudut halaman langsung menyambut Ghea. " Mbak, kemana saja? Mama cari mbak
Tiba di kantor, Ghea langsung ketemu Nyali menceritakan semuanya . Nyali heran melihat tingkah Ghea yang sebelumnya waktu mengabarkan ayahnya meninggal ,suaranya terdengar sedih ada tekanan batin di telepon sekarang terdengar normal-normal saja, tekanan batinnya tidak nampak gestur tubuhnya santai-santai saja, juga kesedihan tidak nampak di wajahnya apakah karena kecuekannya membuatnya demikian, batin Nyali menatap Ghea yang terus bercerita sejak meninggalnya papanya di rumah sakit sampai acara tahlilan. Ghea tidak menceritakan saat papanya dalam sakratul maut, Ghea dilamar oleh pak Saputra, itu masih kusimpan, tunggu saat yang tepat, batin Ghea. " Bos belum pernah masuk kantor ? " tanya Ghea menyudahi ceritanya. " Kemarin bos nelpon lagi, marah-marah. Terpaksa aku bilang kamu sedang kedukaan." kata Nyali . " Ya, sudah ! Darimana kamu jadi tempat sampah kemarahannya." kata Ghea. Hari-hari di kantor berlangsung rutinitas yang membosankan, sunyi tanpa ada kemarahan bos, tenang
Ghea sudah mempersiapkan keperluan menginap , pakaian ,makanan ringan, minuman kaleng semua telah disiapkan sejak malam. Semalaman Ghea gelisah , tidak bisa tidur, membolak-balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, mengkhayalkan apa yang akan mereka lakukan di sana dua malam , tiga hari. “ Aku harus buat taktik agar terlepas dari lamaran keluarga Saputra,” bisiknya. “ Apa taktikmu Ghea?” suara hatinya bertanya. “ Aku akan katakan bahwa aku sudah punya pacar.” Bisiknya. Empat puluh malam tinggal sepuluh hari. Matanya menerawang di antara kegelapan kamar , aku akan menyerahkan milikku yang berharga ke oom Gatot. Jika perjodohan kami tetap dipaksakan aku mengeluarkan kartu truf., au katakan bahwa sudah tidak perawan. Bukankah semua laki-laki ingin mendapatkan malam pertamanya seorang gadis yang masih perawan? Ghea bergulat dengan pikirannya membuatnya tidak bisa tidur sehingga nampak pada penampilannya keesokan harinya, meskipun berusaha menutup lingkaran hitam di bawah matanya.
Keluar dari ruang kerja, Ghea menelpon Gatot. “ Yang , masih di Sarinah ?” tanya Ghea. Terdengar jawaban Gatot, “ Saya otw ke kantormu." " Yang, aku sudah mau turun ke lobbi, jangan tunggu dekat kantor. Ghea akan menemui oom di dekat Sarinah.” Tergesa-gesa Ghea keluar ruangannya, berhenti membiarkan bos melewatinya. Ketika hendak masuk lift karyawan sudah ditutup, bos yang mendapat informasi dari sekuriti kembali naik lift VVIP mengajak Ghea masuk dalam lift VVIP. Di dalam lift tidak ada percakapan, Ghea menunduk , berusaha menghentikan debaran jantungnya yang berdetak kencang ketika berada di dekat bos. Dia sempat kagum melihat punggung bos yang tegak dan kokoh, di tengah mengamati punggung bos tiba-tiba bos berbalik menatapnya , mengucapkan kata-kata yang tidak pantas di dengar telinga membuat telinga Ghea bersemu merah dan menatap bos dengan tatapan benci, kesal dan marah. Ketika terdengat TING, dengan napas lega Ghea keluar dari lift, Ghea membungkukkan badannya , mempersi
Saat perjalanan pulang ke rumah Pondok Indah, Galang melihat Ghea berjalan cepat ke suatu tempat, entah siapa yang ingin ditemuinya. Ada sepercik kecurigaan tentang CEO PT. Griya Buidings Sentosa. Gatot adalah CEO PT Griya Buidings Sentosa. Untuk mendapatkan kepastian dia menyuruh mas Gito menguntit Ghea dari belakang. “ Ikuti mbak Ghea. Kemana dia pergi.” Perintah Galang. Tidak lama sosok yang dicurigai muncul, memeluk Ghea dari belakang , Ghea membalikkan mukanya menatap Gatot penuh mesra. “ Mengapa jantungku berdebar , ada rasa cemburu melihat kemesraan mereka,” bisik Galang. Dari balik kaca mobil gelap dia terus mengamati kedua sejoli, Hmm.. ternyata si frigid bisa lumer juga dipeluk Gatot,” katanya menunjukkan seringai kejamnya. “ Hmm.. Gatot tidak akan kubiarkan engkau merebut sekpriku, dia milikku !” desis bos. “ Ada apa pak?” tanya mas Gito. Galang tidak memperdulikan pertanyaan mas Gito, tangan kirinya mengepal kuat, melumatkan gelas kertas berisi kopi Amer
Ghea yang sulit bernapas kemudian kembali normal. Napasnya sudah teratur, suara siul telah lenyap. Bibirnya sudah terlihat memerah. Dilihatnya botol mineral di meja, diambilnya lalu diteguk sampai habis. Galang hanya diam memandang Ghea, kekhawatirannya lenyap. Ghea lalu mengambil jas yang menutupi tubuhnya, dipakainya lalu berdiri. Tiba-tiba tubuhnya oleng, keseimbangannya belum normal, cepat Galang menyangga tubuh Ghea agar tidak roboh. “ Istirahatlah dulu di ruang kerjaku,” bisik Galang. “ Saya mau pulang..” “ Baru jam dua subuh, pasti pintu pagar kostmu masih tertutup.” Kata Galang. “ Bolehkah saya tidur di sini. Saya mengantuk. Bapak pulang saja ke rumah.” Kata Ghea menatap Galang dengan muka permohonan. “ Hum.. boleh.” “ Terima kasih pak.” Karena sudah tidak mampu menghadapi tekanan yang melanda dirinya, Ghea lalu membaringkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya , tidak lama terdengar dengkuran halus. Galang menatap Ghea yang tertidur di sofa, “Semoga dia terti
Ghea mengambil cangkir serta tatakannya, menyesap kopi instan yang setiap hari dibuat untuk bos. Kalau menyeduh kopi instan milik bos, ada keinginan mencicipinya, keharumannya sangat menggoda, Ghea tahu kopi instan setiap bulan dipesan bos ke temannya yang tinggal di Bandung.Kopi instan diracik sendiri , mempunyai aroma khas, tidak dijual di pasaran , hanya untuk kalangan tertentu harganya sangat mahal. “ Kamu siap mendengar ?” tanya Galang. “ Katakan saja apa yang ingin bapak katakan.” Jawab Ghea berusaha menantang bosnya. “ Mari kita menikah.” “ Apa?” Tak sadar cangkir serta tatakan cangkir jatuh meluncur mulai dari dada berakhir di pangkuannya. Ghea menjerit karena panas menjalari tubuhnya. " Ouwww !" jerit Ghea . Melihatnya Galang langsung berdiri membuka jas Ghea, membuka kancing blus , mengambil tissue dan melap kedua bukit yang tertutup bra. Dibukanya bra, melap kopi yang sempat masuk melalui celah bra. Nampak payudara Ghea berubah menjadi kemerahan. “ Biar saya s
Atas permintaan Ghea, Galang tidak mengantar Ghea. Diantar mas Gito, Ghea langsung turun dari mobil mengucapkan terima kasih. " Mas Gito, ini buahnya mas Gito ambil saja." Kata Ghea. " Maaf mbak Ghea, itu bapak berikan kepada mbak Ghea. Kalau saya terima bisa-bisa bos marah." " Baiklah." jawab Ghea pasrah. Di ruang tamu ibu kost duduk menonton televisi. “ Nak Ghea kemana saja , kemarin ada yang mengaku oomnya nak Ghea menanyakan keberadaan nak Ghea. Dia kelihatannya gelisah dan khawatir serta pesan wanti-wanti ke ibu agar Ghea menelponnya jika sampai di tempat kost.” Kata ibu kost. “ Sudah ketemu bu,” bohong Ghea. “ Syukurlah ! Kelihatannya ada berita buruk?” Ibu kost akan menayakan sesuatu, terdengar suara mobil memasuki halaman , Ghea langsung minta pamit,” Bu , saya besok pulang ke Bandung, “ “ Oh, iya 40 hari peringatan ayahmu. Semoga acaranya berjalan lancar.” Jawab ibu kost. “ Nah, itu oomnya datang, mau jemput nak Ghea ?” tanya ibu kost. “ Mari bu, saya pamit.” Jaw