Share

Dijual Ayah, Dipinang Takdir
Dijual Ayah, Dipinang Takdir
Author: Mufid Pandri

Bab 1

Author: Mufid Pandri
last update Last Updated: 2025-10-01 14:38:50

Senja itu menyisakan cahaya jingga. Nadira duduk di teras rumah, meratapi nasibnya. Tatapannya kosong, pikirannya melayang entah ke mana.

Setelah kematian ibunya, Nadira seperti tidak ada tempat bersandar. Beban berat di pundaknya kini di pikulnya sendiri.

Sakit yang diderita sang ibu akhirnya merenggut nyawanya. Bukan ingin menyalahkan takdir, tetapi andai saja biaya itu tidak dipakai ayahnya bermain judi dan mabuk-mabukan, mungkin ibunya bisa di bawa ke rumah sakit besar di kota untuk di obati.

Dengan uang yang sudah di kumpulkan ibunya dengan susah payah dari hasil menjahit yang tidak seberapa itu.

Kini, Nadira hanya tinggal berdua dengan ayahnya.

Suara langkah membuatnya tersadar, ayahnya nya berjalan dengan terhuyung-huyung. Saat ayahnya sudah dekat tercium bau menyengat yang sangat dikenali Nadira. Ayahnya pulang dalam keadaan mabuk lagi. Dia duduk menghempaskan diri di samping Nadira, dengan mata yang merah dan badan sempoyongan.

Nadira sebenarnya sudah lelah menghadapi ayahnya yang setiap hari datang dalam keadaan seperti ini.

Ayah yang seharusnya menjadi tulang punggung dan pelindung keluarga, tapi menjadi ayah yang tidak bertanggung jawab.

"Dira," suara berat dan sesak itu memanggilnya.

"Yah," Dira berusaha menahan tubuh ayahnya yang hampir terjerembab ke tanah. "Kenapa ayah minum lagi, ayah kan sudah janji untuk ti-"

"Diam!" bentaknya, membuat Dira terkejut dan menunduk. Dira menyandarkan tubuh ayahnya ke dinding rumah agar tidak terjatuh.

Hening sesaat setelah membentak Nadira, ayahnya berusaha menegakkan diri dan berkata dengan suara yang seperti putus asa. "Dira, hutang Ayah pada Brama sudah terlalu besar. Ayah tidak sanggup untuk membayarnya..."

Hutang yang dipakai bapaknya untuk mabuk-mabukan dan bermain judi, setiap hari hanya itu yang dilakukan ayah.

Bahkan kalau kalah dan ingin main judi lagi tapi uangnya sudah tidak ada, dia akan mengamuk pada anak satu-satunya itu.

Nadira menatap ayahnya dengan perasaan takut. Nama Brama sudah tidak asing lagi ditelinganya. Semua orang di kampungnya tahu siapa dia. Dia adalah rentenir yang menjerat nasabahnya dengan bunga yang sangat besar.

"Yah, kita pasti bisa cari jalan keluarnya. Aku bisa kerja apa saja asalkan-"

"TIDAK ADA JALAN LAIN!" teriak Surya tiba-tiba, menghantam lantai yang di dudukinya dengan kepalan tangannya. "Brama... Dia bilang kalau kamu mau jadi istrinya, maka hutang Ayah akan lunas."

Nadira terdiam, rasanya dunianya runtuh seketika. Apa yang dikatakan ayahnya langsung menusuk jantungnya, bahkan lebih dalam dari pisau. Itu benar-benar menyakitkan.

"Hanya itu cara agar Ayah selamat..." Surya menarik napas sejenak.

"Besok kamu ikut Ayah menemui Brama, awas saja kalau kamu menolak," lanjut Surya.

Air mata Nadira mengalir tanpa bisa ditahan. Tangisnya pecah. Dia menatap ayahnya dengan iba, seolah memohon agar semua itu tidak terjadi.

Di balik mabuknya, Surya melihat tatapan iba anaknya sebenarnya tidak tega. Tapi hanya ini yang bisa Surya lakukan agar bisa selamat dari jeratan rentenir itu. Brama terkenal dengan kebengisannya, kalau ada nasabah yang tidak bisa membayar dia tidak akan segan-segan melukainya.

Nadira memeluk dirinya sendiri. Dalam hati dia berjanji tidak akan menyerahkan dirinya pada Brama, apapun akan dia lakukan agar tidak menikah dengannya. Menikah dengan lelaki yang lebih pantas di sebutnya "Ayah" itu.

Tapi... apa yang bisa Dira lakukan?

Dia tidak bisa berpikir jernih, sementara besok dia harus bertemu dengan Brama.

"Apa aku pergi saja dari kampung ini?" gumamnya. "Tapi bagaimana dengan Ayah?"

Hatinya galau memikirkan nasib ayahnya jika dia kabur. Sudah pasti Brama akan mengamuk habis-habisan.

Sebenarnya, pergi meninggalkan kampung adalah satu-satunya cara agar Nadira terlepas dari pernikahan. Karena Nadira sadar, bertahan di sini tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Dia juga tidak bisa membayar hutang ayahnya yang sangat banyak itu dalam waktu dekat.

"Tuhan, apa yang harus aku lakukan...?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 10

    Aroma lembut dari bunga segar yang ada di dalam kamar hotel tercium, ketika Vino membuka pintu. Dia menaruh jas di kursi, melepas dasi yang sejak pagi terpasang di lehernya. Lalu menjatuhkan diri ke sofa panjang di dekat jendela, menyandarkan tubuh sambil memejamkan mata. Dari ketinggian, kamar hotel di lantai dua belas. Lampu jalanan terlihat temaran menggambarkan ketenangan. Tetapi, tidak pada pikiran Malvino Saputra. Seorang CEO di perusahaan besar, Putra Corporation. Hari ini terlalu melelahkan, rapat di pabrik yang penuh tekanan. Kepalanya di penuhi oleh tumpukan laporan yang harus dia bereskan. Dan kini, di tengah kemewahan kamar hotel yang sepi, dia ingin menenangkan pikiran. Tiba-tiba ponselnya bergetar di atas meja. Ditatapnya sejenak, terlihat tulisan "Ibu" di layar ponselnya. Dia menghela napas, lalu mengangkat panggilan itu. "Iya, Bu." Suaranya berat, tetapi terdengar tenang. "Vino, kamu di mana sekarang?" "Masih di hotel, Bu. Aku baru pulang dari pabrik. Ada

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 9

    Pagi itu terasa berbeda bagi Nadira. Wajah yang biasanya cemas, kini seperti disinari oleh secercah harapan. Sebelum berangkat dia tidak lupa berpamitan pada nenek. "Nek, terima kasih ya sudah mau menampungku di sini...""Aku tidak akan melupakan kebaikan nenek," lanjutnya.Nenek mengelus lembut pundak Nadira."Iya, sama-sama, Nak. Kamu kerja yang rajin, ya... Kapan-kapan main ke sini lagi."Nadira mengangguk dan tidak lupa menyalami nenek.Dia berjalan dengan langkah ringan menuju pabrik. Meski tubuhnya terlihat lebih kurus karena kurang makan dan kelelahan selama beberapa hari terakhir, langkah tetap penuh semangat.Mulutnya terdengar mendendangkan sebuah lagu sambil berjalan, menandakan bahwa dia kini benar-benar merasa bahagia karena telah mendapatkan pekerjaan sekaligus tempat tinggal."Semangat, Dira. Masa depanmu di mulai hari ini," dia menyemangati dirinya sendiri.****Sesampainya di pabrik, salah satu karyawan menyerahkan seragam dan papan tanda pengenal padanya.Dia berge

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 8

    Pagi itu, pasar tradisional sangat ramai, tidak seperti biasanya. Suara pedagang yang saling bersahutan, aroma ikan asin yang bercampur wangi rempah-rempah, dan langkah-langkah kaki pembeli memadati lorong-lorong sempit.Di tengah keramaian itu, dua orang pria memakai topi dan kacamata hitam berjalan pelan sambil membawa sebuah foto di tangan mereka.Mereka adalah anak buah Brama. Tatapan mereka tajam, meneluauri setiap sudut pasar,, seolah sedang berburu mangsa."Apa ada terlihat gelagat Nadira di sini?" tanya salah satu dari mereka, bernama Tono."Aku tidak melihatnya. Coba tanyakan saja pada orang-orang yang ada di sekitar sini." Jawab temannya, Budi.Tono berjalan sambil merapikan topinya, mendekati ibu penjual sayuran. "Bu, pernah lihat gadis ini? Tingginya segini, rambutnya panjang." Sambil menyodorkan foto Nadira.Ibu itu melihat sekilas dan menggeleng. "Tidak tahu."Budi juga menyusuri arah yang berbeda, menanyakan hal yang sama. "Apa pernah melihat gadis yang dia sebutkan tin

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 7

    Pagi itu, Nadira melangkah dengan tekad yang lebih kuat dan semangat yang menggebu. Walau perutnya hanya di isi dengan gorengan dan teh hangat yang di berikan nenek saat di warung tadi, dia tahu bahwa dia harus kuat. Dengan semangat, dia melangkahkan kaki memasuki warung satu per satu untuk menanyakan pekerjaan.Namun, sampai matahari naik di atas kepala, tidak satupun warung yang mau menerimanya bekerja. Tapi dia tidak menyerah. Kini, dia memasuki warung nasi Padang, menyapa seorang ibu yang sedang menyiapkan pesanan pelanggannya. "Permisi, Bu... Apa di sini butuh pekerja tambahan?" tanyanya sopan. Ibu itu menatap sekilas, lalu menggeleng cepat. "Tidak, sudah ada yang membatu. Cari saja di tempat lain." Nadira menunduk dan berterima kasih. Kakinya kembali melangkah, dengan tubuh yang mulai lelah karena telah berjalan sangat jauh. Saat melewati bangunan besar, matanya menangkap sebuah papan bertuliskan: "Dibutuhkan Karyawan Pabrik Wanita Berusia 18-30 tahun." Dia memberanikan

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 6

    Di rumah megah berhalaman luas, pagi itu terasa mencekam. Ruang tamu yang terlihat sejuk dari luar, namun hawa di dalamnya terasa panas karena amarah yang menggelegar.Brama duduk di kursi empuk berlapis kulit. Sebatang rokok menyala di jarinya, asapnya mengepul pekat di udara. Wajahnya tegang, matanya menyipit seperti mata harimau yang siap menerkam mangsanya.Di hadapannya sudah berdiri seorang anak buah yang bertubuh tinggi dan kurus, menunduk dengan perasaan takut. Kaki dan tangannya gemetar saat menyampaikan laporannya."Bos... gadis itu... sepertinya dia kabur tadi malam..."Kedua alis Brama mengerut."Kabur?" Suaranya berat, namun dingin. "I... iya, Bos. Kami sudah mencari di sekitar rumah dan di sekeliling kampung. Tetangganya dan para penduduk pun tidak melihatnya."Brama menghantam meja di depannyadengan tinju."Brakk!" Hantaman keras itu membuat vas bunga di atas meja terguling hampir jatuh."Berani anak itu kabur dari ku? Dia kira dia bisa sembunyi dari ku?" teriak Brama,

  • Dijual Ayah, Dipinang Takdir   Bab 5

    Nadira melangkah naik ke dalam bus. Kursi keras yang sudah usang itu berdecit saat dia menyandarkan tubuhnya. Perlahan, bus mulai berjalan. Dari kaca jendela yang buram, Nadira menatap jalanan yang mulai menjauh dari kampungnya.Bayangan Bapak yang mabuk dan wajah Brama berkelebat di benaknya. Dia memeluk erat tas lusuh sambil menahan Isak tangis agar tidak terdengar penumpang lain.Sepanjang perjalanan, dia melihat ke luar jendela dengan tatapan kosong. Tanpa sadar, dia tertidur.Cahaya matahari pagi menerobos kaca jendela, menyinari wajah Nadira yang tertidur bersandar di jendela. Wajahnya tampak polos dan pucat.Matanya mengerjap, merasakan kehangatan di wajahnya. Dilihatnya bus sudah memasuki wilayah kota. Membawanya melewati jalan raya besar, gedung-gedung tinggi menjulang, serta papan reklame besar dengan warna-warni mencolok. Nadira menarik napas dalam."Tempat yang akan memberi harapan sekaligus misteri," pikirnya. Entah apa yang akan dia hadapi setelah ini.Bus akhirnya sampa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status