Share

Ciuman Kedua

Tidak biasanya Ghani berdiri menyambut staf baru, biasanya dia hanya melihat dari balik mejanya, tanpa berdiri, berdialok sebentar lalu kemudian dia akan menyuruh staf baru itu keluar untuk segera bergabung dengan timnya. Namun, kali ini berbeda. Ghani berdiri dari duduknya, lantas dia keluar dari balik mejanya dan  mengancingkan jas miliknya. Matanya menyapu Alluna dengan seksama membuat gadis itu merasa rikuh.

“Siapa namamu?” tanya Ghani sebelum Hendra memperkenalkan diri.

“Saya Alluna Pak.”

“Hm, Alluna…Luna…pasti panggilanmu Luna?”

Alluna yang dari tadi jantungnya berdegup-degup tidak terkendali berusaha menahan diri. Gadis itu mengangguk ketika Ghani menyebutkan nama panggilannya. Mata Ghani masih menatapi Alluna, seolah tengah memindai keseluruhan gadis itu, bahkan Luna merasa mata itu seolah menembus sampai ke organ terdalamnya.

Ghani mengulum senyum, lalu dia menggerakkan tangannya pada Hendra, “Hen, kamu keluar dulu, ada yang mau aku tanyakan pada staf baru kita ini.” ucap Ghani yang membuat jantung Alluna semakin berlompatan seperti bola bekel…duh, duh….kok jadi menakutkan gini sih.

Hendra yang berdiri disamping Alluna tampak bingung, ketika Alluna memandang ke arahnya dan tatapan mereka bertemu, terlihat iba di mata Hendra. Seolah mata Hendra berkata bahwa Alluna harus menghadapi masalahnya sendiri. Alluna meringis jeri, rasanya seluruh bulu roma dalam tubuhnya meremang mendadak saking tegangnya.

Hendra menuruti perintah sang Bos, dia segera undur diri dari ruang kantor sang Bos. Meninggalkan Alluna bersama singa dingin di hutan belantara.

Ghani berjalan ke arah mejanya, menyenderkan pinggulnya di sisi meja. Lelaki itu melipat tangannya ke dada sambil menatapi Alluna yang seolah mengkeret berubah menjadi mungil dari ukuran semula.

“Semalam saya mencari kamu..” ucapnya pendek sebagai pembukaan yang sempurna membuat Alluna menghentikan napasnya dua detik. “Kamu ternyata sangat pandai melarikan diri. Mungkin orangtuamu mantan pelari sampai kamu cepat sekali menghilang.” sindir Ghani yang membuat Alluna kaku ditempat.

Alluna menelan ludah, kata-kata seolah menggumpal ditenggorokan dan tidak mampu keluar. Bahasa menjadi macet di kepalanya dan bibir yang biasanya cerewet itu terkunci rapat. Ghani seolah menikmati intimidasi yang dia berikan pada Alluna, bahkan dia dengan santainya melemparkan pandangan tajam ke arah Alluna.

Lalu, dengan santainya Ghani mengambil gagang telepon, menencet tombol yang terhubung dengan sekretarisnya, “Kir, tolong bawakan data Alluna. Dia karyawan baru di divisi Desain Karakter.” setelah berkata begitu,Ghani kemudian meletakkan gagang telepon dan kemudian berdiri kembali masih memandangi Alluna. Ghani tahu, perempuan dihadapannya pasti salah tingkah serta mati kutu berhadapan dengan dirinya. Ghani merasa jumawa juga berhasil menekan gadis nekat yang berani menciumnya di klub.

Tidak beberapa lama Kira masuk sambil membawa kertas data. Sesaat Kira keheranan melihat Alluna yang berdiri dan Bosnya yang duduk bersender di sisi meja. Tanpa disadari, Kira menjadi iba juga melihat posisi seperti itu. Semua orang di kantor tahu seperti apa Ghani Alamsyah. Lelaki lajang kaya, CEO dari Virtual Arc. Galaknya udah kayak anjing helder ketemu pencuri, dan keputusan-keputusannya brilian. Lelaki yang digilai banyak perempuan dan ditakuti para karyawan.

“Ini Pak, data yang bapak minta.” ucap Kira sambil memberikan data Alluna. Ghani mengambilnya, membaca dengan sangat cepat lalu menggerakkan tangannya untuk memberi isyarat agar Kira segera keluar ruangan. Kira pun keluar sambil melemparkan pandangan ke arah Alluna sesaat, kemudian sekretaris itu membuang muka dan keluar ruangan.

“Wel, Alluna Paramita, usiamu 24 tahun, lulusan teknik informatika. Kamu berminat pada desain karakter dan jago dalam gambar dan desain. Ulangtahunmu dua bulan lagi ya.” Ghani membacakan data yang dibawanya kepada Alluna, membuat gadis itu semakin menunduk tak berkutik.

Ghani menurunkan kertas tersebut, lalu kemudian berjalan ke arah Alluna, “Kamu tahu mengapa saya menahan kamu disini berlama-lama?”

Alluna segera menaikkan wajahnya yang sejak tadi tertunduk. Untuk pertama kali dalam sepuluh menit dia di dalam ruangan Ghani, Alluna berani menatap wajah sang bos.

“Pak, Kalau bapak mau membahas masalah malam kemarin, saya benar-benar minta maaf. Itu hanya kejadian tidak sengaja. Beneran deh pak. Kalau saya tahu Bapak yang saya…..” Alluna menghentikan ucapannya, dia menelan ludah yang terasa pahit sebelum melanjutkan ucapannya, “Saya tidak mungkin melakukannya pada Bapak….” jawab Alluna dengan pelan.

“Jadi, kamu akan melakukannya pada lelaki manapun? Begitu maksudmu?” tanya Ghani yang membuat Alluna semakin gelisah dan gugup.

“Bukan begitu Pak, itu sebenarnya hanya game…..game yang saya mainkan bersama teman saya.”

Ghani terlihat tertarik, lalu kemudian dia melipat kembali tangannya ke dada, lalu bertanya, “Game? Game apa?”

“Ya, itu Game truth or dare….” suara Alluna semakin rendah.

Sekarang Ghani mengangguk, “I see. Saya mengerti. Jadi, kamu kalah dalam permainan Truth or Dare dan kamu menerima tantangan untuk mencium lelaki--siapapun itu? Begitu bukan?”

Wajah Alluna berubah memerah karena malu, karena dia tidak memiliki jawaban tepat, Alluna hanya mengangguk.

“Angkat kepalamu Luna…” mendadak dagu Luna ditekan oleh tangan Ghani hingga gadis itu mendongak. “Kalau memang kamu suka Game, aku akan memberikanmu Game serupa dengan Truth or Dare kamu itu. Kamu harus menjawab pertanyaanku, bila jawabanmu tidak tepat. Kamu akan menerima hukumannya. Kamu mengerti kan?”

“Eh, Pak….kok begitu?” Alluna langsung protes.

Mendadak Ghani mencium bibir Alluna membuat gadis itu membeku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status