Share

Bab 2: Tawaran Kerja Sama

“Kay, tunggu dulu!” Yuda segera menahan tangan Khayra yang berlari menjauh dari rumahnya begitu melihat mantan kekasihnya itu. 

“Lepasin!” Khayra menepis tangan Yuda dengan kasar. Mereka tiba di taman yang tampak sepi, tak jauh dari kediaman gadis itu. 

“Kay, maafin aku. Malam itu terjadi begitu saja. Aku khilaf, aku terpengaruh alkohol saat itu, Kay.” Yuda berusaha membujuk Khayra dan menjelaskan semuanya.

 “Ya, dan khilafmu itu sudah membuat dampak sejauh ini, Yud!” Khayra menyeka air matanya. Tubuhnya bergetar hebat, sekuat tenaga dia menahan dirinya untuk tidak memukul pria di depannya. 

 “Aku tahu. Ini benar-benar di luar dugaan. Padahal aku sudah memakai pengaman—” Yuda tersadar akan apa yang baru saja dia katakan. 

Khayra memalingkan wajah seraya menyeka air mata di pipinya. “Kamu bisa menyembunyikan api, tapi tidak dengan asapnya, Yud. Entah memang efek mabuk atau tidak, sempat-sempatnya ingat memakai pengaman!” ucap Khayra benar-benar marah pada pria di depannya itu.

“Kita mau menikah dua bulan lagi, loh, Yud. Bisa-bisanya kamu melakukan hal ini, sampai membuat Ziya hamil. Di mana sebenarnya otak kamu?!” tanya Khayra yang tidak bisa menahan amarahnya lagi.

“Tega banget kamu lakuin ini sama aku. Apa kamu benar-benar tidak bisa menahan diri kamu? Ziya itu sepupu aku!” ucap Khayra membuat pria di depannya itu menundukkan kepalanya. 

Kali ini Yuda benar-benar tidak bisa mengelak dan mencari alasan untuk membela dirinya.

“Sebenarnya apa kurangnya aku? Selama ini hubungan kita selalu harmonis tanpa ada masalah. Apa aku kurang mengerti kamu? Apa aku kurang memberikan perhatian padamu, Yuda? Tolong jawab, jangan hanya diam saja! Setega ini kamu sama aku, Yud!” bentak Khayra dengan tangis yang pecah.

Yuda tiba-tiba saja bersujud dengan memeluk kaki Khayra. “Ampuni aku, Kay. Aku tahu aku sadar, aku khilaf,” ucap Yuda.

Khayra menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya kasar. Sakit sekali hatinya, pria yang sudah dia kenal bertahun-tahun, tega melakukan hal ini dengan adik sepupunya sendiri.

Khayra berjalan mundur hingga pegangan Yuda terlepas. “Mulai saat ini, hubungan kita sudah berakhir. Nikahi saja Ziya, dan bertanggung jawablah atas perbuatanmu,” tangis Khayra kembali pecah. Wanita itu melepaskan cincin pertunangan mereka dan menjatuhkannya tepat di depan Yuda. 

“Pergilah, aku sudah ikhlas. Dan aku tidak ingin melihatmu lagi. Sekarang jalani saja jalan kita masing-masing. Kamu di jalanmu, lakukan apa pun yang kamu mau. Dan aku di jalanku dengan tujuanku sendiri,” ucap Khayra dengan suara yang lebih tenang.

“Pesanku hanya satu untukmu. Cukup aku wanita terakhir yang kamu buat hancur, sehancur-hancurnya.”

Setelah mengatakan itu, Khayra beranjak pergi meninggalkan Yuda yang masih di posisinya.

Khayra keluar dari area taman dan berjalan menyusuri trotoar, dia tidak tahu akan ke mana, dia tidak memiliki tempat untuk pulang. 

Saat itu terdengar petir dan suara geluduk yang kencang. Khayra menghentikan langkahnya, dia menengadahkan kepalanya ke langit gelap. 

Sampai terasa tetes demi tetes jatuh ke wajahnya, semakin lama tetesan itu semakin deras dan mengguyur tubuh Khayra hingga kini pakaian dan seluruh tubuhnya basah kuyup. Khayra tidak beranjak dari tempatnya, dan membiarkan air hujan mengguyur tubuhnya.

Dia yang sedang menengadahkan kepala ke langit dengan memejamkan kedua matanya, tertegun saat tidak merasakan ada air yang jatuh ke wajahnya. Kemudian Khayra membuka matanya dan tatapannya bertemu dengan sorot mata tajam milik seorang pria yang sedang memegangi payung berwarna hitam dan memayungi Khayra.

 “Pak Kaivan?” panggil Khayra cukup kaget melihat atasannya ada di depannya.

 “Apa kamu anak TK?” tanya Kaivan dengan nada datarnya. “Hujan-hujanan di pinggir jalan.”

 Khayra mencibir pada Kaivan. “Apa urusannya dengan Bapak? Tinggalkan saja saya sendiri,” ketus Khayra yang merasa malu sekaligus kesal. Bisa-bisanya saat galau seperti ini, dia bertemu dengan Kaivan.

“Naik ke mobil,” ajak Kaivan.

“Tidak mau. Saya bisa pulang sendiri,” jawab Khayra.

“Oh, kamu mau saya kasih tugas mendata berkas yang di gudang penyimpanan?” tanya Kaivan membuat Khayra mengernyit bingung.

“Anda bahkan tidak bisa membedakan mana jam kerja dan mana jam di luar kerja,” ucap Khayra berjalan melewati Kaivan. Tetapi pria itu menahan pergelangan tangannya, membuat gadis itu menoleh dengan tatapan tajam.

“Ada apa sih, Pak? Saya mau pulang,” ucap Khayra berusaha melepaskan tangannya.

“Naik ke dalam mobil. Saya perlu bicara,” ucap Kaivan penuh penekanan.

“Pak, bisa kita bahas masalah pekerjaan besok saja?” 

“Naik ke dalam mobil!” perintah Kaivan tidak ingin ditolak. 

Karena mendengar suara penuh penekanan dari Kaivan, Khayra malah menangis meraung di sana dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan. Kaivan dibuat kelabakan di sana.

“Khayr, kenapa malah nangis? Saya hanya minta kamu naik ke dalam mobil, apa susahnya?” tanya Kaivan yang kebingungan untuk meredakan tangis Khayra. 

Jujur saja, Kaivan merasa malu, mereka ada di pinggir jalan utama. Banyak kendaraan berlalu lalang dan melihat ke arah mereka berdua yang terlihat lebih mirip pasangan kekasih yang sedang bertengkar.

“Jangan menangis di sini, Khayr. Cepat naik ke dalam mobil,” pinta Kaivan yang tidak tahu cara menenangkan seorang wanita. 

“Apa salah saya? Kenapa Bapak membentak saya? Hiks ... kenapa kalian setega ini sama aku … sakit banget tahu rasanya,” isak Khayra.

Kaivan yang sudah tidak bisa berpikir jernih, ditambah banyak yang melihat dan merekam adegan mereka, tanpa banyak kata, Kaivan menggendong Khayra ke pundaknya seperti karung beras.

 “Lepaskan aku!”

 “Diam, Khayr. Kamu mau kita dibawa ke kantor polisi karena dituduh penculikan?” tanya Kaivan penuh penekanan setelah mendudukkannya jok mobil.

“Siapa suruh maksa!” jawab Khayra dengan ketus.

“Pakai sabuk pengamannya, Khayr.”

“Pak, nama saya Khayra loh, sudah bagus itu. Nama pemberian orang tua saya. Kenapa Bapak memanggil saya Khayr? Kayak anak cowok,” keluh Khayra melipat kedua tangannya di dada.

“Jangan banyak protes. Terserah saya mau panggil kamu apa. Lagian saya bukan Bapakmu, jadi jangan terus memanggil Bapak,” protes Kaivan membuat Khayra mendelik ke arah pria itu.

Dengan kesal Khayra memakai sabuk pengamannya.

“Saya tahu masalah yang kamu dan Yuda alami,” ucap Kaivan membuat Khayra cukup kaget.

“Bapak kenal Yuda dari mana?” tanya Khayra terheran-heran.

“Saya bukan Bapak kamu Khayra, apa kamu tidak dengar?” protes Kaivan membuat Khayra mencibir pelan.

“Bagaimana k-kamu mengenal Yuda?” tanya Khayra, merasa agak canggung.

“Dia sepupuku,” ucap Kaivan membuat Khayra kaget bukan main. 

“Se-sepupu kamu?” tanya Khayra sangat kaget.

“Ya, benar. Jadi kamu wanita yang ditinggalkan olehnya karena wanita lain?” tanya Kaivan dengan nada datar.

“Sepertinya kamu puas sekali,” sindir Khayra menatap keluar jendela.

Kaivan terkekeh di sana dan itu jelas membuat Khayra menoleh ke arahnya. Ini pertama kalinya dia mendengar tawa atasannya yang super dingin dan galak.

“Kenapa menatapku sehoror itu?” tanya Kaivan bingung dengan tatapan Khayra.

“Kaget saja. Saya pikir Bapak kesambet kuntilanak di pohon besar tadi,” jawab Khayra asal.

“Hus! Kalau ngomong itu nggak pernah disaring,” tegur Kaivan.

“Ya karena saya bukan teh yang harus disaring,” jawab Khayra membuat Kaivan memilih diam beberapa saat. 

“Saya tahu masalah kamu dan Yuda. Bagaimana rasanya dikhianati oleh kekasih dan sepupumu sendiri?" 

Wanita itu menoleh ke arah Kaivan dengan tatapan tajam. “Sepertinya Anda sangat senang melihat penderitaan saya.”

Kaivan terkekeh kecil. “Kamu itu sungguh naif, Khayra. Makanya orang dengan mudah memanfaatkan dan mengkhianatimu.” 

Khayra tidak mengatakan apapun sampai Kaivan kembali melanjutkan. “Saya ada penawaran menarik untukmu, mau coba?” 

Cukup lama Khayra terdiam, dia tidak percaya akan usulan Bos yang sering marah-marah di kantor.

“Kenapa? Kamu meragukanku?” tanyanya sambil menatap Khayra tepat di manik mata.

“Menikahlah denganku, maka akan kubantu kamu balas dendam pada mereka. Akan kubuat pria yang sudah mengkhianatimu itu menyesal sudah menyakitimu,” ucap Kaivan. “Tetapi sebagai gantinya, kamu harus membantuku melahirkan keturunan.”

Degh!

“A-apa?!” 

Comments (13)
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
wah, udah diincar sang bos ternyata
goodnovel comment avatar
Megarita
woww tawaran menggiurkan
goodnovel comment avatar
Weka
nggak pake tapi kalo aku mah
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status