Share

Bab 5

Penulis: Firsyaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-16 07:26:01

"Zafran, kamu apa-apaan sih, maen mukul orang sembarangan?" teriak Fla dengan sorot mata penuh  kebencian.

"Ngapain dia ada di sini? Mau godain kamu, iya?" balas Zafran dengan nada sedikit naik seraya menatapku sebentar.

"Bukan urusanmu, kamu tidak punya hak mencampuri urusanku," balas Fla sambil mendorong dada Zafran.

Zafran terdiam, mungkin merasa omongan Fla benar adanya, dia tidak punya hak mengatur hidup Fla lagi setelah kemarin sudah mencampakkannya dan lebih memilih sahabat Fla.

Aku tidak pernah menyangka akan berada di tengah situasi seperti ini. Udara sore yang biasanya menenangkan, kini terasa panas. Tubuhku masih sedikit gemetar akibat pukulan Zafran yang tiba-tiba menghantam wajahku beberapa menit lalu. Aku merasakan rasa logam dari darah yang merembes di sudut bibirku, tapi yang lebih menyakitkan adalah tatapan Zafran. Cemburu, marah, dan mungkin ... penyesalan. Semua tergambar jelas di wajahnya.

"Biar aku seka darahnya," ucap Fla mendekat ke arahku sambil menyeka darah di ujung bibirku dengan sapu tangannya yang ia keluarkan dari saku bajunya.

"Terima kasih ya, Fla," balasku lirih menahan sakit akibat pukulan Zafran yang begitu kuat. Aku pasrah menerima perhatian dari Fla.

Fla tersenyum manis untukku, dia memang manis dan lembut.

Sentuhan lembutnya sedikit menenangkan hatiku yang bergejolak. Namun, tindakan Flavia ini justru membuat Zafran semakin geram. Aku bisa melihat rahangnya mengeras, matanya membara dengan kecemburuan.

"Fla," Zafran akhirnya memecah keheningan dengan suara serak. "Aku datang ke sini bukan untuk membuat keributan. Aku cuma ingin meminta maaf."

Meminta maaf? Aku hampir tidak percaya mendengarnya. Setelah semua yang Zafran lakukan, dia berani datang ke sini dan berharap Flavia memaafkannya? Tentu, aku bisa mengerti rasa penyesalan, tapi apa yang dia lakukan pada Flavia adalah sesuatu yang jauh dari sekadar kesalahan. Dia bukan hanya meninggalkannya, dia menghancurkan hati Fla.

"Aku tahu aku salah, Fla," lanjut Zafran. "Aku meninggalkanmu dan menikahi Aurellia, tapi ... aku harus jujur padamu. Aurellia sudah hamil tiga bulan saat aku menikahinya. Aku ... aku tidak punya pilihan lain."

Mendengar pengakuan itu, Flavia tertegun. Wajahnya pucat, seolah seluruh udara di paru-parunya terhenti. Aku ingin memeluknya, menenangkannya, tetapi aku tahu ini adalah momen yang sangat pribadi. Dia membutuhkan ruang, meski aku ingin sekali berada di sana untuk melindunginya.

"Aku tidak perduli dengan penyesalanmu, Zafran," kataku, suaraku lebih tajam dari biasanya. "Tapi jangan datang ke sini dan berharap Flavia akan memaafkanmu begitu saja apa yang sudah kau lakukan. Kau sudah mempermainkan perasaannya, dan itu tidak bisa dimaafkan begitu saja."

Zafran menatapku dengan tatapan tajam, penuh amarah. "Ini bukan urusanmu, Alessandro. Ini antara aku dan Flavia."

Aku melangkah maju, menatapnya dengan penuh ketenangan meski hatiku bergejolak. "Setelah apa yang kau lakukan padanya, aku rasa ini sudah menjadi urusanku. Kau menyakiti wanita yang sangat aku perdulikan, dan aku tidak akan membiarkanmu terus mempermainkannya."

Suara Ibu Mireya terdengar dari arah dalam rumah. Pintu depan terbuka dengan cepat, dan Ibu Mireya berdiri di ambang pintu, wajahnya tegang. "Apa yang terjadi di sini?"

Flavia yang dari tadi terdiam, menoleh ke arah ibu tirinya. "Zafran," jawabnya pelan, matanya masih bergetar. "Dia datang ... untuk meminta maaf. Tapi dia sudah memukul Dokter Ale."

Ibu Mireya melangkah keluar, wajahnya berubah marah ketika melihat Zafran. "Apa yang kau lakukan di sini? Setelah semua yang kau perbuat pada Flavia, kau masih punya keberanian datang?"

Zafran terlihat gelisah di hadapan Ibu Mireya. "Bu Mireya, saya ... saya hanya ingin minta maaf, saya aku saya memang salah sudah mengkhianati Fla."

"Minta maaf?" Ibu Mireya mendekatinya dengan langkah tegas. "Kau meninggalkan putriku, memilih wanita lain, dan sekarang kau datang ke sini  untuk meminta maaf? Apa kau pikir kami akan menerimamu begitu saja?"

Aku bisa merasakan hawa tegang semakin memuncak di antara kami. Zafran menunduk, kelihatan benar-benar terpojok. Namun, sejenak aku bisa melihat sesuatu yang samar di balik matanya—penyesalan.

Meski aku tidak suka melihatnya menyakiti Flavia, aku juga tahu bahwa Zafran sedang berjuang dengan dirinya sendiri. Sayangnya, itu tidak mengubah apa yang telah dia lakukan.

Aku menatap Flavia yang berdiri diam di sampingku. Wajahnya masih tidak terbaca, mungkin masih terlalu terguncang oleh semua ini.

"Zafran, pulanglah." Suara Flavia akhirnya pecah. Lembut, tapi tegas. "Tidak ada yang perlu kau jelaskan lagi. Aku sudah tahu semuanya, dan tidak ada yang bisa diperbaiki. Dan tolong, jangan usik hidupku dan jangan pernah muncul di hadapanku!"

Aku melihat Zafran menarik napas panjang, seolah kata-kata Flavia memukulnya lebih keras daripada yang dia duga. Namun, dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia menatapku sejenak, mungkin berharap aku akan melakukan sesuatu—tapi aku tetap berdiri diam, menunjukkan bahwa Flavia punya hak penuh atas keputusannya.

Zafran perlahan berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan kami dalam hening. Begitu dia hilang dari pandangan, aku merasakan ketegangan di tubuhku perlahan mengendur. Tapi keheningan ini tidak nyaman. Terasa ada sesuatu yang belum selesai.

Aku menoleh ke arah Flavia. "Kau baik-baik saja?" tanyaku lembut, berharap bisa membaca pikirannya.

Flavia tidak langsung menjawab. Dia menatap tanah sejenak, kemudian menghela napas panjang. "Aku tidak tahu, Dokter Ale ... rasanya terlalu banyak hal terjadi sekaligus."

Aku mengangguk, mendekatinya sedikit. "Aku di sini kalau kau butuh bicara, Fla. Kau tahu itu, kan?"

Dia menatapku dengan mata yang lelah tapi penuh rasa syukur. "Aku tahu. Terima kasih,  Dokter Ale."

Namun, sebelum aku bisa mengatakan apa-apa lagi, suara Ibu Mireya kembali memecah keheningan. "Flavia, Dokter Ale, masuklah. Ibu mau bicara!"

Apa yang akan Ibu Mireya bicarakan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 63

    "Benar, Mas. Kamu kan, Dokter, kamu pasti tahu caranya mengecek makanan untuk memastikan apakah ini aman atau enggak," sela Fla kemudian.Sang suami mengangguk lalu segera mengambil alat penguji makanan.Tatapannya penuh keteguhan. Ia sudah kehilangan Flavia sekali, dan ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.Di luar, hujan semakin deras, seolah ikut menciptakan ketegangan di dalam rumah itu.Sore itu, di dapur rumah besar keluarga Dokter Alessandro, suasana mendadak mencekam. Di atas meja, ada dua bungkus rujak buah dan asinan yang baru saja diterima dari orang tak dikenal. Alessandro—seorang dokter berpengalaman—menggunakan alat khusus untuk menguji kandungan makanan tersebut.Flavia, istrinya yang tengah hamil empat bulan, berdiri di sampingnya dengan ekspresi tegang. Pak Maximus, satpam yang berjaga di rumah itu, ikut menyaksikan dengan waspada.Beberapa detik kemudian, alat uji berbunyi nyaring. Alessandro menatap hasilnya, lalu menoleh ke arah Flavia dengan wajah menger

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 62

    Perlahan Dr. Ale membukanya dengan dahi yang mengernyit."Jika aku tidak bisa memilikimu, maka tak seorang pun bisa."Alessandro menatap surat itu dengan rahang mengeras, sementara Flavia yang membacanya di sampingnya merasakan ketakutan menjalari tubuhnya.Mereka berpikir semuanya telah selesai. Tapi ternyata, badai baru saja dimulai."Valeri ... kau sungguh tidak waras. Aku dulu serius sama kamu, tapi kamu malah menduakan aku. Bahkan, sampai hamil dengan pria itu. Gimana bisa aku memaafkan pengkhianatan seperti itu? Kalau belum ada anak, mungkin aku bisa," gumam dr. Ale yang masih bisa didengar sang istri di sampingnya."Valeri benar-benar nekat ya, Mas. Dia gak takut apa kalau nanti kita laporkan dia ke polisi," sahut Fla menambahi."Dia sering mendapat kekerasan dari suaminya, dan pernah bilang kalau dia gak bahagia karena suaminya kasar dan temperamen. Hingga mungkin dia sekarang baru menyesali perbuatannya hingga sampai kehilangan kewarasannya," papar sang suami sambil merengkuh

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 61

    Flavia duduk di tepi ranjang, tangannya refleks membelai perutnya yang mulai membesar. Senyum kecil terbit di wajahnya, membayangkan kehidupan baru yang sedang tumbuh di dalam rahimnya. Namun, ketenangan itu seketika pecah saat sebuah notifikasi masuk ke ponsel suaminya, Dr. Alessandro, yang tergeletak di atas nakas.Flavia menoleh. Biasanya, ia tidak pernah iseng membuka ponsel suaminya, tetapi ada sesuatu dalam hatinya yang mendorongnya untuk melihat pesan itu. Dengan sedikit ragu, ia meraih ponsel itu dan membuka aplikasi biru yang menampilkan pesan masuk dari Valeri.Sang suami yang berparas rupawan itu tengah di dalam kamar mandi dan baru saja masuk.Darahnya seketika membeku. Sebuah video berdurasi lima menit terlampir dalam pesan itu. Jantungnya berdebar kencang saat jarinya dengan gemetar menekan tombol putar.Di layar, terlihat suaminya—pria yang begitu ia cintai—berada di sebuah apartemen. Bajunya terlepas, dan di hadapannya ada Valeri yang hanya mengenakan gaun tidur tipis.

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 60

    Hari ini adalah hari yang dinantikan. Setelah beberapa hari dirawat akibat kecelakaan yang menyebabkan tangan kanannya patah, akhirnya Dr. Alessandro bisa pulang. Meski kondisinya belum sepenuhnya pulih, dokter sudah mengizinkannya menjalani rawat jalan di rumah.Dr. Severino—adik Alessandro yang kini bertugas di Jakarta—datang untuk menjemputnya. Mereka memang sangat dekat, meskipun jarak memisahkan mereka karena tugas masing-masing. Saat Sever mengurus administrasi di resepsionis, Alessandro duduk di kursi roda sambil menghela napas panjang."Sudah nggak sabar pulang, ya?" tanya Sever sambil tersenyum setelah selesai dengan administrasi."Jelas," jawab Alessandro. "Kasihan Flavia, dia sendiri sedang hamil , masih harus mengurusku juga."Sever mengangguk paham. Ia tahu betapa besar cinta Alessandro pada istrinya. Flavia bukan hanya sedang hamil, tapi juga memiliki keterbatasan pada kakinya akibat kecelakaan yang dialaminya dulu. Tapi semua itu tak membuat Alessandro mencintainya kur

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 59

    Ruangan ini masih berbau obat dan antiseptik khas rumah sakit. Aku duduk di kursi sebelah ranjang Dr. Ale—suamiku—yang terbaring dengan tangan kanannya dibalut gips. Kecelakaan itu hampir merenggut nyawanya. Sialnya, semua ini diduga karena satu orang, Zafran.Aku menghela napas berat, menatap wajah suamiku yang pucat. "Jadi, kamu yakin kalau Zafran yang menyebabkan kecelakaan ini?" tanyaku, mencoba menahan emosi yang mulai menggelegak.Dr. Ale menatapku dalam. "Aku tidak bilang yakin, tapi aku menduga dia melintas mendadak di depanku. Aku refleks banting setir dan..." Ia menggantungkan kalimatnya, seolah mengingat kembali momen mengerikan itu.Tanganku mengepal di atas pangkuan. "Kalau memang dia sengaja, aku tidak akan tinggal diam."Dr. Ale tersenyum tipis. "Jangan gegabah, sayang. Ini masih dugaan."Dugaan atau bukan, aku tahu bagaimana Zafran dan Aurellia. Mereka sudah cukup menyakiti aku di masa lalu. Sekarang mereka kembali muncul dan membawa malapetaka lain."Kamu tenang, jaga

  • Dikhianati Mantan, Dijerat Dokter Tampan   Bab 58

    Kabar Tak TerdugaFlavia merasa dunianya berputar saat mendengar kabar mengejutkan itu. Dr. Alessandro, suaminya yang penyayang dan selalu sabar menghadapi segala keadaan, mengalami kecelakaan. Tangan Flavia gemetar, bibirnya bergetar tanpa kata, dan kakinya terasa lemas. Dengan segera, ia gegas turun ke lantai bawah, niatnya untuk memberi tahu mertuanya, Ibu Sofia dan Bapak Maximus.Namun, langkah Flavia terhenti di depan pintu kamar mertuanya. Ia berdiri di sana, mondar-mandir dengan cemas. "Bagaimana cara mengatakannya? Aku gak enak malam-malam gini ganggu. Bagaimana kalau mereka syok?" pikirnya sambil menghela napas panjang. Ia menggigiti ujung kukunya, dadanya naik turun tidak karuan.Severus, adik iparnya yang berusia 30 tahun, muncul dari arah dapur. Ia membawa segelas air, tetapi langkahnya berhenti ketika melihat Flavia yang tampak panik di depan pintu kamar ibunya."Kak Flavia?" tegurnya dengan alis terangkat. "Kenapa mondar-mandir di situ? Ada apa sih, kelihatannya pani

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status