Share

Kenyataan Pahit

Author: Brata Yudha
last update Last Updated: 2025-07-16 14:55:08

Hati Kemuning langsung bergemuruh Hebat. Berbagai macam pikiran buruk membayangi pikirannya. Ia bergegas menuju pintu kamar kos Anggi dan mengetuknya dengan keras—lebih terkesan seperti menggedornya. 

Ibu sambung kemuning tersentak kaget sekaligus bingung. "Pelan-pelan dong, Ning. Kamu ini kayak apa aja malam-malam ketuk pintu orang kencang-kencang," tegurnya. 

Wajah Kemuning semakin resah karena Anggi tak kunjung membukakan pintu. Ia lalu menunjuk ke arah sepeda motor yang diyakininya milik Eko, sang kekasih. 

"Itu motornya Mas Eko, Bu." 

Sang ibu ikut menoleh. Ia terdiam sesaat. Sepeda motor itu memang tampak familiar. Ya, Eko pernah bertamu ke rumah mereka. Tapi...

"Ah, mungkin hanya kebetulan aja, Ning. Motor kayak punya si Eko kan banyak yang punya," kata ibunya yang ternyata lebih memilih berbaik sangka kepada Anggi. Lagi pula, mana mungkin sih puteri kandungnya itu berbuat yang macam-macam. Anggi kan anak baik. 

"Tapi kayak sama persis, Bu. Coba lihat cat di bodi motor itu, Kemuning ingat motor Mas Eko catnya juga mengelupas sedikit di bagian itu." 

Ibunya menghela nafas. "Coba kamu lihat platnya aja. Sama apa nggak?" 

Kemuning menggeleng pelan. Bukan karena nomor platnya tidak sama, tetapi karena ia memang tidak menghapal plat nomor kendaraan sang kekasih. 

"Nggak tahu, Bu." 

"Berarti belum tentu itu motor Eko. Ngapain juga dia datang ke kosan adik kamu, Ning." 

Kemuning tidak menjawab. Ia terus mengetuk pintu kamar kos Anggi dengan harapan ucapan ibunya memang benar. Meskipun tak bisa dipungkiri ia benar-benar tak tenang karena pikirannya sudah kemana-mana. 

"Kamu itu jangan suka suudzon sama adik—" Belum sempat ibunya selesai bicara, pintu kamar kos Anggi akhirnya terbuka. Membuat perhatian mereka langsung teralih ke arah pintu. 

Di ambang pintu, Anggi tampak terkejut bukan main. Penampilannya cukup berantakan dengan rambut yang agak kusut, lipstik sedikit belepotan dengan bibir lumayan bengkak, dan baju tidur yang seolah dipasang dengan tergesa-gesa.

Deg! 

Jantung Kemuning rasanya berhenti berdetak untuk sesaat. Ketakutan yang semula hanya dugaan, kini perlahan-lahan menjelma jadi kenyataan.

Jangan-jangan... Eko memang berada di dalam kamar kos Anggi. 

"Loh, kalian kok di sini?" tanya Anggi. 

Tak ada kehangatan dalam nada bicara Anggi. Wajahnya justru menunjukkan kekagetan dan ketidaknyamanan atas kehadiran Kemuning dan ibunya sendiri.

Kemuning mencoba untuk tetap tenang. Ia menunjuk sepeda motor tadi. 

"Nggi, itu motor siapa? Kok kayak motornya Mas Eko? Apa Mas Eko ada di sini?" tanya Kemuning dengan suara bergetar.

Anggi tak langsung menjawab. Sorot matanya berubah gelisah. Sejenak, keheningan menggantung tegang di udara.

"Nggi?" Kemuning memanggil lagi, kini lebih lirih.

Tiba-tiba... suara lelaki terdengar dari dalam kamar.

"Siapa, Nggi?"

Kemuning membeku. Suara itu... suara itu adalah milik Eko.

Dan benar saja—detik berikutnya, Eko muncul dari balik pintu. Dengan mata kepalanya sendiri, Kemuning menyaksikan pria itu keluar dari kamar adiknya. Baju kemeja Eko terbuka hingga dada, lehernya penuh bekas merah mencurigakan. Panik, Eko buru-buru mengancingkan bajunya.

Kemuning menatapnya nanar. Tubuhnya terasa lumpuh. Dunia seperti berhenti berputar sesaat. Ia bahkan hampir tak mendengar detak jantungnya sendiri.

Ia beralih menatap Anggi... dan baru menyadari bahwa leher gadis itu pun... penuh dengan bekas yang sama. Tanda-tanda yang tak bisa dibohongi. Di wajah mereka, peluh masih membasahi pelipis—jejak yang terlalu jelas untuk disangkal.

Hancur. Hati Kemuning remuk redam.

"Mas... kamu ngapain di sini?" suaranya lirih, berlumur luka. 

Eko tampak salah tingkah.

"A-aku... aku cuma bantuin Anggi ngerjain tugas," katanya terbata, jelas-jelas menunjukkan kebohongannya.

Kemuning tersenyum kaku, tak menyangka akan mendapat jawaban semacam itu. Sekarang, ia yakin sepenuhnya kalau kedua orang tersebut telah mengkhianatinya. 

"Kamu hebat ya Mas, masih bisa ngeles padahal udah kepergok. Malam-malam kayak gini ngerjain tugas apa coba?"

"Kamu kok langsung nuduh aku sih, Ning?" sahut Eko tak terima, mencoba membalikkan keadaan.

Hati Kemuning semakin nyeri. Bisa-bisanya Eko malah playing victim. 

"Aku nggak nuduh. Kamu bilang malam Minggu ini nggak bisa ketemu karena lagi sibuk. Karena mau antar Pak Komandan ke luar kota. Tapi ternyata... kamu sibuk sama adik aku ya, Mas?"

Mungkin karena melihat kekecewaan dan raut wajah Kemuning, Eko mulai panik. "Ning, itu, aku bisa jelasin. Sebenarnya...." 

Anggi yang sejak tadi mendengar percekcokan di antara Eko dan Kemuning tiba-tiba mendengus kasar. 

"Iya, Mbak. Aku sama Mas Eko emang ada hubungan." 

Kemuning terpaku. Rasa kaget menghantamnya. Meskipun sudah bisa menebaknya, tetapi mendengar pengakuan langsung dari sang adik, membuat hatinya serasa dihujam sebilah pis4u taj4m. Begitu nyeri dan sakit. 

Dan sebelum ia bisa berkata apa-apa, Anggi kembali menyiram luka. 

"Dan apa pun yang Mbak pikirkan tentang apa yang barusan kami lakukan, itu benar." 

Kemuning terdiam. Nafasnya terhenti. Seketika seluruh tubuhnya lemas. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Nikah Kontrak

    Kemuning mendongak. Napasnya ngos-ngosan. Di matanya, tergambar ketakutan luar biasa hingga wajahnya pun pucat pasi. Matanya bergerak gelisah. Begitu melihat kalau orang yang ia tabrak adalah Samudra, entah mengapa membuat Kemuning merasa ingin meminta perlindungan. "Tolong... tolong bantu saya pergi dari sini," pinta Kemuning lirih dengan suara bergetar. Samudra terpaku saat Kemuning tiba-tiba memeluknya begitu erat. Ia dapat merasakan tubuh perempuan itu gemetar hebat. Ketakutan tergambar nyata di wajah Kemuning. "Kamu kenapa?" tanya Samudra bingung. "Itu dia, Mami!" seru seorang pria menunjuk ke arah Kemuning yang masih memeluk Samudra untuk mencari perlindungan. "Heh, Kemuning! Mau ke mana kamu, hah? Bisa-bisanya malah kabur!" Kemuning menegang. Tubuhnya semakin gemetar karena tahu itu adalah suara Mami Vita. Ia semakin mengeratkan pelukannya dengan Samudra. Kemuning juga mencengkram bagian belakang baju pria itu dengan erat. Demi apa pun, Kemuning tidak sudi dijadikan wan

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Tawaran Kerja

    Oma Reni terus bergerak gelisah di ranjang pasien sejak tadi. Ia bungkam. Wajahnya menyimpan kekecewaan karena Samudra tak kunjung bergerak mencari Kemuning. Padahal, sudah hampir satu jam lamanya semenjak ia mengancam Samudra, tetapi tampaknya cucunya itu benar-benar keras kepala. "Oma, Oma belum makan sedikit pun, loh. Belum sarapan, padahal ini udah masuk jam makan siang. Belum minum obat juga. Sam suapin, ya?" bujuk Samudra dengan suara lembut.Oma Reni membuang muka. Jangankan membalas ucapan Samudra, menatap balik pria itu saja ia enggan. "Oma serius nggak mau makan?" Samudra kembali memecah keheningan di ruang IGD tersebut. Oma Reni masih saja mengunci bibirnya. Hal itu membuat Samudra diam-diam mengepalkan tangan. Tak ada cara lain. Mau tidak mau, suka tidak suka, satu-satunya cara agar omanya tidak merajuk lagi adalah menemukan Kemuning dan membawanya ke rumah sakit. "Oke, aku bakal nyari dia, tapi Oma harus makan dan minum dulu," putus Samudra. Pria itu mengalah. Menepi

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Kalau Sayang Oma, Nikahi Dia

    Rumah sakit dipenuhi aroma alkohol dan disinfektan yang tajam. Di salah satu ruang IGD, tubuh renta Oma Reni terbujur lemah di atas ranjang pasien. Selang infus menancap di punggung tangannya, dan alat bantu pernapasan terpasang di hidungnya. Napasnya masih belum stabil, dan wajahnya pucat pasi seperti tersapu kabut pagi yang dingin.“Serangan jantung ringan, tapi cukup berisiko karena usia beliau sudah lanjut,” jelas dokter dengan raut prihatin. “Mohon dijaga, terutama kondisi emosinya. Jangan sampai beliau stres atau mengalami tekanan batin. Itu bisa memicu serangan yang lebih parah.”Samudra tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan, tapi matanya tetap dingin. Pikirannya masih terpaku pada kalimat sang dokter yang menyebutkan pemicunya: stres. Dan satu nama langsung terlintas di benaknya—Kemuning. Ya, semua ini gara-gara wanita itu. Ia tidak menyangka orang luar seperti Kemuning bisa menyebabkan sesuatu yang fatal seperti ini. Ketika Oma Reni akhirnya sadar, matanya perlahan membu

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Serangan Jantung

    Samudra mengerjapkan matanya, seakan tidak menyangka Kemuning akan berkata seperti itu. Sejurus Kemudian, ia tersenyum puas. "Bagus! Memang sebaiknya kamu resign, daripada bawa pengaruh buruk terhadap Oma saya," ucapnya.Kemuning mengangguk seraya mengusap air matanya. Ia kehabisan kata-kata untuk membela diri sendiri. Lagipula percuma saja, Samudra juga tidak akan percaya penjelasannya sedikit pun. Pria itu hanya akan mengatakan hal-hal yang semakin merendahkannya. "Permisi!" Kemuning beranjak dari tempat itu. Ia berjalan menuju kamarnya, berniat mengemas baju-bajunya sebelum pergi dari rumah Oma Reni. Samudra tidak menjawab. Ia menatap punggung Kemuning yang semakin jauh hingga akhirnya gadis itu tidak terlihat lagi. Ia lantas terkekeh sinis. "Kamu kira saya akan tertipu dengan wanita licik seperti kamu? Saya hapal sekali tujuan wanita-wanita sepertimu, Kemuning!" gumam Samudra. Bi Yuyun yang ternyata diam-diam mencuri dengar pembicaraan Samudra dan Kemuning, langsung bergegas

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Kamu Cuma Pembantu!

    "Oma ini bicara apa? Jangan ngaco dong, Oma." Nada suara Samudra tidak tinggi, tetapi raut wajahnya begitu jelas terbaca. Ia tampak tidak suka dengan permintaan Oma Reni. Kemuning sendiri juga tidak menyangka Oma Reni akan meminta hal seperti itu. Tak pernah terbayangkan sedikit pun olehnya sang Majikan akan memintanya menikah dengan cucunya sendiri. Oma Reni tiba-tiba menunjukkan raut sedih. "Anggap saja ini permintaan terakhir Oma," ucapnya. "Oma!" seru Samudra. "Tolong jangan bicara yang aneh-aneh.""Kamu adalah cucu Oma satu-satunya, Sam. Cuma kamu yang bisa Oma harapkan. Dan Kemuning... Oma udah menganggap kamu seperti cucu Oma sendiri. Toh, kalian sama-sama belum punya pasangan, kan?" Kemuning diam. Ia memang tidak pernah bercerita kalau dirinya berpacaran dengan Eko. Toh, itu adalah urusan pribadinya. Yang penting, ia tahu bagaimana harus memisahkan antara urusan pribadinya dan pekerjaan. "Usia kalian sudah pas untuk menikah. Jadi, nggak ada salahnya kalian mulai saling m

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Permintaan Oma

    Kemuning tidak tahu pasti pukul berapa dirinya sadar. Yang jelas, begitu membuka mata, ia langsung tahu kalau dirinya sudah berada di kamarnya sendiri. Rasa dingin yang tadi menggigit tubuhnya kini menghilang, tergantikan oleh rasa hangat yang berasal dari selimutnya. Ternyata pakaiannya sudah diganti.Kemuning tidak panik, karena orang pertama yang dilihatnya adalah seorang wanita paruh baya. Seseorang yang dikenalnya. Bi Yuyun. Pasti wanita itu yang mengganti pakaiannya. "Ning, kamu udah sadar. Apa yang dirasain?" tanya Bi Yuyun dengan raut khawatir. Kemuning tersenyum getir. Ternyata masih ada yang peduli padanya. "Syukurlah kamu udah sadar, Ning. Tadi kamu pingsan," kata Bi Yuyun lagi. Kemuning mengangguk. Ia kembali mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Tadi, ia seperti melihat sosok pria yang mobilnya hampir menabraknya di jalan raya. Tapi, sepertinya dia hanya berhalusinasi. Mana mungkin pria itu ada di rumah ini?Melihat Kemuning yang malah melamun, membuat Bi Yuyun tak la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status