Share

Pria Bermata Cokelat

Author: Brata Yudha
last update Last Updated: 2025-07-16 14:56:57

Hujan masih turun dengan deras. Membasahi aspal tempat Kemuning berdiri. Ia sudah mantap ingin pergi jauh. Ke tempat di mana orang-orang yang mengkhianatinya tidak bisa melukainya lagi. 

Mobil yang melaju ke arah Kemuning semakin dekat. Sejenak, terbersit rasa takut dalam hati Kemuning. Apakah menemui ajal itu menyakitkan? Apakah akan lebih sakit daripada sebuah pengkhianatan? Hingga ingatan bekas merah di leher Eko dan Anggi yang melintas di benak Kemuning membuatnya yakin dengan keputusan ini. 

Karena rasanya... tak ada yang lebih menyakitkan daripada itu semua. 

"Kenapa lama sekali?" Hati Kemuning bertanya-tanya. Seharusnya sekarang ia sudah terpental dari jalan raya atau mungkin sudah pindah alam. Namun, mobil itu tak kunjung menyentuh tubuhnya satu inci pun. 

"Apa jangan-jangan aku langsung mati? Jadi nggak sempat ngerasain sakit," bisik hati Kemuning. 

Kemuning tersentak kaget saat tangannya tiba-tiba ditarik seseorang. Ia lantas membuka mata, dan langsung bersitatap dengan sepasang bola mata cokelat milik seorang pria. Kemuning seketika tersadar kalau dirinya masih hidup. 

"Sudah gila, ya, kamu? Ngapain berdiri di tengah jalan malam-malam? Mau mati, hah?" bentak pria tersebut. Tampak kemarahan di wajahnya yang basah terkena air hujan.

Kemuning tertawa pahit. "Iya, aku memang mau mati," jawabnya. 

Si pria tampak kaget. Sejurus kemudian ia memasang wajah kesal. "Terserah kalau mau mati, tapi jangan nyusahin orang!" serunya lagi. Sengaja dengan suara keras, agar tak kalah dengan suara derasnya hujan. 

Kemuning tak menjawab. Ia membuang muka. Sungguh, tenaganya benar-benar sudah habis terserap. Betapa lelah batinnya. 

"Ayo, kamu ikut saya!" kata si pria sambil menarik tangan Kemuning, bermaksud membawa gadis itu masuk ke mobil. 

Kemuning memberontak, mencoba melepaskan tangannya dari cekalan pria tersebut. "Lepas! Mau bawa saya ke mana, sih?" protesnya. 

Si pria, dengan wajah datarnya, menjawab, "saya mau antar kamu ke kantor polisi." 

Kemuning tak terima. Ia benar-benar mengeluarkan seluruh tenaga yang tersisa untuk lepas dari pria tersebut. 

"Lepas! Saya nggak mau!" teriak Kemuning histeris. 

Melihat respon kemuning, pria pemilik mobil itu agak kaget. Ia lantas melepaskan tangan Kemuning, tetapi tetap menatap gadis itu dengan awas. 

"Saya bukan penjahat! Ngapain dibawa ke kantor polisi!" 

"Tapi kamu membuat keresahan! Kamu sengaja berdiri di tengah jalan raya. Bagaimana kalau saya nggak sadar ada kamu? Bisa-bisa saya kena masalah." Si pria mengungkapkan kekesalannya. 

"Saya nggak membuat keresahan. Saya... saya pulang sekarang!"

Kemuning bergegas melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu sambil memeluk dirinya sendiri. 

Dingin menggigit tulangnya. Kalau ia tak bisa meninggalkan dunia sekarang, maka Kemuning hanya ingin tidur. Satu-satunya obat yang bisa membantu mengistirahatkan pikirannya. 

Sementara itu, si pria tidak lagi berusaha menahan kemuning. Namun, ia terus memerhatikan ke arah mana gadis itu melangkah. Saat Kemuning berpura-pura berbelok, ia baru bernapas lega dan pergi dari sana. 

Kemuning yang sejak awal tahu pria itu memerhatikan pergerakannya keluar dari belokan. Ia menatap mobil yang tadi hampir menabraknya dengan nanar. 

"Kenapa mau mati aja susah? Untuk apa aku hidup kalau hidupku selalu menderita," gumam Kemuning. 

Tubuh Kemuning kian menggigil, tetapi gadis itu menahan rasa dingin dan tetap terus berjalan di tengah hujan. Kemuning tidak peduli kalau setelah ini dirinya masuk angin atau demam.

Kemuning berjalan mengarah ke rumah majikannya yang masih berjarak berkilo-kilo dari tempatnya sekarang. Ia akan sangat senang kalau dalam perjalanan ke sana sesuatu yang buruk menimpanya. Entah tertabrak kendaraan, dibvnuh orang, atau apa pun yang bisa mengakhiri penderitaan hidupnya di dunia. 

Kemuning sudah benar-benar kehilangan semangat hidupnya. 

Seharusnya ini menjadi hari ulang tahun yang membahagiakan untuknya. Tetapi, kenyataan justru sebaliknya. Ia mendapatkan trauma mendalam di hati kelahirannya. 

Kemuning benar-benar tak habis pikir Eko tega mengkhianatinya. Padahal ia merasa tak pernah membuat kesalahan dalam hubungan mereka. Meskipun Kemuning miskin dan serba kekurangan, ia tidak pernah meminta gaji Eko sedikit pun. Ia bahkan selalu menolak ketika Eko memberinya uang untuk jajan atau membeli kebutuhan pribadinya karena merasa Kemuning belum berhak. 

Yang paling menyakitkan bagi Kemuning adalah dengan siapa pria tersebut berkhianat. Anggi, adik yang disayanginya sepenuh hati, yang ia asuh ketika kecil, yang ia jaga dan ia biayai kuliahnya sampai hampir lulus tidak lama lagi. Bagaimana bisa Anggi tega berbuat seperti ini kepada Kemuning setelah semua pengorbanan yang sudah ia berikan? Tidak adakah rasa sayang yang sama di hati sang adik untuknya? Ah, sepertinya sejak dulu Anggi memang tidak pernah menganggapnya saudara. 

Kemuning tidak menyangka ia bisa berjalan begitu jauh. Entah berapa jam lamanya ia melangkahkan kaki di jalanan, tetapi musibah seakan tak ingin mendekat dulu kepadanya, karena ia akhirnya sampai dengan selamat di rumah majikannya saat tengah malam.

Kaki Kemuning kebas dan pegal. Belum lagi guyuran hujan yang membuat tubuh Kemuning semakin menggigil. Wajah gadis itu pucat. Ia mulai bersin beberapa kali. Kemuning malah senang. Ia berharap jatuh sakit dan lebih baik langsung tiada saja setelah ini. 

Jujur saja, semua rasa sakit di tubuhnya sekarang bisa dikatakan tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit di hatinya. Ia kehilangan kekasih, juga keluarga sekaligus. 

Setibanya di depan pintu utama, Kemuning membuka pintu dengan tangannya yang gemetar hebat. Kepalanya pening bukan main. Tenaganya mungkin tak lagi bersisa. Untungnya, ia diberi akses masuk ke rumah tersebut, karena majikannya melihat kejujuran dalam dirinya. 

Begitu masuk ke rumah, Kemuning berjalan sempoyongan. Kepalanya makin berat saja. Ia berusaha mengingat letak kamarnya, kemudian berjalan sambil sesekali memejamkan matanya. 

Kemuning benar-benar sudah tidak kuat menahan tubuhnya sendiri sampai tiba-tiba menabrak tubuh seseorang di tengah rumah. 

"Hei!"

Kemuning terkejut. Ia mendongak dan menatap orang yang ditabraknya. Dan ternyata... 

"K-kamu...?" 

Namun tiba-tiba ia memegangi kepalanya yang semakin berat dan seperti berputar semakin cepat. Detik itu juga Kemuning kehilangan kesadarannya. Ia akhirnya pingsan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Tidak Diterima

    Kemuning merasa aneh ditatap dengan sangat intens oleh Samudera. Pria itu sama sekali tidak berkedip maupun bergerak, membuat Kemuning memeriksa penampilannya sekali lagi. Tidak ada yang salah. Pakaiannya sederhana, tapi tetap terlihat elegan. Hijabnya juga tertata elok. Kemuning mengerutkan kening dan berjalan lebih dekat pada Samudera. "Kok ngeliatin aku gitu, Mas? Penampilanku kurang rapi ya? Ada yang aneh?" tanya Kemuning harap-harap cemas. Samudera tersentak kaget. Jarak mereka sangat dekat. Wajah Kemuning benar-benar ada di hadapannya dan ia berdeham pelan untuk menetralkan suaranya. Samudera menggeleng kecil, "Enggak. Penampilan kamu baik-baik saja."Samudera membukakan pintu mobil untuk Kemuning, memberi kode lewat tatapan matanya. "Ayo. Nanti terlambat.""Iya, Mas. Makasih udah bukain pintu.""Sama-sama," jawab Samudera lirih. Ia memperhatikan Kemuning memasuki mobil sambil sesekali membantunya saat gamis terinjak. Dalam hati Samudera merasa linglung. "Bisa-bisanya aku te

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Kepikiran

    Anggi memastikan Samudera sudah benar-benar menghilang dari pandangan sehingga ia bisa mendekati Kemuning. Kemuning tampak sedang memilih pakaian di rak bagian gamis dengan ditemani oleh seorang pekerja butik. Anggi merasa kesempatannya sudah tepat. Ia pun segera keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menghampiri Kemuning dari belakang.“Kalau ini mode terbaru dari desainer ternama, Kak. Bisa dilihat kainnya lembut dan nggak bikin gerah, eh? Kayaknya ada yang mau bicara sama Kakaknya.”Kemuning mengernyit saat tiba-tiba pekerja butik berhenti menjelaskan. Dari arah tatapan pekerja itu, sepertinya ada seseorang di belakangnya. Kemuning berbalik, ekspresinya langsung berubah muram begitu melihat sosok Anggi.“Anggi? Ngapain kamu di sini?” tanyanya defensif.Anggi memasang tampang memelas. Ia meremas-remas keliman kemejanya dengan gelisah. “Bisa bicara sebentar, Mbak? Kebetulan aku lagi di sini dan lihat Mbak Kemuning—““Aku sibuk, Nggi,” potong Kemuning dingin.Anggi berdecak

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Kamu Istri Saya

    “I-itu bukan saya, Bu,” elak Anggi sambil meremas keliman kemejanya dengan gemetar. “Mungkin ada oknum yang pakai wajah saya di media sosial. Bisa aja ‘kan foto-foto itu diedit buat keuntungan mereka. Saya... saya bahkan nggak pernah kepikiran untuk melakukan hal seperti itu.”Bu Sinta menghela napas. Sudah tertangkap basah saja Anggi masih denial. Bu Sinta menggulir ponselnya sekali lagi. Kali ini menunjukkan chat suaminya dan Anggi yang sudah bertukar nomor telepon.“Saya nggak langsung menuduh kamu ya, Nggi. Saya punya nomor telpon kamu. Apa kamu masih mau membela diri kalau ini ulah oknum nggak bertanggung jawab?” kata Bu Sinta sambil menatap Anggi dengan tajam. “Saya juga punya bukti lain kalau ini benar-benar kamu. Tadinya saya nggak mau mengancam begini. Bagaimanapun, kamu itu mahasiswa saya. Tapi, karena kamu masih nggak mau ngaku, saya berencana menyebarkan hal ini ke dosen lain agar mereka tahu kelakuan kamu di luar kampus.”“Ja-jangan, Bu! Jangan sampai dosen lain tahu!” se

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Ada Yang Salah Di Hatiku

    Mila dan Ikhsan merasakan kedatangan orang lain selain mereka di ruang tamu. Saat mereka menoleh, Samudera sudah berdiri di depan pintu dengan ekspresi muram. Keduanya sontak terkejut. Bagaimana tidak? Pria itu muncul seperti hantu. Langkahnya bahkan sama sekali tidak terdengar. Ikhsan menatap pria berseragam itu dengan heran. "Kalau nggak salah ingat, dia cucu majikannya Kemuning, kan?" ujarnya dalam hati. Sementara itu, di sampingnya Mila merasa sangat sungkan. Mereka bertamu kepada Kemuning yang notabennya pekerja di rumah ini tanpa seizin Samudera. "Oh, selamat siang, Mas Samudera. Maaf saya dan kakak saya bertamu tanpa pemberitahuan.""Mencari Kemuning?" tanya Samudera ketus, tidak memedulikan sapaan santun Mila. Mila mengangguk gugup. "Iya, soalnya lama enggak ketemu," jawabnya sambil mengangkat tas kain berisi makanan di tangannya. "Sekalian sama ngasih oleh-oleh dari temen-temen kursus. Mereka nanyain kabar Kemuning. Jadi, saya datang mewakili."Suasana hati Samudera semaki

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Jejak Cinta

    Samudera berjalan selangkah maju mendekati Eko. Di matanya, pemandangan Eko gemetaran sambil mengepalkan tangan terlihat sangat lucu. Pria itu seolah mengetahui alasan Samudera menghentikannya di jalan. Dia tampak berusaha keras menyembunyikan kegugupannya yang justru bisa Samudera rasakan. Samudera tertawa sinis dalam hati. Ia akan sedikit mempermainkan Eko. "Ya, kebetulan kita bertemu di sini, Sertu Eko," kata Samudera sambil menyunggingkan senyum miring. "Saya hanya penasaran dengan sesuatu.""Penasaran?" Eko meneguk ludahnya sekali lagi. "Apa ini berhubungan dengan saya, Kapt?""Kurang lebih begitu. Pasalnya, saya mendengar sesuatu yang kurang mengenakkan tentang Sertu Eko. Jadi, saya mencari Sertu Eko untuk memastikannya," Samudera mengedikkan bahunya dengan acuh tak acuh. "Dan kamu malah muncul dengan sendirinya di depan saya."Jantung Eko sudah berdebar tak karuan. Bibirnya bergetar, menahan kata-kata apa pun yang keluar dari mulutnya. Eko seolah bisa mengetahui apa hal yang

  • Dikhianati Sersan Dinikahi Komandan   Sudah Bukan Gadis

    Kemuning tidak tahu sudah berapa lama waktu berlalu. Namun, ketika dia membuka mata, tiba-tiba saja sosok Samudera sudah di depannya. Sesaat Kemuning terpaku pada wajah rupawan pria itu. Ia mengira sedang bermimpi indah. Jarang-jarang Samudera akan muncul di alam bawah sadarnya. Kemuning memperhatikan wajah Samudera lamat-lamat. Terkagum dengan ketampanan pria itu. Hidungnya mancung, alisnya tebal, rahangnya tegas, dan bibirnya yang tipis membuatnya sempurna bagai patung pahatan tangan profesional. Kemuning mengangkat tangannya tanpa sadar, hendak menyentuh pipi Samudera ketika ia melihat ke tubuhnya, dan mengetahui ini bukanlah mimpi. "Bentar, bentar. Kok aku bisa seranjang sama Mas Sam? Ini... bukan mimpi 'kan?" batin Kemuning sembari mengedarkan pandangan ke sekitar. Ini adalah kamarnya dan mereka... tidur bersama tanpa memakai sehelai kain pun! "Ya ampun! Gimana ini bisa terjadi? Kok tiba-tiba aja aku sama Mas Sam dalam posisi ini!?" Kemuning berkata panik. Ia bergerak-gerak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status