Ayu menoleh dan mendongakkan wajahnya menatap pria yang ada di sampingnya. Pria yang sudah dengan seenaknya memeluk pinggangnya.
Dengan mata yang menunjukkan keteguhan, Ayu menatap pria di sampingnya yang berbalut jas hitam. Jas itu tampak sempurna melingkupi tubuh kekar pria itu, mempertegas setiap garis dan lekuk ototnya yang terlatih. Pria tersebut membalas tatapan Ayu dengan sorot mata yang tajam dan gelap, seolah-olah ada lautan misteri yang tersembunyi di baliknya. Atmosfer di sekitar mereka menjadi tegang, namun penuh dengan magnetis yang aneh, menarik Ayu semakin dalam ke dalam aura pria tersebut. "Kamu siapa?" tanya Ayu dengan wajahnya yang memerah akibat pengaruh alkohol. Pria tua yang mendengar pertanyaan dari Ayu tertawa sinis. "Anda mengklaim dia wanita Anda, tapi dia tidak mengenal Anda, Tuan," ucap pria tua itu. Pria di samping Ayu menatap pria tua di hadapannya dengan tajam. "Perlu bukti jika dia milik saya, hm? Baik, akan saya buktikan," ucap pria itu yang tanpa aba-aba menarik tengkuk Ayu dan menyatukan bibir mereka, melumat dan menghisap bibir Ayu dengan penuh gairah. Sementara itu, Ayu sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan pria di sampingnya. Namun, karena sedang dalam pengaruh alkohol ia tidak menolak ciuman yang dilakukan pria tinggi dan tampan di sampingnya. Ia bahkan menikmati dan tanpa sadar ia membalas ciuman yang pria itu lakukan. Pria tua yang ada di hadapan Ayu berdecih. Tanpa mengatakan apapun ia langsung pergi meninggalkan dua insan yang sedang bertukar saliva itu. Tidak lama pria tampan yang ada di hadapan Ayu melepas ciumannya secara perlahan saat merasa perempuan dalam dekapannya kehabisan oksigen. Dengan sorot mata yang dalam dan tajam, pria itu menatap Ayu yang sedang mengisi paru-parunya dengan oksigen. "Sekarang kamu aman, kamu bisa pergi dari sini, Nona," ucap pria itu sambil menjauhkan tubuhnya dari Ayu. Mendengar ucapan pria di depannya Ayu menatap pria itu dengan kesal. "Pergi? Setelah kamu mencium bibirku, kamu menyuruhku untuk pergi?" ucap Ayu dengan sorot mata tidak percaya. "Lalu apa yang kamu inginkan, Nona." "Kamu harus tanggung jawab!" "Tanggung jawab?" Pria itu mengerutkan keningnya. "Saya ini baru saja menolong kamu dari laki-laki hidung belang, Nona. Tapi kamu malah memintaku untuk bertanggung jawab?" tanyanya. "Ya, kamu harus tanggung jawab!" ucap Ayu dengan tegas. Detik selanjutnya ia menatap pria di hadapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kamu pasti salah satu pria penghibur di sini 'kan? Kamu menolongku dan menciumku karena ingin menggodaku? Agar aku tertarik pada kamu?" tuduh Ayu, "kalau begitu ayo hibur aku. Aku sedang sedih. Tunanganku, orang yang tidak lama lagi akan aku nikahi sudah menghianatiku dan aku ingin membalasnya," lanjut Ayu sambil menyentuh dada pria di hadapannya, menggerakkan jari jemarinya dengan nakal di atas dada hingga ke leher pria di hadapannya itu. Pria di hadapannya itu menelan salivanya dengan susah saat merasakan gerakan jari jemari Ayu. Sorot matanya pun mendadak menggelap. Melihat tuan mudanya yang seperti itu, salah seorang pengawal pria di hadapan Ayu hendak menghentikan dan menarik Ayu. Namun, dihentikan oleh pria itu. "Tapi, Tuan Ashraf, dia sudah lancang pada Anda." Pria yang dipanggil Ashraf mengangkat tangannya, menyuruh pengawalnya untuk diam. "Siapkan ruangan pribadiku, aku ingin menghibur gadis malang ini," ucap Ashraf pada pengawalnya itu. "Tapi, Tuan Ashraf, Anda harus segera pulang. Nyonya besar sudah menunggu And—" "Apa kamu ingin membantahku!" Potong Ashraf dengan sorot mata yang bisa membuat lawan bicaranya diam seketika karena ketakutan. Begitu pula dengan pengawal Ashraf, pria itu seketika menundukkan kepalanya. "Tidak, Tuan." "Kalau begitu cepat siapkan! Jangan sampai aku harus mengulangi kata-kata ku lagi," ucap Ashraf dengan nada suara tidak ingin dibantah. "B-baik, Tuan. Saya akan meminta pihak klub untuk menyiapkannya," ucap sang pengawal dengan kepala menunduk hormat, dan detik selanjutnya ia pergi dari sana. Ashraf menarik ujung bibirnya dan tersenyum miring. Sesudah itu, ia menatap Ayu yang sedang menatap Ashraf dengan tatapan sayu. Bulu matanya terlihat sangat indah saat Ayu berkedip beberapa kali. "Mari, Nona, saya akan menghiburmu," ucap Ashraf, "Saya pastikan Nona akan suka dengan apa yang saya lakukan dan tidak akan melupakan setiap momen yang akan kita lewati malam ini," lanjut Ashraf yang selanjutnya mengangkat tubuh ayu ke dalam gendongannya. —oOo— Mentari pagi menyusup lembut melalui celah gorden kamar, menyentuh wajah Ayu yang masih terlelap. Ia mengerjapkan mata, mencoba mengusir kantuk yang masih menggantung di pelupuknya. Namun, sebelum ia benar-benar sadar, rasa sakit yang tajam di kepalanya membuatnya mendesis pelan. “Sssshhh…” gumamnya lirih, tangan terangkat memegang pelipis yang berdenyut hebat. Kepalanya terasa berat, seolah-olah habis dihantam sesuatu. Ia mengerang pelan, mencoba duduk, namun tubuh bagian bawahnya menolak. Ada sensasi ngilu yang menusuk dan rasa tidak nyaman yang sulit dijelaskan. Perasaan aneh merayapi dirinya. Dengan napas tertahan, Ayu membuka mata sepenuhnya dan menunduk. Seketika, kedua bola matanya membelalak saat ia menyadari tubuhnya —telanjang tanpa sehelai benang pun— penuh dengan tanda merah, bekas yang tidak mungkin ia jelaskan. Ia merapatkan selimut ke tubuhnya dengan panik. “Apa yang terjadi…?” bisiknya, nyaris tak terdengar. "Kamu sudah bangun?" Deg! Jantung Ayu seakan berhenti berdetak saat mendengar suara seorang pria. Dengan segera, Ayu menutup tubuhnya dengan selimut yang ada dan menatap pria itu. "K-kamu siapa?" tanya Ayu gagap, suaranya bergetar. Pria yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi sembari mengancingkan kancing kemejanya tersenyum tipis dan mendekat ke arah Ayu dengan santai. Wajah pria itu tenang tetapi sorot matanya dalam dan menusuk, membuat Ayu semakin mengeratkan genggaman pada selimut yang menutup tubuhnya. "Apa Nona lupa? Bukannya semalam Nona yang meminta saya untuk menghibur Nona," jawab pria itu dengan nada suaranya menggoda namun misterius. Ayu membeku. Kata-kata pria itu menggema di benaknya, tapi ingatannya kosong. Ia menelan ludah, dadanya berdegup kencang. Tangannya menggenggam selimut begitu erat, sampai buku-buku jarinya memutih. Otaknya berusaha keras mengingat—apa yang terjadi semalam? Siapa pria ini? Bagaimana ia bisa berada di kamar asing ini … dalam keadaan seperti ini? “Apa yang kamu maksud? Aku … aku bahkan tidak tahu siapa kamu!” suara Ayu mulai meninggi, mencoba menutupi kegelisahan yang mencuat dari setiap gerak tubuhnya. Pria itu berhenti tepat di sisi tempat tidur. Senyumnya tidak berubah, masih tenang, bahkan terlalu tenang untuk situasi seperti ini. “Nona memang tidak kenal dengan saya. Tapi, semalam ... saat saya membantu Nona untuk terlepas dari pria hidung belang, Nona meminta saya untuk menghibur Nona dan menghabiskan malam bersama,” katanya pelan, suaranya rendah dan dalam, Ayu menggeleng cepat. “Tidak. Tidak mungkin. Aku tidak ... aku tidak akan melakukan itu!” Ashraf menatap manik mata Ayu. Detik selanjutnya ia menarik salah satu ujung bibirnya menbentuk senyuman yang sulit untuk Ayu gambarkan. "Saya paham jika Nona tidak ingat kejadian semalam. Tapi perlu Nona tahu, saya melakukan semua itu atas ijin Nona. Dan jika Nona tidak percaya, saya bisa menunjukkan rekaman CCTV kejadian semalam.""Kita bertemu lagi, Nona," ucap Ashraf sembari tersenyum pada Ayu, senyum penuh arti yang membuat bulu kuduk Ayu meremang seketika. Ayu tidak menjawab, ia hanya menatap Ashraf sesaat dengan tatapan tidak suka. Setelah itu, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Mendapat perlakuan cuek dari Ayu, Ashraf sama sekali tidak marah, ia malah tersenyum tipis dan masuk ke dalam lift, berdiri di sebelah Ayu. Sementara asistennya, berdiri satu langkah di belakang Ashraf. Perlahan lift bergerak naik, Ayu merasakan ketegangan yang semakin menyesakkan. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya dengan keberadaan Ashraf. Meskipun ia berusaha tenang, tetapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Keringat dingin mulai muncul di sekujur tubuhnya. "Sebenarnya untuk apa dia di sini? Jangan bilang dia mau bilang kejadian malam itu sama Papa," ucapnya di dalam hati dengan sorot mata tajam ke arah Ashraf. Ashraf yang sedang menatap pantulan dirinya sendiri, tersenyum melihat tatapan yang Ayu berikan padanya.
Beberapa hari kemudian, Ayu sudah mulai menjalani aktivitas seperti biasanya. Ia tidak ingin larut dalam kesedihannya terus menerus. Dan untuk kejadian malam itu Ayu akan lupakan, ia akan menganggap jika itu hanyalah angin lalu. "Pagi, Sayang," sapa Ratna —mama Ayu— dengan senyum lembut terukir di bibirnya. Ia sekarang sedang sarapan bersama suaminya. "Pagi, Ma, Pa," jawab Ayu sembari duduk di kursi, meja makan. "Mau sarapan pakai apa? Nasi goreng atau roti?" tanya Ratna ketika Ayu sedang meminum susu yang sudah ada di atas meja. Ayu mengusap mulutnya, membersihkan sisa susu yang mungkin tertinggal di sana. "Nggak usah, Ma. Aku sarapan nanti di kantor aja," tolak Ayu, "kalau begitu aku berangkat ya, Ma, Pa," lanjut Ayu sembari mencium pipi kedua orang tuanya, lalu pergi. Galih dan Ratna menatap kepergian putri mereka. Ada tatapan sedih di sorot mata Ratna saat melihat putrinya seperti itu. Setelah itu, ia mengalihkan tatapannya pada sang suami. "Pa, apa Papa udah putusin sem
Ayu terdiam. Pikirannya kacau. Ia tidak ingin percaya dengan ucapan Ashraf. Namun, tubuhnya membuktikan semuanya dan membuatnya tidak bisa menyangkal. Ia kemudian mengusap wajahnya dengan kasar. “Dengar,” ucapnya pelan, namun tegas. Matanya menatap lurus ke arah Ashraf. “Aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya, dan aku tidak peduli. Yang aku tahu, malam tadi adalah kesalahan. Aku ingin kamu … melupakan semuanya. Seolah-olah tidak pernah terjadi.”Ashraf menatap Ayu dalam, seolah ingin membaca lebih dari sekadar kata-kata yang baru saja keluar dari bibir Ayu. Namun, ia tidak berkata apa-apa.Tanpa menunggu balasan, Ayu menunduk, mengambil pakaian yang berserakan di lantai satu per satu. Gerakannya cepat namun tetap menjaga selimut menempel di tubuhnya. Begitu semua pakaian terkumpul di pelukannya, ia berjalan menuju kamar mandi. Namun, sebelum ia menutup pintu, ia berbalik sejenak, membuka dompet kecil dari dalam tasnya yang tergeletak di meja, lalu menarik beberapa lembar uang.“Ini,” k
Ayu menoleh dan mendongakkan wajahnya menatap pria yang ada di sampingnya. Pria yang sudah dengan seenaknya memeluk pinggangnya. Dengan mata yang menunjukkan keteguhan, Ayu menatap pria di sampingnya yang berbalut jas hitam. Jas itu tampak sempurna melingkupi tubuh kekar pria itu, mempertegas setiap garis dan lekuk ototnya yang terlatih. Pria tersebut membalas tatapan Ayu dengan sorot mata yang tajam dan gelap, seolah-olah ada lautan misteri yang tersembunyi di baliknya.Atmosfer di sekitar mereka menjadi tegang, namun penuh dengan magnetis yang aneh, menarik Ayu semakin dalam ke dalam aura pria tersebut. "Kamu siapa?" tanya Ayu dengan wajahnya yang memerah akibat pengaruh alkohol. Pria tua yang mendengar pertanyaan dari Ayu tertawa sinis. "Anda mengklaim dia wanita Anda, tapi dia tidak mengenal Anda, Tuan," ucap pria tua itu. Pria di samping Ayu menatap pria tua di hadapannya dengan tajam. "Perlu bukti jika dia milik saya, hm? Baik, akan saya buktikan," ucap pria itu yang tanpa ab
Ayu membuka kedua bola matanya saat sinar mentari pagi yang masuk melalui celah gorden mengenai matanya. Namun, belum sampai ia membuka penuh matanya, ia merasakan kepalanya terasa sakit dan sangat berat. Ia lalu memegang kepalanya mencoba mengurangi rasa sakit di kepalanya tetapi sama saja, tindakannya itu tidak mengurangi rasa sakit yang mendera kepalanya. Ayu memaksakan diri untuk terus membuka kedua matanya. Ia mengernyit dan memandang langit-langit kamar yang terlihat sangat asing. Ini bukan kamarnya,lalu ini kamar siapa? Ayu menatap ke sekeliling dan jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendapati sesosok pria tampan bertelanjang dada terbaring di sebelahnya. Detik berikutnya, ia menatap ke arah tubuhnya, seketika Ayu melebarkan kedua bola matanya saat menyadari penampilan dirinya yang tidak jauh beda dari pria di sebelahnya bahkan banyak tanda merah di seluruh tubuhnya. Ayu seketika bangkit duduk sambil menutup tubuhnya dengan selimut. Jantungnya berdebar kencan