Share

#5 Mana Mungkin?

“Kalian kok bisa kenal pemilik doggy tadi?” tanya Cantika pada Byana yang duduk melipat kaki ke belakang di sebelahnya.

Mereka ada di kamar Bianca dan Byana, sibuk membereskan buku pelajaran untuk besok. Sore tadi Cantika tidak sempat bertanya karena Byana dan Bianca harus mandi, makan malam bersama maminya, lalu mengerjakan PR.

“Kan Byan pernah main sama doggynyaa,” jawab Byan dengan mimik dan nada lucu nan polos.

“Kenapa kamu manggil dia ‘Kak'? Dia jauh lebih tua. Kayaknya lebih cocok dipanggil Om sama kamu.”

“Katanya panggil Kak Ben aja. Kak Ben itu orangnya baiikk, deh. Udah gitu ganteng kayak artis.”

Cantika kontan ternganga.

Demi krabby patty, anak sekecil Byana saja bisa bilang dia ganteng?? Tahu dari mana dia? Siapa yang bilang begitu ke Byana yang polos??

“Kata siapa Om itu ganteng?” tanya Cantika memastikan. Dirinya tergelitik untuk mencari tahu.

“Emang ganteng kok, Kak!” Tiba-tiba Caca yang sedang memasukkan buku pelajaran ke tas sekolah ikut dalam obrolan. “Mirip pemeran Guardians of The Galaxy, versi mudanya.”

“Byan mau married sama laki-laki kayak Kak Ben kalau sudah besar,” ucap Byana sambil mesem-mesem imut.

“Kamu masih kecil, tau! Yang married duluan ya, aku!” Seketika mulai lagi perdebatan keduanya. Tiada hari tanpa bertengkar. Apalagi Bianca dan Brian, kalau sudah bertengkar bisa saling jambak dan tabok-tabokan. Kadang Cantika sampai kewalahan melerai mereka.

Tapi bukan itu masalahnya. Memang dua bocah perempuan ini paham apa itu married? Apa itu menikah?

“Kalian memang tau, married itu apa?” Sepasang alis Cantika bertaut penasaran.

“Tau dong, Kak!” sahut Bianca yakin. Anak itu tampaknya sudah selesai merapikan buku. Dia berdiri di depan Cantika dan menjawab, “Kayak Papi sama Mami. Habis pesta pernikahan, hidup bersama, tinggal bersama, terus punya anak!”

Ya Tuhan ... Ya Gusti ... Ya Lord ...’

Cantika jadi sakit kepala memikirkan anak-anak yang sudah berpikir dewasa sebelum waktunya. Waktu seumuran Bianca dulu, dia saja belum benar-benar mengerti apa itu pacaran. Hebat benar Bianca bisa tahu sampai soal punya anak. Mungkin kedengaran lucu kalau anak-anak yang polos punya impian seperti ini.

Jika calon suami impiannya aktor, penyanyi, atau teman sebaya, mungkin Cantika hanya akan menanggapinya sambil bergurau. Tapi ini Ben, loh! Ben! Pria mesum, sinting, sosiopat, predator maniak yang tertangkap melepaskan hasrat di dalam roda empatnya.

‘Wahai adik-adikku yang polos, jangan sampai muka ganteng pria bernama Ben itu meracuni pikiran kalian yang masih suci seperti kertas putih.’ Cantika membatin prihatin.

“Oh iya, Kak Can!” Bianca meraih tangannya seraya mengayun-ayunkan kedua tangan Cantika.

“Kenapa, Sayang?”

“Besok kita mau main ke T*mezone sama teman-teman sebelum les, Kak Brian juga. Tapi harus ditemenin Kak Can biar diizinin Mami. Kak Can ikut yaaa?”

“Hmm ... gimana yaa?” Cantika pura-pura berpikir.

“Ayo dong, Kak, sebentaar ajaaa.”

“Hmm ...” Kembali Cantika bergumam. Matanya melirik ke arah lain sambil tersenyum. “Oke, deh!” Serunya kemudian. Membuat cengiran lebar terbentuk di bibir Bianca sebelum dia dan Byana menjerit kegirangan.

***

Theo memandang lelaki di sebelahnya dengan kening berkerut. Sudah sejak dia datang tadi, Ben melamun dengan mulut mencebik dan bertingkah aneh. Berjalan sambil menyandarkan kepala dan sebelah sisi tubuhnya ke dinding, seperti orang yang tidak memiliki tulang.

“Kenapa lo?” Theo memilih mengambil sendiri minuman dari dalam lemari es ketimbang menunggu Ben yang bergerak mengambilkannya.

Terlalu lambat.

Kalau menunggu Ben yang sedang dalam mode gerak seperti siput begitu, Theo keburu dehidrasi. Satu jam mengalami macet-macetan di jalan usai bertemu klien membuatnya kehausan tanpa air di mobil.

“Baru kali ini,” gumam Ben dengan raut ditekuk. Bersandar miring pada lemari kabinet dapur di sebelahnya.

Theo membuka lemari es, mengambil dua kaleng soda dari sana. “Apa?” Diletakkannya satu kaleng di atas pantry, sedang yang satu lagi masih dipegangnya.

“Baru kali ini ada yang bilang begitu.”

Sembari menarik penutup kaleng yang ada dalam genggaman, Theo bertanya datar, “Bilang apa?”

“Katanya punya gue nggak ada apa-apanya, ulet keket.”

Minuman soda yang baru saja diteguk Theo segera menyembur keluar dari mulut. Pria yang merupakan sahabat Ben itu tidak bisa menahan untuk tidak terbahak. Terlalu geli sampai rasanya tertawa saja tak cukup. Saking puasnya Theo tergelak, dia sampai harus memegangi perutnya yang sakit akibat tertawa.

“Dasar jorok! Diam lo!”

Ben tahu, kalau waktu itu dia sedikit kelewatan bercanda. Tapi, hinaan yang didapatnya lebih menyelekit dan berhasil mengacak-acak harga dirinya. Sepanjang sejarah, belum pernah ada perempuan yang mengatakan milik dia tidak ada apa-apanya. Belum pernah! Sama sekali.

“Bahahaha ... ulet keket!” Theo bahkan belum bisa berhenti tertawa saat lanjut bertanya. “Unyu dong? Mini, imut, dan menggemaskan.”

Ben berdecak sebal dan melempar kaleng soda di pantry ke arah Theo—yang langsung ditangkap gesit oleh lelaki itu. Kalau saja Rubic Design Building—usaha yang dirintis mereka—bukan dikelola oleh Theo sekarang, pasti sudah Ben buat babak belur karena berani menertawakannya.

Ben merupakan Founder, sementara Theo adalah Co-Founder dari Rubic Design Building, perusahaan startup yang bergerak di bidang arsiterktur dan interior. Awalnya Ben tidak sampai kepikiran untuk mendirikan kantor. Mengingat ayahnya adalah Direktur di Asia dari industri furnitur terbesar yang mendunia dan pemilik perusahaan properti di Indonesia, serta kakaknya yang merupakan owner dari perusahaan smart living system, paling-paling Ben hanya berakhir membantu mereka.

Setelah lulus kuliah di London dan kembali ke Indonesia dengan Theo, dia mengajak Theo untuk bekerja sama menawarkan jasa desain arsitektur dan interior. Semuanya dimulai kecil-kecilan, bisa dibilang sebagai pengisi waktu luang.

Namun lambat laun, karena banyaknya permintaan dari para kenalan, mereka tidak sanggup lagi hanya menangani berdua. Ben mulai merekrut pekerja lepas, hingga akhirnya mereka menyewa tempat untuk kantor sendiri, dan terbentuklah Rubic Design Building. Hasilnya? Tentu saja Ben jadi pusing mengurus banyak hal.

“Siapa sih yang bilang? Siapa?” tanya Theo, masih menyisakan tawa.

“Lo ingat klien kita Pak Dany sama Bu Grace?”

“Yang rumahnya dekat sini?” Pertanyaan Theo dijawab Ben dengan anggukan. “Apa hubungannya sama mereka?”

“Cewek yang gue ketemu pagi-pagi itu, anaknya.” Setelah menjeda sebentar kalimatnya, Ben menambahkan, “Dia yang ngatain gue.”

Theo kembali tertawa sekencang-kencangnya, namun tak lama kemudian tawanya segera lenyap. “Tunggu,” katanya, mengacungkan sebelah tangan. “Anaknya Pak Dany yang cewek masih SD, woi! Lo ped*fil dong!”

“Yang paling besar, sialan!”

“Paling besar? Si Brian? Cowok, anjir! Selama ini lo bengkok?!”

“Bukannn, ada kakaknya lagi.”

“Memang ada? Seingat gue anaknya tiga, paling besar cowok, kayaknya masih SMP. Kalau ada kakaknya lagi, berarti lo kepincut anak SMA? Anak Sultan mah, beda seleranya.”

“Nggak, nggak mungkin masih SMA. Body udah jadi gitu, paling nggak udah dua puluhan umurnya. Lagian auranya bukan anak sekolahan.”

“Lah, Pak Dany sama Bu Grace aja rasanya nggak beda jauh sama kakak lo. Masa udah punya anak umur dua puluhan?”

Ben terpaku di tempat, berpikir sejenak dan mengolah semua informasi di kepala. Benar juga. Dany, kliennya, masih terlalu muda untuk punya anak sebesar itu. Bisa jadi dia bukan kakaknya Byana dan Bianca. Lantas, siapa sebenarnya gadis cantik itu?

“Apa saudaranya?” gumam Ben, lebih pada dirinya sendiri.

“Atau pembantu?” celetuk Theo yang langsung membuat Ben meliriknya tajam.

“Masa iya—”

“Jangan salah, banyak asisten rumah tangga sekarang cakep-cakep. Makanya banyak berita suami selingkuh sama ART.”

“Lo kebanyakan baca berita emak-emak kayaknya. Apa kebanyakan baca novel online?”

Masalahnya, gadis yang dilihat Ben itu benar-benar cantik tanpa celah. Kulit putih glowing, tampak terawat. Kalau dibilang model skincare, semua orang pasti akan lebih percaya. Rambutnya bahkan dicat ballayage dengan warna yang tidak terlihat murahan. Ditambah kaus berlabel GU*SS asli yang kenakannya. Penampilan dari atas sampai bawah sebegitu glamor.

Mana mungkin dia seorang ... pengasuh anak?

Lunetha Lu

Suka cerita ini? Beri rating dan tinggalkan komentar kamu ya :)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status