Galih sudah tak peduli lagi pada perdebatan kedua orang tuanya. la memilih berjalan menuju kamar, akan menemui istrinya yang sedang beristirahat.Sejak dulu, Wijaya dan Renita memang sering ribut, walaupun hanya masalah sepele. Bahkan, sejak Galih masih remaja, Renita memang sering meributkan hal yang sama seperti tadi.Wijaya yang terlalu friendly dengan para wanita, sering kali membuat Renita di landa kecemburuan. Sejauh ini belum pernah ada bukti akurat yang menyatakan bahwa Wijaya berselingkuh. Hanya saja Renita sering mendapati suaminya itu meladeni chat para teman wanitanya.Itulah yang membuat Renita kesal dan sering menaruh curiga pada suaminya.Seharusnya jika memang Wijaya ingin setia, pria itu tak akan mau meladeni pesan dari para wanita di luar sana yang katanya hanya bahas bisnis tetapi berkedok modus.Zaman sekarang banyak wanita pebinis dengan embel-embel women independen. Mulai dari kalangan janda, perawan, bahkan perempuan yang sudah bersuami juga sekarang banyak yang
“Mama udah periksa handphone Papa??” Tanya Wijaya mengalihkan pembicaraan, “Bagaimana, Ma? Gak ada yang mencurigakan, kan?” Sambungnya.Renita menatap sinis. “Pasti Papa udah hapus pesan dari janda gatal itu kan? Ngaku nggak?!!!” Desaknya, masih tak percaya pada sang suami.“Hapus apa sih, Ma? Papa gak ada hapus-hapusan,” Ucap Wijaya berdusta.Sebenarnya, ia memang sudah menghapus pesan itu untuk menghindari kecurigaan istrinya. Namun, apa yang ia lakukan ternyata malah membuat curiga Renita semakin besar.“Terus si Indri dapat alamat rumah ini dari siapa kalau bukan dari Papa??!” Tanya Renita seraya menghujamkan tatapan tajam.Wijya terdiam sejenak. “Oh ya, Ma. Di depan kok ada dua penjaga ya, emangnya apa yang sudah terjadi?” Wijaya tak menjawab pertanyaan istrinya itu, ia malah berusaha mengalihkan pembicaraan.Hal itu sukses membuat Renita semakin murka. Wanita mana yang tak semakin marah bila pertanyaannya malah di alihkan ke hal lain. Memangnya apa susahnya menjawab?“PAPA!! JAN
Rian tengah frustrasi karena tetap di paksa menikah dengan wanita yang sama sekali tak ia cintai. Meski harapannya untuk kembali bersatu dengan Aisyah sudah tidak mungkin, tetapi menikah dengan Mila juga bukan pilihannya. Selain karena belum bisa melupakan Aisyah, Rian juga tak mau menyakiti hati Mila karena belum bisa mencintai wanita itu. Apalah arti pernikahan tanpa cinta? Bukankah nantinya hanya akan menghasilkan penderitaan saja? Apalagi jelas jika hati Rian masih tersemat pada wanita lain. “Mama gak mau tau, Rian. Mama sudah sebar undangannya, kalau kamu tetap kekeuh gak mau menikah dengan Mila, itu artinya kamu mau bikin Mama malu.” Ucap Indri tak bosan mendesak putranya. “Apalagi alasan kamu Rian? Kamu mau bilang belum mencintai Mila?” Rian mengangguk. “Cinta itu tidak bisa di paksakan, Ma.” Jawabnya. “Cinta memang gak bisa di paksakan, tapi cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu menjalani kehidupan bersama.” Jelas Indri. Rian menghela napas panjang, selalu
“Mas, kamu lagi ngapain sih di dalam? Lama banget keluarnya,” Tanya Shanum saat Raymond akhirnya keluar dari mobil. “Enggak ngapa-ngapain, sayang. Mas tadi cuma lagi teleponan aja sama orang kantor.” Jelas Raymond, berusaha meyakinkan istrinya itu agar tidak curiga. Sesekali Raymond melirik ke arah mobil, memastikan Syahnaz tak terlihat oleh Shanum. Sementara di dalam mobil, Syahnaz di paksa menunduk oleh Raymond agar tak kelihatan oleh Shanum dari luar. “Ya sudah, ayo cepat masuk ke dalam, Mas. Mama udah nungguin,” Ucap Shanum kemudian menarik tangan Raymond. Raymond hanya menurut, pria itu menggandeng mesra tangan istrinya. Membuat Syahnaz yang menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu seketika merasa panas tak terima. “Sabar Syahnaz, sabar... Kali ini gak apa-apa sembunyi dulu. Raymond pasti akan balik ke sini lagi dan kasih apa yang aku mau,” gumam Syahnaz dengan senyum yang mengembang. Sementara itu, Di dalam ruangan mertua Raymond, wanita paruh baya itu sedang terba
Setelah beberapa hari masa pemulihan di rumah sakit, akhirnya Syahnaz hari ini di perbolehkan pulang oleh dokter.Ternyata semua biaya sudah di bayarkan lunas oleh Arman. Ada rasa terharu yang menjalar dalam dada Syahnaz. Tak menyangka mantan suaminya ternyata masih peduli.“Sepertinya Mas Arman ini masih peduli sama aku, hanya saja dia di kekang sama mak lampir itu,” Gerutu Syahnaz, kesal. Kemudian turun dari brankar dengan hati-hati.Sedikit nyeri, tetapi saat ini sudah jauh lebih baik dari kemarin-kemarin. Syahnaz hanya di bantu oleh suster sejak masa pemulihan.“Gimana, Bu? Apa ibu sudah bisa jalan sendiri ke lobby depan? Apakah ada keluarga yang akan menjemput, Ibu?” Tanya suster.Suster benar-benar merasa kasihan dengan pasiennya kali ini. Sudah mengalami keguguran, harus di operasi, tetapi tak ada satu keluarga pun yang menemani Syahnaz selama di rumah sakit itu.“Gak apa-apa, sus... Saya bisa sendiri kok. Terima kasih ya...” Jawab Syahnaz tersenyum.Syahnaz merasa sangat malu
Pukul 20.00 wib~ Aisyah keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan diri. Ia mengamati sekeliling kamar, tak ada suaminya. “Hm...” Aisyah menghirup dalam-dalam aroma kamar kesukaannya. Kamar yang bersih dan rapi, dengan harum aromatherapy yang menenangkan Aisyah berjalan menuju lemari, mengambil satu lingerie, memperhatikannya dengan seksama. Sebuah lingerie hitam berkain transparan pada bagian penutup tengah dada, dengan tali halus untuk di lingkarkan di leher dan punggung. Belum lagi G-string yang hanya berbentuk sebuah tali hitam dengan kain penutup seadanya yang juga transparan pada bagian intinya. Di tambah sebuah kimono luar yang tipis sehingga dapat mencetak jelas lekuk tubuh yang menambah kesan seksi dan menggoda. Aisyah tampak berpikir sejenak, melihat kembali baju haram yang di pegangnya itu. “Mas Galih pasti suka kalau liat aku pake ini...” ucapnya tersenyum geli. Aisyah merasa tertarik dan tersenyum penuh arti. “Pake ah...” Ucapnya kemudian dan membawa l