Home / Romansa / Dimanja Suami Kontrak / Bersama Pria tak Dikenal

Share

Bersama Pria tak Dikenal

Author: AD07
last update Last Updated: 2025-04-11 09:29:45

Lalu, kata-kata berikutnya menghancurkan sisa harga diri yang ia miliki.

“Semalam, kau mengizinkanku melakukan sampai selesai.”

Lura hanya bisa membeku.

Jari-jarinya mencengkram selimut lebih erat. Nafasnya tercekat di tenggorokan.

Hancur.

Harga dirinya hancur sudah.

Lura menelan ludah, matanya melirik ke bawah, ke lantai di sisi ranjang.

Di sana, pakaian-pakaiannya teronggok begitu saja.

Dress yang semalam ia kenakan tampak kusut, berserakan bersama dengan pakaian dalamnya yang ikut terjatuh. Saksi bisu dari apa yang telah terjadi.

Ia menggigit bibir bawahnya, jari-jarinya di bawah selimut bergerak gelisah. Ingin meraihnya.

Tapi tubuhnya terlalu kaku.

Hanya dengan sedikit gerakan saja, nyeri di bawah sana mengingatkannya apa yang telah ia lakukan semalam.

Dari sudut matanya, Lura menyadari ada pergerakan dari sebelah.

Pria itu, yang bahkan namanya tidak ia tahu, beranjak dari tempat tidur.

Ia hanya mengenakan jubah tidur, memperlihatkan sebagian dadanya yang kokoh dan perutnya yang masih berjejak samar bekas kuku Lura.

Jantung Lura berdegup lebih cepat saat pria itu dengan santai berjalan ke sisi tempat tidurnya, lalu mengambil pakaian yang ada di lantai.

Tanpa banyak bicara, ia menyerahkannya kepada Lura.

Sejenak, Lura hanya menatap pakaian itu di tangan pria itu. Lalu, dengan tangan gemetar, ia mengulurkan tangannya dan menerimanya.

Dipeluk erat.

Seolah kain kusut itu bisa menutupi rasa malu dan kehancuran yang membungkus dirinya.

“T-Terima kasih…” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

Pria itu tidak merespons, hanya menatapnya sebentar sebelum berbalik, membiarkan Lura dengan pikirannya sendiri.

Dan di saat itulah, tangis yang ia tahan akhirnya jatuh kembali. Lura masih memeluk pakaiannya erat, tubuhnya gemetar. Namun, perlahan pikirannya mulai bekerja.

Semuanya sudah terjadi.

Menyesal? Untuk apa? Air mata tidak akan mengubah apa pun.

Kesalahan ini adalah kebodohannya sendiri.

Ia sendiri yang datang ke klub. Ia sendiri yang meminta pria ini membawanya pergi. Ia sendiri yang menyerahkan dirinya tanpa peduli akibatnya.

Aib ini biarlah ia tanggung sendiri.

Lura menghela napas berat, mencoba menerima kenyataan yang baru saja ia ciptakan untuk dirinya sendiri.

Namun, detik berikutnya…

Matanya membeku.

Tatapannya tertuju pada jam yang berada di atas nakas.

Pukul sepuluh pagi.

Jantungnya seakan berhenti berdetak.

Pemberkatan pernikahan seharusnya dimulai pukul delapan tadi.

Tangannya mencengkeram selimut lebih erat, tubuhnya menegang seketika.

Keluarganya pasti sudah murka.

Lura meremas rambutnya sendiri, panik mulai menyerangnya.

Bagaimana ini bisa terjadi? Bagaimana ia bisa seceroboh ini?

Mereka pasti mencarinya.

Danu. Jelita. Ayah dan ibunya. Semua tamu undangan yang datang ke gereja.

Mereka pasti menunggu dan menyadari dia tidak ada.

Lura menggigit bibirnya kuat-kuat, mencoba meredam kepanikan yang semakin merayap ke seluruh tubuhnya.

Ia tidak bisa memberi tahu mereka apa yang terjadi.

Ia tidak bisa memberitahu mereka bahwa Danu mengkhianatinya.

Ia tidak bisa memberi tahu mereka bahwa adiknya sendiri menusuknya dari belakang.

Dan sekarang, ia bahkan tidak bisa menjelaskan mengapa dirinya menghilang di hari pernikahannya sendiri.

Tangannya mengepal di atas kepalanya, rasa putus asa kembali menerjang.

Ia benar-benar telah menghancurkan segalanya.

“Semua kerumitan mu bisa ku selesaikan.”

***

Tamparan keras menghantam pipi Lura.

Bunyi telapak tangan yang bertemu dengan kulit menggema di seluruh ruangan, membuat semua orang menahan napas.

Tubuh Lura terhempas keras ke lantai marmer yang berambal mewah. Nafasnya tercekat, pipinya berdenyut panas.

Ia masih terkejut, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Namun, sebelum bisa berpikir lebih jauh, suara hardikan tajam membelah udara.

“Anak tidak tahu diri!”

Suara ayahnya.

Lura mendongak dengan mata penuh air mata, melihat sosok pria paruh baya yang sangat marah.

Wajah sang ayah merah padam, rahangnya mengatup keras, dan telunjuknya teracung langsung ke wajah Lura.

Matanya penuh dengan kekecewaan dan kemarahan yang tidak bisa ditahan.

“Kau membuat malu keluarga! Membuat dua keluarga besar kita dipermalukan di hadapan para tamu!”

Lura meremas tangannya sendiri, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan.

Sakit.

Sakit sekali.

Bukan hanya pipinya yang terasa panas dan nyeri, tapi hatinya.

Ia tahu. Ia sadar.

Menghilang di hari pernikahannya tanpa kabar adalah kesalahan besar.

Namun, bagaimana ia bisa menjelaskan pengkhianatan Danu dan Jelita?

Bagaimana ia bisa mengatakan ia menghabiskan malam di ranjang pria asing demi melupakan rasa sakitnya?

Ia tidak bisa.

Ia hanya bisa menangis.

Di sudut ruangan, Danu hanya berdiri dengan santai.

Tanpa ekspresi. Tanpa rasa bersalah. Tanpa niat menolongnya.

Ia bahkan tidak berusaha membela Lura, tidak berusaha menjelaskan apa yang terjadi.

Karena baginya, ini bukan masalahnya.

Ini adalah kesalahan Lura sendiri.

Dan saat ayahnya kembali menghardiknya dengan kata-kata yang lebih tajam, Lura sadar…

Tidak ada seorangpun yang akan menyelamatkannya.

“Lihat Jelita!”

Suara ayahnya kembali menggema, menusuk jauh ke dalam hati Lura.

Lura masih terisak, kedua tangannya mencengkeram ujung gaunnya yang kusut. Pipinya masih panas akibat tamparan tadi, tapi hatinya jauh lebih sakit.

“Dia jauh lebih baik darimu, lebih pantas, lebih terhormat! Tapi sayangnya, Danu hanya menginginkanmu!”

Kata-kata itu menusuk seperti belati yang diputar di dalam luka.

Jelita, yang berdiri tidak jauh dari Danu, menundukkan kepala pura-pura sedih. Tapi Lura bisa melihat sudut bibirnya yang tertarik samar.

Ia menikmati ini.

Ayahnya tidak berhenti di sana. Kemarahan yang ia tahan sejak pagi kini meledak sepenuhnya.

“Dan apa yang kau lakukan?! Menghancurkan semua harapan! Melempar kotoran ke wajah kami semua!”

Lura semakin mengecil di tempatnya. Ia ingin berteriak, ingin membela diri.

Tapi ia tahu…

Tidak akan ada yang percaya.

Tiba-tiba, ayahnya melangkah mendekat.

Tangannya meraih lengan Lura dengan kasar, menariknya hingga tubuhnya terdorong ke depan.

Lura meringis, menahan rasa sakit di lengannya.

“Katakan, Lura! Dari mana saja kau semalaman?!”

Suara ayahnya begitu tajam, begitu dingin.

“Kenapa kau menghilang?! Apa masalahmu sampai harus mempermalukan keluarga seperti ini?!”

Lura menggigit bibirnya kuat.

Dia tidak bisa menjawab.

Dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya. Bahwa tunangannya mengkhianatinya dengan adiknya sendiri. Bahwa ia menghabiskan malam di tempat yang tidak seharusnya, dengan pria yang bahkan namanya tidak ia ketahui.

Bahwa ia telah menghancurkan dirinya sendiri karena sakit hati.

Tidak.

Mereka tidak akan percaya.

Mereka hanya akan melihatnya sebagai gadis bodoh yang menghancurkan pernikahannya sendiri.

Lura hanya menggeleng lemah.

Tapi ayahnya tidak puas dengan itu.

“Seluruh negeri menertawakan kita!” raungnya, gemetar karena amarah.

“Danu dihina! Keluarga kita dihina! Dan semua karena ulahmu!”

Lura terisak.

Tangannya mengepal, kukunya menancap di telapak tangannya yang dingin. Napasnya pendek, dadanya sesak.

Dia tidak bisa bicara.

“Ambil cambuk!”

Suara ayahnya menggelegar di seluruh ruangan, membuat semua orang terpaku di tempat. Udara mendadak membeku. Tidak ada yang berani bergerak, tidak ada yang berani menentang. Mata semua orang membulat, terkejut, tetapi tak satupun dari mereka bersuara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Fitri Eko Lestari
Knp tdk disampaikan ajah bhw calon suami&adiknya selingkuh yaaa ...
goodnovel comment avatar
Aku_me
jahat banget ayahnya ...
goodnovel comment avatar
Ucis Boo
Kasian Lura... Tega bgt ayahnya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dimanja Suami Kontrak   Siapa Nyonya Danadyaksa

    Gerakan tangan Lura terhenti di atas meja makan berlapis linen putih. Ia meletakkan sendok dengan sangat hati-hati ke sisi piring porselen yang masih hangat oleh sentuhan sup saffron. Suasana makan malam mereka, yang sejak awal sudah terasa sunyi namun tenang, kini berubah hening dalam cara yang lain. Bukan lagi tenang, melainkan mendebarkan. Suara Khailas barusan seperti menggemakan sesuatu yang terlalu besar untuk langsung dicerna.Lura mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya terpaku pada pria yang duduk di seberangnya, Khailas, lelaki yang selama ini berdiri di balik layar hidupnya, seperti bayangan yang melindungi sekaligus membentuk dirinya. Dan kini, bayangan itu berbicara tentang terang. Terang yang terlalu silau untuk langsung dipercaya.“Ulangi,” bisik Lura, setenang mungkin. Tapi gemetar suaranya tak bisa disembunyikan. “Apa yang tadi kau katakan?”Khailas menatapnya dalam. Penuh makna. Tidak tergesa.“Sudah saatnya kita mengumumkan pernikahan,” ucapnya lagi, kali ini lebih

  • Dimanja Suami Kontrak   Tidak Bisa Hancur Seperti Ini

    Jelita menatap nyalang ke arah pria yang kini berdiri di depannya, tubuhnya masih menegang setelah diseret masuk ke dalam apartemen murahan itu—ruang sempit yang lembab, pengap, dan berbau seperti koreng yang tak pernah dibersihkan. Tom menutup pintu di belakang mereka, keras, lalu berjalan mendekat sambil tertawa kasar.“Teriakanmu barusan menggelikan,” katanya, suaranya serak seperti batu yang tergores. “Bukan baru sekali aku menyentuhmu, Jelita. Jangan sok suci di hadapanku.”Jelita mengangkat telunjuknya, matanya berapi. “Jaga bicaramu, Tom! Kau tidak punya hak bicara seperti itu padaku!”Tom menyipitkan mata, memandangnya seperti sesuatu yang tak lagi berharga. “Oh, aku tidak punya hak? Lalu selama ini aku apa? Anjing peliharaanmu yang siap menjilat setiap kau suruh? Tugas terakhirku belum kau bayar, dan aku membawamu ke sini hanya untuk menagih apa yang menjadi hakku.”Ia mendekat, napasnya memburu.“Setelah ini,” lanjut Tom dengan dingin, “aku tidak akan lagi menyentuhmu. Aku

  • Dimanja Suami Kontrak   Jangan berani Menyentuhku!

    Lura berdiri tegak di depan tiga sosok yang selama ini membentuk luka-luka paling dalam dalam hidupnya. Angin sore meniup rambutnya lembut, sementara orang-orang berlalu-lalang di sekitar mereka tanpa tahu bahwa pertemuan ini seperti percikan api di atas genangan bensin, berbahaya, mudah terbakar. Ia baru saja keluar dari Azmara.Di hadapannya, ayahnya, ibu tiri dan Jelita, saudari tiri yang tak pernah bertingkah sebagai saudara.“Begitukah cara bicara pada ayahmu?”Lura tersenyum tipis, senyum yang lebih menyerupai ejekan ketimbang sapaan hormat. Ia menatap pria itu dari ujung kaki ke kepala, mantel lusuh, sepatu usang, dan rambut yang tak terurus. Dulu, Kuncoro adalah pria yang tak bisa keluar rumah tanpa setelan jas mahal. Kini bahkan nafasnya pun terdengar seperti beban hidup.“Lalu bagaimana aku harus bicara padamu?” Lura bertanya tenang, nyaris berbisik, tapi tajam. “Dengan lembut? Dengan rindu? Dengan penuh bakti seperti yang selalu kau tuntut tapi tak pernah kau beri?”Kuncor

  • Dimanja Suami Kontrak   Aku Muak dengan Kalian

    Irene tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Ia duduk di hadapan Khailas, seperti masa-masa lalu yang pernah mereka habiskan dalam diam dan percakapan yang tak pernah sembarangan. Tapi kali ini berbeda. Sangat berbeda. Tidak ada keteduhan dalam tatapan Khailas. Tidak ada sisa-sisa kasih yang pernah tumbuh, atau rasa bersalah atas kisah mereka yang karam tanpa pamit.Yang ada hanyalah dingin yang membekukan.Pertemuan ini diminta oleh Khailas sendiri, melalui asistennya yang datang dengan sopan tapi tegas, menyerahkan jadwal dan lokasi. Irene pikir, walaupun hanya sekilas, bahwa mungkin, hanya mungkin, pria itu ingin memperbaiki sesuatu. Atau sekadar menjalin kembali percakapan yang dewasa tentang masa lalu yang pernah mereka bagi sebelum dan sesudah perpisahan.Namun yang terjadi justru lebih menyakitkan dari sekadar penolakan.“Jauhi Allura.”Dua kata. Dua kata yang menghantam lebih keras daripada kalimat panjang penuh penjelasan.Khailas mengucapkannya dengan tenang, tap

  • Dimanja Suami Kontrak   Hidup Ratusan Tahun Lagi

    Belum sempat Danu mencerna kalimat terakhir yang diucapkan Lura, tentang kebebasan dan ketenangan yang kini dimilikinya, tubuhnya ditarik kasar dari arah belakang. Ia kehilangan keseimbangan, langkahnya terseret, lalu tubuhnya terdorong menabrak dinding. Kerah bajunya dicekal kuat oleh tangan kekar yang dingin dan tanpa ampun.Sebelum ia sempat menoleh, satu pukulan keras menghantam sisi wajahnya.Bughh!Kepalanya terputar, rasa perih menyebar cepat. Ia berdiri dalam keadaan limbung, kaget, tak siap, belum sempat menyiapkan sikap defensifnya. Dan sebelum bisa bertanya siapa yang menyerangnya, suara tenang namun tajam dan dingin terdengar di telinganya:“Kenali aku. Bukankah selama ini kau sangat ingin tahu siapa pria di belakang Allura?”Seketika darah Danu membeku. Suara itu…Tidak asing. Bahkan sangat familiar.Tapi otaknya menolak untuk mempercayai kenyataan. Itu mustahil. Tidak mungkin…Namun realita segera membantah penyangkalannya, karena satu pukulan lagi menghantam perutnya de

  • Dimanja Suami Kontrak   Kau… Siapanya?

    Di salah satu sudut gelap sebuah klub malam yang bising dan dipenuhi lampu berkedip, Danu duduk lunglai di sofa kulit hitam. Botol-botol minuman keras berserakan di atas meja bundar di depannya, sebagian sudah kosong, sebagian masih setengah penuh tapi tak lagi menyegarkan. Asap rokok, parfum, dan bau alkohol bercampur menjadi kabut tipis yang membekap udara. Musik dentum memekakkan telinga, tapi suara-suara itu hanya jadi gema hampa di kepala Danu.Ia meneguk habis satu gelas bourbon, pahitnya bahkan tak terasa di lidahnya yang mati rasa. Luka tembak di kakinya kembali berdenyut, mengingatkan bahwa ia pernah menjadi sasaran. Tapi rasa nyeri itu tak cukup mengalahkan perih yang menggerogoti dadanya sejak pertemuannya dengan Lura siang tadi.Wajah Lura kembali muncul di kepalanya. Tatapan wanita itu. Tenang. Dingin. Tanpa bekas kekaguman. Tanpa jejak cinta.Itu yang membuatnya nyaris menggila.Danu mencengkram rambutnya sendiri, geram. Ia membayangkan ulang momen singkat itu. Lura tida

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status