Share

Menurutmu Begitu?

Penulis: AD07
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-22 10:05:23

Lura duduk tegak di atas ranjang, mengenakan jubah tidur tipis berwarna lembut yang menjuntai di sekitar lututnya. Rambutnya yang belum sepenuhnya kering jatuh ke bahu, sebagian menempel di pipi karena angin dari balkon. Di tangannya, tablet yang baru saja Khailasn berikan kini tergenggam erat, ia masih bisa merasakan getaran emosi yang tertinggal dari rekaman itu.

Matanya belum lepas dari Khailas, menanti jawaban yang lebih dari sekadar analisis taktis.

“Dia mengikutimu,” ucap Khailas datar, mengambil tablet dari tangan Lura dan meletakkannya di atas nakas. “Berhenti saat melihat tanganku menarikmu ke celah dinding. Dia ingin menggunakan kesempatan itu untuk mempermalukanmu di depan publik.”

Lura mengerjap, sedikit terkejut. “Dia melihatmu?” tanyanya, nyaris berbisik.

Khailas menggeleng pelan. “Hanya tanganku. Dan dia tidak benar-benar memperhatikan. Fokusnya hanya padamu, bukan pada pria yang menarik tanganmu.”

Seketika napas Lura mengalir lebih tenang. Ia tidak bisa menahan helaan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Leniar
Lanjut kakk
goodnovel comment avatar
Rahma Wati
double up napa tor
goodnovel comment avatar
SAKURA
kenapa cuma 1 bab sih? lebih dong...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dimanja Suami Kontrak   Aku belum Selesai…

    Lura menatap lekat wajah suaminya, seolah mencari celah untuk membujuk. Tatapan itu penuh kerinduan bercampur keinginan keras yang sulit ia sembunyikan. “Tapi… aku ingin menunggu Irene sampai sadar,” ucapnya lirih namun mantap. Ada nada memohon di suaranya, meski ia tahu lawan bicaranya bukan tipe yang mudah digoyahkan.Khailas yang berdiri tegak di sisinya, sama sekali tak bergeming. Sorot matanya dingin dan kata-katanya jatuh seperti batu, tegas tanpa ruang untuk penolakan. “Tidak aku izinkan. Kau bisa kembali besok. Lebih dari siapapun, kau butuh istirahat, Allura.”Nada mutlak itu menghentikan Lura untuk berkata lebih jauh. Ia hanya bisa menghela napas panjang, pasrah pada keputusan yang sudah jelas tak akan berubah. Khailas bukan pria yang mudah mengubah pendirian, apalagi jika menyangkut orang-orang yang pernah mengecewakannya atau lingkar peristiwa yang mengusik martabatnya.Mereka melangkah keluar dari ruang perawatan, Lura sedikit tertunduk, mencoba mengendalikan emosinya. Sa

  • Dimanja Suami Kontrak   Tetap Menjadi Pusat dari Dunianya

    Lorong menuju ruang operasi super VVIP itu sunyi, hanya terdengar langkah sepatu dan dengungan rendah mesin pendingin ruangan. Aroma antiseptik begitu kental, menusuk hidung setiap orang yang melewatinya. Di depan pintu besar berlapis kaca buram, dua petugas keamanan DGroup berdiri tegak, wajah tanpa ekspresi, seakan memberi peringatan tak tertulis bahwa tak semua orang boleh lewat.Begitu Khailas dan Lura tiba, pintu otomatis terbuka, mengungkap ruang tunggu eksklusif dengan interior modern dan pencahayaan hangat. Tidak ada kursi plastik biasa di sini, semuanya sofa kulit mewah dengan meja kopi marmer dan dispenser minuman yang berdiri senyap di sudut ruangan.Di sisi kiri, layar kaca raksasa menampilkan siaran langsung dari ruang operasi. Gambar bersih, jernih, tanpa suara. Irene terbaring di meja operasi, tubuhnya tertutup kain steril, hanya bagian dada ke atas yang terlihat. Beberapa dokter dengan seragam hijau bergerak cepat, tangan mereka cekatan namun penuh kehati-hatian. Angka

  • Dimanja Suami Kontrak   Ikuti Irama Nafasku

    Lura dapat membaca jelas dari sorot mata dan nada suara Jelita perempuan itu sudah kehilangan seluruh kendali atas dirinya. Tatapannya liar, nafasnya pendek-pendek, dan setiap kata yang keluar seperti ledakan yang tak lagi disaring oleh logika. Dengan insting yang dudah terlatih menghadapi situasi tak menentu, Lura menggeser langkahnya ke belakang, memberi jarak aman di antara mereka. Lorong sepi itu menjadi arena tegang, hanya diisi gema langkah Lura yang pelan dan terukur.Dengan suara yang datar namun mengandung ketegasan, ia berkata,“Kau tidak bisa menyalahkanku atas kehidupan yang kita jalani, Jelita. Aku tidak pernah meminta terlahir di keluarga yang kau idamkan itu. Aku tidak pernah memohon untuk mendapatkan semua yang kau pikir aku miliki.”Lura menahan napas sejenak, matanya tak bergeming dari wajah adik tirinya itu. “Dan asal kau tahu,” lanjutnya dengan nada lebih berat, “hidupku juga tidak sebahagia yang kau pikirkan. Aku punya luka yang tak seorangpun tahu, luka yang kut

  • Dimanja Suami Kontrak   Harus… Mati!

    Khailas menatap Danu tanpa berkedip. Tatapan itu dingin, begitu dingin hingga menusuk sampai ke tulang. Bukan tatapan sekadar marah atau jijik, ini adalah tatapan yang seolah mengupas habis harga diri seseorang, meninggalkannya telanjang tanpa sisa. Dan Danu tahu, sepanjang hidupnya, ia belum pernah mendapatkan tatapan seperti ini. Tatapan yang mengandung hinaan begitu pekat, tak mampu ia deskripsikan dengan kata-kata… dan terlebih lagi, itu datang dari seorang Khailas Danadyaksa, pria yang berdiri di puncak kekuasaan, yang tidak perlu berteriak untuk membuat lawannya runtuh.Khailas mengangkat gelas anggurnya setinggi dada, memutarnya perlahan, seolah memberi waktu pada Danu untuk menelan rasa malu itu. Lalu suaranya terdengar, rendah, namun memotong udara seperti bilah pisau.“Untuk istriku… jangan waktu, nyawa pun akan kuberikan. Waktuku miliknya. Siapapun yang membuatnya tersinggung…” ia menatap tepat ke mata Danu, “akan menemui kehancuran.”Kata-kata itu tidak disertai ancaman fi

  • Dimanja Suami Kontrak   Bagaimana rasanya… Jatuh?

    Irene kembali duduk di kursinya, posturnya tetap tegak, menjaga wibawa di tengah gemuruh emosi yang berkecamuk di dalam. Tangannya menggenggam halus taplak meja, matanya mengikuti langkah Khailas dan Lura yang perlahan menjauh, dikelilingi oleh lingkaran kekaguman yang seolah tidak terputus. Tak satupun tamu di ruangan itu bisa mengalihkan pandangan dari mereka. Dan Irene pun, meski menyadari kenyataan yang telah berlangsung, tidak bisa memaksa dirinya untuk tidak menatap punggung pria yang ia perjuangkan dalam diam.Sebuah tangan menyentuh pundaknya dengan tenang. Kakak laki-lakinya, pria dengan wajah tegas dan mata yang penuh pengertian, mencondongkan tubuh sedikit, memberi isyarat bahwa ia ada di sana, selalu ada, bahkan ketika Irene tidak meminta.Irene menoleh, lalu tersenyum kecil. Senyum itu bukan senyum kemenangan, bukan pula senyum penuh luka. Hanya semacam tanda bahwa ia masih bisa bernafas, masih bisa berdiri, meski dalam hati ada bagian yang runtuh perlahan. Ia mengangguk

  • Dimanja Suami Kontrak   Are You Oke?

    Dan bukan Jelita namanya kalau tidak memiliki cara untuk mencuri perhatian. Sejak Lura turun dari panggung dan berjalan menyusuri jalur di antara meja tamu undangan, Jelita merencanakan sesuatu di kepalanya. Ia tahu, ia tidak akan mampu menandingi kemegahan gaun Lura, tidak bisa menandingi aura yang terpancar dari genggaman tangan Khailas. Tapi ia punya satu kartu, satu hal yang mungkin bisa mengguncang suasana. Panggilan itu. Panggilan yang selama ini enggan ia akui di depan publik.Tepat ketika Lura hampir melewatinya, Jelita meraih napas panjang. Dengan suara lirih yang sengaja dibuat sendu, seolah membawa luka yang dalam, ia berkata, “Kakak…”Satu kata itu bagai pecahan kaca yang jatuh di lantai marmer. Semua percakapan berhenti. Beberapa tamu undangan langsung menoleh, penasaran. Kamera media eksklusif yang biasanya hanya berfokus pada momen-momen formal kini terarah padanya. Kakak? Panggilan itu terdengar terlalu intim, terlalu pribadi, untuk sebuah pesta sebesar ini. Dan Jelita

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status