Share

Dinikahi Profesor Galak
Dinikahi Profesor Galak
Penulis: Just Mommy

01. Perjodohan

Penulis: Just Mommy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-29 20:35:49

Intan sangat membenci konsulennya yang galak itu, siapa sangka ternyata pria yang paling menyebalkan tersebut justru akan menikahinya.

 

Malam itu Intan diminta untuk datang ke sebuah restoran oleh ibunya. Ia sempat heran, tidak biasanya Ibu Intan yang bernama Fatma itu pergi ke restoran sendiri.

 

Hal itu pun membuat Intan khawatir. Ia bergegas menuju restoran setelah selesai bertugas di rumah sakit. Sebelumnya ia sempat izin pulang lebih awal pada Zein-konsulennya.

 

"Maaf, Prof. Saya mohon izin pulang lebih awal karena ada acara keluarga," ucap Intan saat berada di ruangan Zein. Sebenarnya ia takut, tetapi Intan terpaksa memberanikan diri demi ibunya.

 

"Ternyata selain teledor, kamu juga tidak profesional, ya?" sahut Zein yang sedang sibuk dengan komputernya itu.

 

Bukan hal aneh bagi Intan saat melihat reaksi Zein seperti itu. Profesor tersebut memang tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Hampir setiap hari Intan dimarahi atau disindir dengan kalimat yang menyakitkan oleh Zein. Namun ia tidak ada pilihan lain karena Zein yang menentukan nilainya.

 

"Maaf, Prof. Tapi ini sangat mendesak," sahut Intan, gugup. Jika bukan karena ibunya sudah ada di restoran, Intan pun tidak mungkin berani meminta izin pada Zein. Namun, kondisi ibunya yang sedang tidak sehat itu membuat Intan khawatir.

 

Kesehatan Fatma beberapa tahun belakangan memang kurang baik. Ia mengidap kelainan jantung, sehingga Intan tidak tenang jika ibunya pergi ke mana-mana sendiri.

 

Zein melirik ke arah Intan dan menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Oke, kalau begitu besok kamu harus lembur!" sahut Zein ketus. Ia seperti tak memiliki belas kasih pada Intan.

 

Intan menghela napas. Sudah seminggu terakhir ia memang selalu lembur. Bahkan sering pulang dini hari. Ia merasa Zein sangat keterlaluan. Hanya karena dirinya minta izin pulang cepat, profesor itu menyuruhnya lembur seolah Intan tidak pernah melakukannya.

 

"Baik, Prof," jawabnya, singkat. Meski di dalam hati sangat dongkol, Intan tidak berani untuk protes. Baginya, diizinkan pulang lebih awal saja sudah bagus.

 

Setelah itu ia pun pamit dan meninggalkan ruangan Zein.

 

Beberapa menit kemudian, Intan tiba di restoran. Namun, saat baru memasuki restoran tersebut, Intan tidak sengaja berpapasan dengan Zein.

 

'Duh, apes banget. kenapa harus ketemu dia di sini, sih?' batin Intan. Ia ingin menghindar, tetapi Zein sudah terlanjur melihatnya.

 

"Malam, Prof!" sapanya. Ia tidak mungkin pura-pura tidak melihat Zein karena posisi mereka begitu dekat.

 

"Oh, jadi ini yang kamu bilang sangat penting?" sindir Zein. Ia merasa Intan telah membohonginya.

 

"Maaf, Prof. Di dalam ada ibu saya sedang menunggu. Permisi," ucapnya. Ia langsung berlalu karena tidak ingin berdebat dengan Zein.

 

Melihat Intan gugup, Zein yakin gadis itu telah membohonginya. Ia pun semakin tidak respect pada Intan karena Zein yakin Intan pasti datang ke sana untuk kencan. Apalagi malam itu malam minggu.

 

Bukan tanpa alasan Zein tidak menyukai Intan. Gadis itu sering datang terlambat ke rumah sakit. Bahkan Intan beberapa kali terlihat tidak fokus bekerja karena mengantuk. Bagi Zein, gadis itu sangat tidak profesional dan ia membenci hal seperti itu.

 

Setelah Intan pergi, Zein pun menuju ke ruangan yang telah dibooking oleh orang tuanya. Tanpa ragu ia masuk ke ruangan tersebut. "Maaf saya terlambat," ucap Zein saat membuka pintu ruangan itu. Keningnya mengerut kala melihat Intan ada di sana.

 

Intan yang sudah duduk di dalam pun terperanjat saat menyadari Zein berdiri di ambang pintu. 'Prof Zein, mau apa dia di sini?' Batinnya. Ia sangat gugup karena kehadiran Zein. Perasaannya tidak enak, khawatir hal yang tidak ia inginkan terjadi.

 

Orang tua mereka begitu senang melihat kedatangan Zein. Awalnya Rani-mamahnya Zein, sempat khawatir anaknya itu tidak akan datang. Sebab ia tahu betul anaknya itu sangat sibuk. Namun kini ia lega melihat anaknya sudah berada di sana walaupun terlambat.

 

"Akhirnya kamu datang juga. Sini, Sayang!" ucap Rani. Ia menyambut Zein dengan begitu hangat. Keluarga mereka memang keluarga harmonis yang selalu ceria. Entah Zein mendapat sifat dingin dari mana hingga ia kaku seperti itu.

 

Zein pun mendekat ke arah kursi yang ada di dekat Rani. Perasaannya sudah tidak enak dan mencurigai sesuatu.

 

"Ada apa ini, Mah?" bisik Zein sambil memalingkan wajah.

 

"Udah kamu duduk aja dulu! Nanti Mamah kasih tau," sahut Rani dengan berbisik. Ia tidak ingin anaknya kabur sebelum menyapa Intan dan Fatma. Akhirnya Zein terpaksa duduk meski di kepalanya penuh pertanyaan.

 

Sejak kehadiran Zein, Intan tak berani menatap wajahnya. Ia terus menunduk karena takut pada profesor itu. Terlebih tadi Zein sempat mencibirnya saat ia izin pulang lebih awal.

 

'Ya Tuhan, kenapa jadi begini, sih? Aku udah lega bisa kabur dari hadapan dia tadi. Ehh, malah ketemu lagi di sini,' gumam Intan dalam hati.

 

"Zein, kamu sudah kenal dengan Intan, kan?" tanya Rani basa basi.

 

"Iya, dia dokter muda yang sedang koas di rumah sakit kita," sahut Zein, datar.

 

Ia tidak menanyakan alasan ibunya bertanya seperti itu. Zein khawatir ada sesuatu yang sedang mereka rencanakan dan ia yakin itu tidak akan dia sukai. 'Semoga ini hanya pertemuan biasa,' batin Zein.

 

Melihat reaksi Intan dan Zein, papah Zein yang bernama Muhammad atau biasa disapa 'Muh' itu berusaha mencairkan suasana. "Bagaimana kalau kita makan dulu?" ajaknya.

 

Mereka semua pun setuju dan mulai menyantap hidangan yang telah tersedia di hadapan mereka. Sambil menikmati makanan tersebut, mereka berbincang agar lebih akrab. Meski Muh sudah mengenal Fatma. Namun hubungan mereka tidak begitu dekat semenjak suami Fatma meninggal.

 

"Jadi kira-kira kapan Intan UKDI?" tanya Muh basa-basi. Padahal ia sudah mengetahui hal itu.

 

"Kalau semuanya lancar, insyaaAllah dua minggu lagi sudah selesai koas karena ini stase terakhir saya. Setelah itu mungkin saya akan persiapan selama satu bulan sambil mendaftar," jelas Intan.

 

Muh bangga terhadap Intan karena dia memiliki visi misi yang jelas. "Wah, kamu memang luar biasa, ya? Masih muda tapi semangatnya tinggi," puji Muh.

 

Zein benci ketika melihat Intan dipuji seperti itu. Sebab, menurutnya itu tidak sesuai dengan apa yang ia ketahui. Ia melirik ke arah Intan dengan tatapan yang menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Intan.

 

Menyadari hal itu, Intan tidak mau ambil pusing. Ia tak peduli meskipun Zein tidak menyukainya. Sebab ia hanya perlu bertemu dengan Zein beberapa minggu lagi. Setelah itu dirinya akan terbebas dari profesof galak yang ia benci tersebut.

 

Namun, hal yang tak diharapkan pun terjadi. Tiba-tiba Muh mengatakan sesuatu yang sama sekali tak ingin mereka dengar.

 

"Begini ... tujuan kami mengundang kalian datang ke sini ingin menyampaikan bahwa kami telah sepakat untuk menjodohkan kalian berdua," ujar Muh.

 

***

 

Hai ... terima kasih sudah baca DPG.

 

Jangan lupa subs, vote n komen, yaa.

 

Buat yang baru baca novel aku, silakan follow I*: @justmommy2020.

 

Mohon maaf atas kesalahan dalam penulisan.

See u,

 

JM.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Asiyan Sompo
penasaran janjutannya.
goodnovel comment avatar
Yayah Fachriyah
lanjut,saya suka membaca nopel dari gadis
goodnovel comment avatar
Bubun Sukabumi
awal baca juga udah seru..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dinikahi Profesor Galak   86. Bahagia (S2)

    Hati Ira berdebar-debar kala diminta untuk tes kehamilan oleh ibunya. Ia tak menyangka akan secepat ini mendapatkan momongan. Meski hasilnya belum pasti, tetapi entah mengapa Ira yakin bahwa dirinya memang mengandung.“Kamu ada test pack, gak?” tanya Rani.Ira menggelengkan kepalanya. “Enggak, Mah,” jawabnya.“Ya udah nanti Mamah suruh Bibi beli dulu. Atau kamu mau langsung cek ke rumah sakit?” tanya Rani.“Test aja dulu deh, Mah. Kalau ke rumah sakit, takut hasilnya gak sesuai harapan,” jawab Ira.“Ya udah. Tapi kamu sarapan dulu, ya! Jangan sampai sakit karena telat makan!” nasihat Rani.“Iya, Mah. Terima kasih,” sahut Ira, sambil tersenyum.Setelah itu Rani meninggalkan kamar tersebut, kemudian ia meminta Bibi untuk membeli test pack. “Bi, tolong beliin test pack, dong!” ucap Rani pada ART-nya.“Lho, Mamah hamil?” tanya Muh, kanget.“Yang bener aja, masa Mamah hamil?” timpal Zein yang masih ada di sana.“Kalian ini! Bukan buat Mamah,” ucap Rani, gemas.“Terus buat siapa, dong?” tany

  • Dinikahi Profesor Galak   85. Telat (85)

    “Hehehe, ampun, Ndan!” ucap anak buah Bian sambil cengengesan.“Ya udah, kali ini aku beneran pergi. Assalamualaikum,” ucap Bian. Kemudian ia meninggalkan istrinya itu.“Waalaikumsalam. Hati-hati, Sayang,” sahut Ira.Ia menatap kepergian suaminya itu. “Semoga kamu cepat kembali, Bi. Aku gak sanggup kalau harus pisah terlalu lama lagi,’ batin Ira.“Duh, jadi pingin nikah,” ledek anak buah Bian.“Ya udah, tinggal mengajukan!” sahut Bian, santai.“Yah, saya kan bukan Komandan yang bisa sat set sat set. Mau nikah juga pengajuan dulu, belum lagi prosesnya yang lama,” keluh anak buah Bian.“Ya iya sih masalah utama mah belum ada calonnya! Hahaha,” ledek anak buah Bian yang lain.Mereka semua pun tergelak.Beberapa jam kemudian Ira sudah tiba di rumah Muh kembali. Saat ini ia sedang bersantai di kamarnya, sambil memainkan ponsel.“Kok dia belum ngabarin aku, ya?” gumam Ira.Ia gelisah menanti kabar dari suaminya itu. Padahal Bian tidak sempat untuk memberi kabar pada Ira. Sebab setibanya di

  • Dinikahi Profesor Galak   84. Berpamitan (S2)

    “Mas ... jangan maksa begitu, dong! Lagian kan demi kebaikan Aydin. Aku juga gak akan tenang ninggalinnya,” ucap Intan. Ia tidak enak hati pada mertuanya.“Hehehe, Papah bercanda, kok. Ya udah kalian pergi aja! Biar Aydin sama kami. Lagian Zein kan beberapa bulan terakhir sibuk persiapan alih jabatan, pasti butuh refreshing. Pergilah!” ucap Muh.“Alhamdulillah, gitu dong, Pah! Terima kasih, ya,” ucap Zein. Ia sangat senang karena diizinkan pergi oleh Muh.Zein pun menghampiri dan menggendong anaknya. “Sayang, maaf ya Ayah pergi dulu. Nanti kalau kamu sudah lebih besar, Ayah janji akan ajak kamu jalan-jalan. Oke,” ucap Zein, kemudian ia mencium pipi anaknya.Intan geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya itu. “Kalau begitu aku mau pumping dulu ya, Mas,” ucapnya.“Iya, Sayang. Pumping yang banyak biar anak ayah gak kelaparan,” ucap Zein, sambil menggoda anaknya.Rani dan Muh tersenyum melihat keluarga kecil itu. Mereka bahagia karena kini anaknya begitu harmonis. Padahal dulu dua

  • Dinikahi Profesor Galak   83. Merengek (S2)

    “Enggaklah! Udah mendingan buruan packing biar kamu gak telat. Perjalanan dari sini ke Jakarta kan gak sebentar!” ucap Ira. Meski mengatakan tidak, tetapi ekspresi wajahnya terlihat sangat kecewa.“Iya, Sayang. Maaf, ya,” ucap Bian. Ia terus meminta maaf karena rasa bersalahnya. Apalagi jika melihat wajah Ira seperti itu. Sebab dirinya telah merusak momen penting.Setelah selesai packing, Bian dan Ira meninggalkan kamar mereka. Kemudian Bian check out di lobby."Kamu tunggu di sini, ya!" pinta Bian, saat Ira sudah berada di mobil."Iya," jawab Ira, singkat.Bian pun meninggalkan mobil, kemudian melakukan check out. Tak lupa Bian menjelaskan bahwa akan ada Zein yang menggantikannya. Ia pun meminta kamarnya dibersihkan dan dihias dengan bunga seperti untuk orang bulan madu."Jadi ini tidak ada biaya tambahan, kan?" tanya Bian."Tidak ada, Mas. untuk buangnya kami berikan free," sahut resepsionis. Mereka memberikan free karena Bian telah memesan hotel dengan kelas kamar paling tinggi sel

  • Dinikahi Profesor Galak   82. Terpaksa Pulang (S2)

    “Tau tuh, siapa tadi yang iseng basahin meja, ya?” canda Bian. Ia sengaja ingin membuat istrinya kesal.Namun kemudian Ira teringat. “Ya ampun, ini karena ulah kamu ya, Bi?” tuduh Ira, sambil ternganga. Ia ingat bagaimana tadi dirinya yang baru naik dari kolam itu langsung direbahkan di atas meja.“Gak salah? Kan kamu yang tadi rebahan di sini,” sahut Bian, santai. Ia sengaja menyudutkan istrinya.“Tapi kan kamu yang bawa aku ke sini!” Ira tidak mau kalah. Ia tak terima disalahkan seperti itu. Sebab memang Bian yang merebahkannya di atas meja.“Ya udah, mendingan makan aja jangan debat! Kan udah lapar,” ucap Bian. Ia pun membuka makanan tersebut dan menyendoknya.“Berarti orang itu lihat, dong?” tanya Ira sambil menyendok makanan. Ia masih tidak enak hati memikirkan meja yang basah tersebut.“Iyalah. Dia kan punya mata,” jawab Bian, tanpa dosa. Berbeda dengan Ira, Bian tak peduli. Baginya orang tadi pasti sudah biasa menghadapi hal seperti itu.“Hiiih, kamu ini!” Ira kesal.“Udah maka

  • Dinikahi Profesor Galak   81. Ini Bulan Madu (S2)

    “Mau ngapain, sih?” tanya Ira. Ia yakin suaminya pasti menginginkan sesuatu.Bian langsung menarik Ira. “Biasakan sama suami itu langsung nurut! Jangan suka ngebantah, nanti tuman!” ucap Bian, gemas.“Ya abisnya kamu suka aneh-aneh, sih,” ucap Ira, manja.“Apanya yang aneh? Namanya suami istri begini tuh wajar, Sayang,” ucap Bian, sambil merangkul pinggang Ira. Kemudian merapatkan tubuh mereka.Ira tersenyum. Ia sangat gemas melihat tingkah suaminya itu. “Tuh, kan. Kamu maaah. Emang wajar, sih. Tapi ini masih siang. Aku risih mesra-mesraan siang hari begini, ihh,” keluh Ira.“Dulu waktu masih pacaran, kamu gak risih. Kenapa sekarang malah menghindar,” bisik Bian, nakal. Kemudian ia menggigit telinga istrinya itu.“Bi!” tegur Ira. Ia malu disebut seperti itu oleh suaminya. Ketika sedang berpacaran mereka memang cukup sering bermesraan. Namun hanya sebatas bibir, tidak lebih. Mungkin karena belum halal, jadi mereka masih sangat menggebu-gebu.Sedangkan saat ini mereka sudah menikah dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status