Share

4. Kehilangan Segalanya

last update Last Updated: 2025-01-10 13:06:36

Lily menatap pria di hadapannya.

Wajahnya tampak familier, seolah dia pernah melihatnya di suatu tempat.

Namun, pikirannya masih terlalu kacau untuk mengingat dengan jelas. Jantungnya yang berdetak kencang karena nyaris tertabrak mobil pun belum kembali normal.

“Anda baik-baik saja, Nona?” Suara pria yang khawatir itu menyadarkan Lily dari lamunannya.

“Oh… ya. Aku baik-baik saja,” jawabnya cepat.

Dia berusaha berdiri, tetapi begitu sedikit menggerakkan kakinya, rasa nyeri langsung menjalar dari lututnya. Lily mengerutkan dahi, lalu menurunkan pandangan ke arah kaki.

“Lutut Anda berdarah,” ucap sang pria, terdengar semakin prihatin.

Sepertinya, tarikan sang pria tidak cukup cepat dan mobil tadi sempat menyerempet kaki Lily.

Namun, anehnya, rasa sakit dari luka itu tidak terasa. Mungkin … karena luka di hati Lily lebih besar.

Dikhianati tunangannya.

Diusir oleh ayahnya sendiri.

Dikeluarkan dari perusahaan keluarganya.

Dibandingkan itu semua, luka di lututnya sama sekali bukan apa-apa.

Lily mengangkat kepalanya, melihat pria itu memperhatikan kondisinya dengan sorot mata kasihan.

Dia tersenyum tipis, meski terasa dipaksakan. “Terima kasih sudah membantuku, Tuan. Aku bisa mengurusnya sendiri. Maaf sudah merepotkan.”

Tanpa menunggu balasan, Lily membungkuk sedikit untuk menunjukkan rasa terima kasih, lalu berjalan pergi dengan langkah pincang.

Pria itu hanya menatap dalam diam, memperhatikan hingga sosok gadis itu benar-benar menghilang di ujung jalan.

Kemudian, dia menghela napas, berbalik, lalu melangkah menuju mobil hitam yang terparkir tak jauh dari sana.

Begitu masuk ke dalam, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.

“Tuan, sepertinya ada masalah dengan Nona Mahesa.”

**

“Papamu memecatmu?”

Haris—paman Lily sekaligus orang terdekat yang masih bisa dia percaya—menatapnya dengan ekspresi terkejut dan marah.

“Tega sekali pria itu!”

Nada suaranya dipenuhi ketidakpercayaan.

Haris meraih ponselnya, tampak bersiap menelepon Adhitama.

“Aku akan bicara padanya. Apa pun masalahnya, caranya memperlakukanmu ini sudah keterlaluan!”

Namun, Lily buru-buru menahan tangan pamannya.

“Paman, jangan.”

Haris menatapnya tajam. “Kenapa? Kamu masih mau membela pria yang bahkan tidak berpikir dua kali sebelum membuangmu dari keluarganya itu?”

Lily menggigit bibirnya. Ada sesuatu yang begitu menyakitkan dalam ucapan pamannya, tetapi dia tidak bisa menyalahkan siapa pun selain dirinya sendiri.

“Papa tidak salah kalau marah,” kata Lily pelan. “Aku memang salah karena pergi ke bar malam itu… aku juga salah karena bicara tanpa berpikir di depan banyak orang. Aku tidak akan mencari alasan untuk membenarkan diriku.”

Haris menghela napas panjang.

Dia menatap Lily lama, sebelum akhirnya bertanya, “Lalu, sekarang apa rencanamu?”

Lily terdiam sesaat.

Dia tahu sang ayah pasti telah menutup semua fasilitasnya. Mobilnya pun ditinggalkan di kantor Mahesa Group. Hari ini saja, dia harus datang ke rumah pamannya dengan taksi.

Setelah berpikir sejenak, Lily mendongak.

“Paman, apa Paman punya kenalan yang perusahaannya sedang butuh karyawan? Aku ingin mencari pekerjaan.”

Haris mengangkat alisnya, memerhatikan Lily dengan seksama.

“Kamu tidak mau mencoba bicara pada papamu dulu?” tanyanya. “Siapa tahu dia bisa mempertimbangkan kembali.”

Lily menggeleng.

“Masalah ini tidak sesederhana itu.” Suaranya penuh tekad. “Dan kali ini… aku ingin membuktikan ke Papa kalau aku bisa mandiri.”

Haris menghela napas lagi.

Melihat keponakannya yang biasanya manja tiba-tiba berubah menjadi seseorang yang penuh tekad membuatnya tak punya pilihan selain membantu.

Akhirnya, dia berkata, “Cobalah melamar ke sini.”

Haris menyebutkan nama perusahaan yang dimaksud, lalu memberikan informasi mengenai lowongan pekerjaan yang diketahuinya.

Lily mengangguk, menerima informasi itu dengan mata berbinar penuh harapan.

“Terima kasih, Paman.”

Usai pertemuan dengan Haris, Lily tidak membuang waktu dan langsung melamar keesokan harinya ke perusahaan yang diberi tahu sang paman.

Dia membawa segala berkas penting yang dibutuhkan dari perusahaan ini untuk melamar pekerjaan.

Namun, begitu sampai di depan gedung, Lily sempat terpana.

ARS Company.

Sebuah perusahaan multinasional yang berpengaruh di negara ini.

Gedungnya megah, lobby-nya luas dengan interior yang mewah dan modern.

Keraguan sempat menghinggapi benaknya. Apakah dia benar-benar pantas bekerja di sini?

Lily menelan ludah, lalu melangkah masuk.

Namun, belum sempat dia bertanya ke resepsionis, suara yang sangat dikenal membuatnya membeku.

“Lihat siapa yang terdampar di sini?”

Lily menoleh, dan matanya langsung menyipit.

Sonia.

Wanita itu berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, menatapnya dengan sinis.

Lily menekan rahangnya. Dari sekian banyak tempat di dunia ini, mengapa dia harus bertemu wanita ini lagi?

Sonia menyeringai, lalu melirik berkas yang Lily peluk. “Apa ini? Kamu mau melamar kerja di sini?”

Lily tetap memasang ekspresi datar. “Bukan urusanmu.”

Namun, kedua alisnya bertaut ketika melihat ekspresi meremehkan di wajah Sonia.

Wanita itu tertawa pelan. “Kusarankan lebih baik kamu mundur sebelum menyesal karena melamar bekerja di sini.”

Nada suaranya terdengar penuh ancaman.

“Asal kamu tahu saja, posisiku di sini cukup tinggi.” Dia menyeringai. “Jadi, kalau kamu bergabung di sini, aku bisa memastikan kamu akan menderita.”

Lily menepis telunjuk Sonia yang menusuk bahunya dengan kasar.

“Singkirkan tanganmu dariku.”

Nada suaranya terdengar dingin.

Sonia mendelik. “Kamu pikir kamu siapa, huh? Sudah kubilang–”

“Apa yang terjadi di sini?”

Suara dingin dan berat itu terdengar di antara mereka.

Lily tersentak. Dia segera menoleh ke sumber suara dan tubuhnya pun membeku.

Arsen.

Pria itu berdiri di sana dengan ekspresi dingin dan mata tajam yang menusuk.

Kenapa pria ini ada di sini?

Namun, kemudian kalimat Sonia membuat Lily semakin terkejut.

“P-Pak CEO….”

CEO?!

ARS Company. Arsen.

Jantung Lily langsung mencelos.

Perusahaan ini milik Arsen?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (14)
goodnovel comment avatar
Dek Ar Menpol
bagus ceritanya... semangat lg utk membuat cerita yg lain
goodnovel comment avatar
Srie M Safitri
senang membaca novel ini
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
waduh gimana kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   612. Salah Lihat?

    Hari berikutnya. Arsen pergi ke ARS seperti biasa. Dia kembali bekerja mengurus berkas-berkas yang sudah menumpuk di mejanya. Arsen tampak biasa saja, hingga saat Thomas masuk ke dalam ruangannya, lalu kembali meletakkan tumpukan berkas di meja, Arsen berhenti membalikkan lembaran kertas dan tatapannya kini tertuju pada Thomas. “Ada apa, Pak?” tanya Thomas saat menyadari tatapan tak biasa dari atasannya ini. Arsen mengembuskan napas kasar, dia memijat keningnya sejenak, sebelum kembali menatap pada Thomas yang masih berdiri di depan meja, menunggu dirinya bicara. “Aku mulai lelah mengurus dua perusahaan sekaligus,” kata Arsen. Thomas diam sesaat, dia bisa melihat rasa lelah itu memancar dari sorot mata Arsen. “Jika seperti itu, apa tidak lebih baik dimarger saja perusahaannya agar lebih enak untuk Anda dalam mengelolanya?” tanya Thomas memberi usulan. Arsen lagi-lagi mengembuskan napas kasar, sebelum menjawab, “Aku takut kalau mertuaku salah paham.” Thomas terdiam lagi, menc

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   611. Mangajari Audrey

    Mobil Arsen akhirnya sampai di mansion. Lily segera turun bersama Audrey disusul Arsen. “Hera, ajak Audrey mandi dulu, ya,” kata Lily saat Hera datang menyambut mereka. “Baik, Nona.” Hera mengangguk, lalu dia segera menggandeng tangan Audrey untuk diajak pergi ke kamar. Lily juga pergi ke kamarnya, saat Arsen masuk ke kamar, Lily langsung menghampiri kemudian bertanya, “Soal apa yang Audrey tanyakan tadi, kenapa kamu jawab begitu? Maksudnya apa?” Arsen tersenyum kecil mendengar pertanyaan Lily. “Tentu saja aku mau memberi pengertian dan pelajaran baik untuk Audrey,” balas Arsen. Lily mengerutkan kening, sampai dia kembali bertanya, “Pelajaran apa?” Arsen melangkah lebih dekat ke Lily, sambil memeluk pinggang Lily, Arsen menjelaskan. “Besok, Audrey libur, kan?” Lily mengangguk-angguk masih tak paham hubungan antara libur dengan nasib anak kecil tadi. “Agar Audrey paham, besok aku ingin mengajaknya ke panti asuhan,” ucap Arsen lagi. Lily terkejut, tapi juga senang dengan ide

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   610. Apa Kamu Menyesal?

    Anthony terkejut mendengar pertanyaan Arsen. Dia diam beberapa saat, sebelum akhirnya membalas, “Aku sudah berusaha untuk bersikap baik ke Mama dan Dini. Dan, aku juga tahu jika harus memilih.” Arsen menatap Anthony yang gelisah, setelahnya dia kembali bertanya, “Lalu, siapa yang akan kamu pilih? Ibumu atau istrimu?” Anthony tersentak mendengar pertanyaan Arsen. Dia meremat jemarinya, ekspresi wajahnya begitu panik dan gelisah. Dia diam, Anthony tidak mampu menjawab pertanyaan Arsen yang satu ini. Arsen sudah menebak kalau Anthony tidak akan bisa memilih. Dia membuang napas, lalu menepuk pelan lengan Anthony beberapa kali. ** Beberapa saat kemudian “Kami pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa, hubungi aku,” kata Lily saat berpamitan dengan Dini setelah acara syukuran rumah baru Dini selesai. Dini mengangguk-angguk mendengar ucapan Lily, dia tahu kalau Lily sangat mencemaskan dirinya. “Iya, terima kasih karena sudah datang,” balas Dini. Kini Lily yang mengangguk-angguk p

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   609. Mertua Yang Unik

    Hari berikutnya Rumah baru Dini dan Anthony sudah ramai dengan keluarga yang datang untuk acara syukuran rumah baru mereka. Lily datang bersama Arsen juga Risha dan Adhitama, tak lupa mengajak Audrey juga. Mereka menikmati acara syukuran rumah baru Dini, Diana juga Rina dan Dhea juga berkumpul bersama di sana. “Bu, makan buahnya,” kata Dini sambil menyodorkan piring berisi potongan buah ke Rina. “Iya, nanti ibu ambil,” kata Rina. Diana hanya mengamati tanpa mengajak bicara Rina, hingga saat dia mengecek ponselnya, Diana tiba-tiba berdiri sampai membuat Dini dan Rina terkejut. Dini memperhatikan Diana pergi meninggalkan mereka, Dini bertanya-tanya Diana mau pergi ke mana. Namun, beberapa saat kemudian, terdengar suara tawa dari arah pintu luar. Dini dan yang lain sampai menoleh dan mendapati Diana datang bersama teman-teman sosialitanya. ‘Mama benar-benar mengundang mereka,’ batin Dini. Dia langsung tidak nyaman, tapi Dini juga tidak bisa berbuat apa-apa. “Ayo semuanya

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   608. Tidak Meminta Izin

    Lily menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan perlahan. Meski sedikit takut-takut, akhirnya Lily menghubungi Dini. Ponsel kini sudah menyentuh telinga, Lily mendengar suara nada dering dari panggilan, menunggu beberapa saat, sampai akhirnya panggilannya dijawab oleh Dini. “Halo, Lily. Ada apa?” tanya Dini dari seberang panggilan. Lily lebih dulu menggigit bibir bawahnya, sebelum akhirnya dia berkata, “Tidak ada apa-apa, hanya ingin menghubungi saja.” “Kukira ada masalah apa.” Mendengar lagi suara Dini dari seberang panggilan, akhirnya Lily memberanikan diri menyampaikan apa yang didengarnya tadi. “Din, sebenarnya aku menghubungimu karena ada sesuatu yang harus kusampaikan,” kata Lily pada akhirnya. “Iya, dan apa itu?” tanya Dini. “Aku mendengar dari Bunda kalau Bu Diana mau mengundang teman-teman sosialitanya ke acara syukuran rumah barumu nanti. Apa kamu tahu soal itu? Apa kamu akan baik-baik saja?” tanya Lily dengan sangat hati-hati. Hening, tidak terdengar suara Dini

  • Dinikahi Sang Penguasa : Suami Kontrakku Memberi Segalanya   607. Mencemaskan Sahabat

    Dini tersenyum lalu mengusap punggung tangan Rina. “Mana mungkin aku memberitahu ibu kalau Mama belum mengizinkan,” jawabnya. “Ibu datang ya besok ke acaraku, datanglah bersama Dhea, nanti aku pesankan taksi,”imbuhnya. Rina terlihat berpikir, ia seperti ragu-ragu untuk mengiyakan permintaan putrinya itu. "Ibu malu, Din, Ibu tidak usah datang saja ya? Biar Dhea saja. Lagipula, tamu-tamu Anthony pasti banyak, Ibu malu kalau ada di sana nantinya.” Dini mencoba menyembunyikan rasa sesak di dada mendengar ucapan Rina. "Ibu jangan khawatir, ini bukan seperti pesta yang Ibu bayangkan, hanya syukuran biasa saja, tidak ada yang istimewa. Tidak banyak yang diundang. Jadi Ibu mau ya datang?" Dini mencoba merayu Rina. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya Rina pun setuju. "Baiklah, Ibu dan Dhea akan datang ke rumah baru kalian." Rina mengelus kepala Dini lembut. Merasa senang karena melihat Dini yang juga terlihat senang. Mereka masih mengobrol, saat tiba-tiba terdengar notifikasi pesan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status