Share

Bab 6: Dia Mengetahuinya

Author: Aaf
last update Last Updated: 2024-01-12 22:43:08

Hari ini acara ospek dan kegiatan kemahasiswaan sudah dimulai. Aku memiliki jadwal pertemuan dengan organisasi mahasiswa di jam 8 pagi. Letak ruangannya berada di lantai 3, cukup membuat badmood karena harus naik turun tangga. Sambil berkaca pinggang, aku menyiapkan diri untuk menaiki sejumlah anak tangga. Hingga sampai di lantai 3, tetiba saja aku dipaksa ikut tiga orang yang tak dikenal untuk mengikuti mereka ke rooftop gedung.

Kasar sekali mereka menggeretku, hingga kulihat ada dua sosok yang tak asing berdiri di sana memandang penuh amarah. Sementara orang-orang yang menculikku tetiba saja mendorong hingga aku tersungkur. Itu El dan RK tengah tertawa melihatku terjatuh. Lelaki macam apa yang menertawakan perempuan seperti itu?

“Apa yang kauinginkan dari, IO?” tanya El dengan melipat lengannya di perut. Ia ketus sekali pagi itu dengan sesekali membuang wajah.

“Apa yang kalian maksudkan? Terlalu paranoid rasanya kalian berdua,” ucapku tegas sambil berusaha berdiri.

RK kini mendekat. Ia membisikan sesuatu, “Aku tahu kalian saling suka. Hanya saja gap kalian terlalu jauh. Percintaan kalian tidak akan membuat orang tua IO setuju. Kamu tahu dengan istilah pernikahan bisnis? Orang tua IO tidak mungkin menjodohkan anaknya asal-asalan. Jadi, berhentilah memiliki ekspektasi lebih dengan IO.”

Aku menghela napas panjang. “Kalian hanya takut IO tidak lagi bergabung dengan kalian sebagai geng elit di kampus. Poros IO akan berubah di pikiran kalian. Aku tidak terlalu memusingkan terkait jodoh. Jadi untuk apa kalian menculikku seperti ini?”

RK menghela napasnya dalam-dalam sementara El berkaca pinggang. Dengan setengah berbisik, RK kembali melayangkan protesnya. “Kau terlalu naïf. Kau tidak mengerti karena tidak berada di posisi kami. Jadi, tinggalkan IO secepat mungkin. Kami tidak ingin ia terus-terusan mengikutimu. Dan asal kamu tahu, sampai kapanpun orang tuanya tidak akan pernah merestui hubungan kalian.”

Aku tersenyum tipis sambil membuang muka. “Aku selalu percaya dengan garis takdir. Aku juga tidak akan terpengaruh dengan apa yang kalian lakukan. Entah akan seperti apa jalan hidupku ke depannya, yang jelas penentu takdir bukan di tangan kalian,” ujarku sambil berusaha berdiri.

Aku disiram oleh tiga orang yang menculikku barusan. Airnya tentu bukan air bening biasa. Ini lebih ke air kotor campur lumpur berwarna hitam dan bau. Mereka tertawa puas sekali. Dadaku sesak rasanya diperlakukan seperti ini. Tanpa banyak kata, aku langsung berjalan untuk segera turun ke lantai bawah. Hari ini, aku gagal masuk kelas. Mereka meledekku seolah jadi tontonan kepuasan.

Aku jadi pusat perhatian karena dari ujung rambut hingga kaki kotor. Mataku sudah berkaca-kaca sejak tadi dan sembab. Hingga berada di depan gedung fakultas, seseorang memanggil. Ternyata itu IO. Ia datang ke fakultasku dengan air muka yang cukup terkejut.

“Apa yang terjadi? Kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?”

Aku terus berjalan tanpa mempedulikan IO sama sekali. Tangis ini pecah saat menuju parkiran motor. Hal ini membuatku sadar, sekeras apa pun melawan mereka, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku bukan terlahir dari keluarga superpower.

Tetiba saja, IO menarik lengan, yang mana langsung kuhempaskan begitu saja. Aku tidak ingin bertemu siapapun pagi ini, hanya ingin pulang dan meluapkan emosional ini di dalam kamar.

***

Nam pergi ke kampus karena dia ada kegiatan di sana. Sementara seharusnya siang ini aku ada jadwal event kemahasiswaan. Setelah membersihkan diri, rasanya ada keraguan untuk ke kampus kembali. Dio bahkan sudah 20x telepon karena sudah menunggu untuk jaga stan. Kulihat juga IO sudah 33x panggilan. Semuanya tidak kuangkat. Sambil menjernihkan pikiran, aku putar musik metal cukup kencang sambil berteriak-teriak. Biarkan saja, toh tetangga kamar sudah ke kampus semua.

Hingga seseorang mengetuk pintu keras sekali. Kumatikan musik itu sambil membuka daun pintu. Ternyata itu ibu kos dengan air muka yang tegas marah. “Gila kamu, jam segini nyetel musik gak kira-kira!” ucapnya mengomel.

Aku tersenyum kecil sambil menggaruk kepala yang terasa tidak gatal. “Maaf, Bu. Saya hanya sedang kesal sama seseorang.”

Ibu kos itu berkaca pinggang. “Apa orang yang kamu maksud lelaki tampan yang sedang menunggu di depan gerbang kos?”

Aku terkejut. “Hah? Usir dia Bu usir dia please.

Ibu kos itu tersungging senyum menyeringai. “Hmmm, kamu bertengkar ya sama pacarmu?” ucapnya meledek, yang seketika berubah lagi. “Cepat temui dia!”

Napasku terjeda beberapa detik. Dengan berjalan lunglai, kutemui anak itu di depan gerbang. Air mukanya sangat khawatir. Hingga aku cukup kaget karena wajah IO dipenuhi luka memar. Sudut bibirnya bahkan berdarah. Ia masih sempat tersenyum.

“Cari makan yuk?” ucapnya yang seolah tidak terjadi apa pun.

“Kamu tunggu di sini, aku mau ambil kotak obat,” ucapku dengan nada yang sedikit ketus.

“Jangan lama-lama, aku pegal nunggu di sini. Mana ibu kosmu galak lagi,” protes IO membuatku tersenyum tipis.

Aku setengah berlari menuju kamar. Entah kenapa aku tidak bisa menolak apa yang IO katakan. Meskipun adanya pertentangan, aku benar-benar tidak merasa marah atau kesal padanya. Aku tahu, dia kesepian. Tidak semua orang mengerti dunianya. Tidak semua paham apa yang dia mau.

Di teras indekos khusus tamu, aku mengolesi luka memar di wajah IO menggunakan salep pereda memar. Dia sedikit mengaduh, manja sekali. “Kamu gak nanya kenapa aku memar?”

Aku mendekus sebal. “Tanpa bertanya pun aku tahu kamu berkelahi sama dua sepupumu itu.”

Kulihat IO menatapku dengan dalam. “Maaf atas kelakuan mereka. Aku gak ekspektasi kamu bakal menerima perlakuan seperti itu.”

Tetiba aku teringat sesuatu hal. “IO, apakah orang tuamu keberatan jika kamu dekat dengan seseorang?”

IO tertawa kecil. “Pasti mereka bawa-bawa orang tuaku, ya? Nanti aku bawa kamu ke rumah ya.”

Mendadak aku terdiam mematung. Apa maksudnya? Aku bukan siapa-siapanya IO. Tetiba saja tanganku digeser oleh IO membuat kaget. “Hei, malah melamun. Kamu olesin salep malah ke mata.”

Aku tertawa kecil saat itu. “Maaf.”

***

Kami berada di sebuah kafe burger yang baru saja buka. Lokasinya cukup dekat dari kampus sebenarnya. IO mengajakku makan di situ demi melupakan kejadian tadi pagi. Semenjak di indekos tadi, kami sepakat untuk tidak lagi membahasnya. Hingga saat pesanan tiba, burger itu sudah terbelah dua yang menjadi ciri khasnya. Jadi sebelah potongan itu kuserahkan ke IO. Anak itu protes.

“Makan saja. Aku lagi diet. Aku cewek, gak bagus kalau gendut.”

Anak itu hanya mengembuskan napas sabar. “Tahu gitu tadi pesan satu saja dibagi dua. Cowok pun gak bagus kalau gendut.”

Aku tersenyum tipis. “Kau pernah mendengar jika berpikir membakar 100 kalori tiap jam? Melukis itu memerlukan pemikiran yang matang. Jadi memang asupan itu pas untukmu yang hobi melukis.”

IO tertawa saat itu. “Kau sangat manipulatif ya.”

Dio kembali menghubungi. Aku lupa, seharusnya jadwal siang ini jaga stan. Bahkan panggilan itu membuat IO notice. “Ada apa?”

Aku tertawa kecil sambil menggaruk kepala yang terasa tidak gatal. “Aku lupa jaga stan. Hari ini kan acara himpunan mahasiswa.”

Anak itu malah meraih gawai dan mengangkatnya. Ia berjalan keluar kafe sejenak membuatku panas dingin. Apa yang akan dilakukan IO? Apa yang akan dikatakan anak itu pada Dio? Hingga anak itu muncul, air mukanya entah kenapa menjadi berubah. Senyumnya mendadak hilang. Ia bahkan menyingkirkan makanan dari hadapannya. Apa yang terjadi?

“Apa benar kau sudah dijodohkan dengan seseorang?” tanya IO membuat napasku terjeda beberapa saat.

“Dio mengatakan itu?” tanyaku dengan air muka pasrah.

Ada letupan emosi yang tercipta dari air muka IO. “Ya atau tidak?” tanyanya sedikit galak dan membuatku terkejut.

Aku mengangguk kecil membuat IO kecewa berat. Ia bahkan sampai memalingkan wajahnya. “Kau … kenapa tidak mengatakannya sedari awal?” tanyanya ada sedikit penekanan.

“Apa yang harus aku katakan? Siapa yang menginginkan perjodohan?” jawabku dengan suara yang parau.

IO tetiba saja pergi dengan wajah yang sudah merah. Dia marah besar pagi itu, tanpa memberikanku kesempatan untuk menjelaskan. Di kafe itu, aku ditinggal sendirian. Mengapa menjadi serumit ini? Mataku serasa sembab, dan terisak. Perasaan ini rasanya hancur dalam sekejap.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 21: Penentuan Hidup ke depan

    Setelah dua minggu mengajukan gugatan cerai atas tindak kekerasan dalam rumah tangga, sejumlah bukti visum sudah kukantongi. Hari ini, sidang pertamaku setelah luka tusuk itu lumayan membaik. Aku duduk di kursi pesakitan di depan dewan hakim yang sedang bersiap memulai sidang perceraian tersebut.El kala itu masih dalam penyidikan karena mau tidak mau dia sudah melakukan percobaan pembunuhan. Di kursi penonton ada IO dan RK sedang duduk memantau persidangan yang kala itu bergeser lima menit dari yang dijadwalkan. Orang tuaku juga hadir memberikan dukungan penuh. Ada juga Nam yang kala itu perutnya mulai terlihat sedikit membesar hadir memantau jalannya sidang.Proses berjalannya sidang cukup kondusif yang mana aku cukup gugup karena pertama kali harus merasakan sidang perceraian. Cukup berat memang karena perceraian bukan hal yang dibenci Allah Swt, tetapi tidak disukai-Nya. Sejak awal memang tidak ada pondasi rasa cinta yang hadir di tengah hubungan kami.Dalam persidangan itu pula,

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 20: Suamiku KDRT lagi

    Aroma sedap masakan merangsangku untuk membuka kedua kelopak mata di sepagi ini. Setengah tubuhku tertutup selimut dengan kondisi El sudah tidak ada di sofa. Aku menggeliat melihat posisi rumah sudah rapi. Sinar matahari bahkan sudah menembus ruangan yang mana aku bahkan terlewat salat subuh. Hingga saat melangkah ke ruangan lain, kulihat IO dan El sedang berada di dapur.Saat itu IO sedang memasak, sedangkan El sedang duduk di meja makan sambil menyantap masakan hasil kreasi dari IO. Aku tidak langsung masuk, khawatir mengganggu obrolan penting mereka.“Kenapa Lu gak nyoba berdamai aja dengan bokap?” tanya IO sambil sibuk mengggoyang-goyangkan wajan anti lengketnya.El menghela napasnya dan sambil menyendok makanannya “Hah malas. Menikmati fasilitasnya sama dengan harus menuruti semua yang dimaunya. Semuanya diatur. Gue ingin berdiri dengan kaki sendiri. Gue ingin menentukan sendiri jalan hidup,” jawab El apa adanya.IO tertawa kecil. “Segala diatur juga karena Lu nya aja gada otak.

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 19: Pertemuan kembali

    Aku tidak menyangka, dalam laporan sekejap saja, polisi sudah bisa menangkap Frans dari persembunyian. Minggu lalu, saat Frans menyiksa Nam, kasus ini masih dalam penyelidikan. Sementara sekarang, saat dewan komisi dalam perusahaan di bawah komando IO, pencarian Frans diperketat. Kasus ini menjadi rumit karena Frans terbukti melakukan penyerangan. Bahkan bisa jadi berencana dengan percobaan pembunuhan.Di salah satu rutan, akhirnya kami datang. Termasuk ayahnya Frans yang terlihat geram melihat anaknya tidak bisa diatur. Dalam ruangan itu kami diberikan waktu yang sangat singkat. Aku hanya duduk di pojokan mendengarkan semuanya. Nam duduk bersama ayahnya Frans yang sejak awal emosinya meletup. Kami hanya berlima di ruangan. Ada meja dan empat kursi di sana. Frans duduk berhadapan dengan ayahnya dan juga Nam. Ia hanya menunduk pasrah dengan tangan diikat ke belakang.“Mau kamu sekarang apa? Lima gadis sudah kamu rusak masa depannya. Kamu harus tanggung jawab menafkahi kelimanya.”“Mere

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 18: Status yang menggantung

    Kami baru saja mendarat di Surabaya menjelang Ashar. Sebuah mobil perusahaan menjemput kami dengan seorang pengemudi yang sangat ramah. Mobil pun melaju dengan halus memasuki jalan tol menuju Tanjung Perak. Kulihat IO sedang asyik berbincang dengan pengemudi, sepertinya sudah kenal lama.“Jadi sekarang masih nyusun ya Mas?” tanya pengemudi itu membuat IO mengangguk. “Sudah punya calon? Yang jelas lulus kuliah, Mas IO gak perlu lagi cari loker. Tinggal pilih mau kelola yang mana.”IO tertawa kecil. “Ambil S2 dulu kayaknya, Pak. Terlebih belum ada yang mau sama saya. Biarkan waktu saja yang menjawabnya.”“Bukan gak ada yang mau, tapi sama-sama dipendam sendiri,” celetuk Nam yang membuat kami menoleh ke arahnya.Aku menyenggol tubuh Nam memberi isyarat diam. Sementara Nam pura-pura tidak melihat. Pengemudi itu bahkan mengangguk kecil. “Wah, Mas, jangan dipendam sendiri. Segera ambil tindak lanjut sebelum diambil orang.”Nam tertawa kecil. “Udah diambil orang, Pak, tapi disia-siakan. Haru

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 17: Sepupu Suamiku Sat Set

    Sudah satu minggu aku tidak mendapatkan kabar apa pun tentang keadaan maupun keberadaan El. Terlebih IO dan RK masih berusaha mencari kemana anak itu pergi. Sudah selama itu juga ada rasa canggung yang terjadi saat Bu Poppy mengajar di kelas. Ia bahkan sering tidak menganggapku ada. Hanya saja di hari itu, tetiba ia memintaku untuk datang ke ruangannya. Sendirian.Tibalah 10 menit sebelum materi selesai, Bu Poppy meninggalkan kelas dan memintaku untuk mengekor. Sebagai seorang mahasiswa aku hanya menuruti keinginannya, terlebih hanya ke ruangannya. Di ruangan yang disekat-sekat petak itu, diisi oleh 6 orang dosen dan staff. Sementara letak meja Bu Poppy berada di paling pojok ruangan. Ada perasaan was-was yang kurasakan siang itu.Awalnya tidak ada pembicaraan apa pun, terlebih ia hanya menatap dan mencoba menarik napas panjangnya. “Di mana keberadaan El?” ucapnya membuka topik yang membuatku mengerutkan kening beberapa lipatan.“Aku tidak tahu. Dia pergi begitu saja.”Kulihat ia mena

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 16: Sidang Keluarga

    Ada tarikan napas panjang yang dikeluarkan Abang malam itu. Ia bahkan sesekali menegakkan pandangannya ke langit-langit.“Bagaimana kamu meng-handle semuanya?”El pun terlihat membenarkan posisi duduknya. “Aku membujuk Poppy agar mengikuti rencana yang sudah dirancang. Kala itu pikirku semua akan berjalan lancar. Hanya saja semua berantakkan. Bahkan Papa lebih dulu mengetahuinya.”Abang menyimpan lengannya di dada bersidekap. “Apa yang kauterima sebagai hukuman dari ayahmu?”El menghela napasnya dalam-dalam. “Aku sudah dicoret dari daftar waris. Mungkin sebentar lagi juga semua kartu kreditku dibatasi atau bahkan dibekukan. Aku juga pengidap HIV yang harus rutin minum ARV.Abang yang kala itu mendengarkan hanya menggelengkan kepalanya. “Kau pernah mendengar kisah tentang kisah Nabi Ayub Alaihissalam? Bagaimana Allah mengujinya dengan sebuah penyakit selama bertahun-tahun? Nabi Ayub bahkan tidak pernah sama sekali pun mengeluh.”Anak itu malah mendengkus sebal saat Abang mulai menghubu

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 15: Suamiku Hidupnya Runyam

    Di teras rumah, aku melihat Bapak sedang marah besar. Ia mengacungkan golok ke arah tiga pemuda yang berdiri di depan Bapak. Di sanalah aku melihat puncak kemarahan besar seorang ayah ketika putrinya disakiti. Ibu yang melihat itu uring-uringan. Kulihat El tengah memohon di hadapan Bapak yang sedang murka. Anak itu tengah bersimpuh.“Saya sepakat dengan perjodohan yang diminta ayahmu, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya menyakiti anak saya! Pergi kamu! Saya sendiri yang akan urus perceraian kalian. Tidak sudi saya punya mantu sepertimu!” Golok itu masih saja teracung di hadapan El, RK, dan IO.Di tengah bersimpuh, kulihat El tangannya bergetar. Aku tidak menyangka anak itu bisa sehancur ini mentalnya. RK dan IO pun hanya terdiam tak berkutik. Amarah Bapak tidak main-main saat itu. Bahkan wajah Bapak sampai merah.“Pak tenang, Pak. Kita selesaikan dengan kepala dingin,” tegur Ibu yang kala itu berlari kecil mendekati Bapak.Hal itu membuat amarah Bapak mengendur. Sementara aku berja

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 14: Kerusuhan di Masa Lalu

    Hari itu berbeda dengan hari biasanya. Pak Bobi saat masih bujangan lebih tepatnya memiliki sebuah toko sepeda. Sebagai keturunan Tionghoa, pak Bobi tidak menyangka jika di hari itu akan menjadi kenangan pahit yang tidak tercantum di kalender.Menjelang tengah hari, kerusuhan di mana-mana tiada henti. Ban demi ban dibakar sangat mengerikan. Beberapa warga berkumpul, menjarah toko-toko milik keturunan Tionghoa. Pak Bobi yang mendengar kabar itu segera menutup tokonya. Ia juga pergi ke belakang yang memang rukonya memiliki pintu di belakang.Pintu ruko bagian depan dibuka paksa oleh warga. Pak Bobi ketakutan. Ia kabur dari pintu belakang mencari bantuan. Salah seorang warga menarik lengan Pak Bobi untuk segera masuk ke rumahnya. Di sana ia disembunyikan. Padahal ada anak lelaki dan istrinya yang bisa saja membahayakan mereka. Pintu pun dikunci rapat.“Kau aman di sini. Diamlah jangan gaduh,” bisik lelaki itu.***Dalam keheningan sepanjang jalan. Pak Bobi menceritakan pengalaman pahitny

  • Disiakan Suami, Dicintai Sepupunya   Bab 13: Warisan yang Membutakan Suamiku

    Seseorang bertepuk tangan saat aku hendak akan mengetuk kamar Nam. Anak itu menaruh rasa iri mendalam setelah tahu aku dekat dengan IO. Aku meremas rambut karena gemas.“Sudah bersuami, masih berduaan dengan IO. Parah kamu Ning. Jangan-jangan kamu memakai pelet ya?” ucap Adel yang sebenarnya malas meladeni.Beberapa anak kos tampak keluar kamar karena mendengar Adel berteriak. “Astaghfirullahaladzim. Kok kamu jahat menyimpulkan seperti itu?”Adel berkaca pinggang tampak kesal. “Gak usah memasang wajah sok polos! Mana ada seorang istri datang ke sini diam-diam bersama lelaki lain?”Pintu kamar Nam terbuka. Hal itu membuat Adel sedikit terdiam. Ia tak sengaja membangunkan macan yang sedang tertidur. “Duh berisik! Banyak cakap kali kau nih, Del! El sama IO kan sepupuan, pasti El gak keberatan kalau IO mengantar Ning ke sini.”Dengan menatap tajam, Adel semakin membenci. “Kau mendukung perselingkuhan di antara mereka?”Nam tertawa kecil. “Kau ini cuma cemburu buta, Del. Lagian selera IO i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status