“Kau mengancamku?” “Hehe, tidak! Anggap saja... peringatan dari seseorang yang mengagumimu dalam diam." Tubuh Fadia mematung di lorong kosong itu, perasaannya campur aduk di dalam dadanya. Ia tahu, Reza bukanlah lawan sembarangan, dan kehadirannya malam itu sudah cukup membuktikan bahwa dia tak akan ragu bermain kotor demi melindungi kepentingannya.Akan tetapi, Fadia berusaha tetap tenang. "Kau tidak perlu menakutiku, Reza. Kamu tentu tahu siapa aku. Ancamanmu itu tidak berarti apapun untukku!" Reza menyeringai kecil, lalu mengungkung tubuh Fadia ke tembok di sebelahnya. Fadia mulai ketakutan."Menjah dariku, Reza, atau aku akan menendang rudal kebangganmu agar tak bisa berdiri lagi!" Namun, ancaman Fadia tak membuat lelaki itu pergi. Dia justru menarik tubuh Fadia mendekat ke arahnya. “Bagaimana kalau kita bekerja sama, Fadia?”Fadia mengerutkan kening. “Untuk apa?”“Untuk menghancurkan Mahendra. Bayangkan jika kita bersatu, Fadia. Kekuasaan mafia-mu dan kekuatan jaringan gelap
Sesuai janji Fadia pada Mahendra, wanita itu pun menyuruh Emir untuk menyelidiki semua tentang Reza dan juga Sifa. Setelah mendapatkan hasil, lelaki itu membawanya ke rumah sakit tempat Mahendra praktek. Lelaki itu mengetuk pintu ruangan Mahendra. “Permisi, Tuan. Saya telah mendapatkan informasi tentang aset Tuan.” Mahendra yang saat itu tengah memeriksa laporan pasien langsung menoleh. “Bicaralah.” Emir menyalakan tabletnya kemudian menyodorkannya di hadapan Mahendra. “Semua aset Tuan dipindahkan ke perusahaan bernama RZ Corp. Setelah kami selidiki, pemilik saham terbesar RZ Corp adalah Reza, adik tiri Tuan. Mahendra mengepalkan tangannya. “Kurang ajar! Berani sekali dia! Dan sejak kapan dia memiliki RZ Corp?” Tak lama setelah itu, Fadia masuk dengan membawa sebuah paper bag di tangannya. "Aku bawakan kamu makan siang. Kita bisa diskusi sambil makan bersama." Mahendra pun mengangguk. Dia lalu berdiri dan duduk di sofa panjang agar mereka bisa makan bersama. Fadia pu
"Datang ke rumah sakit Black Mamba malam ini, kita akan menikah disana. Ingat, tidak ada yang boleh tahu tentang pernikahan kita!" Setelah mengatakan itu, Fadia pergi meninggalkan ruangan Mahendra. Sementara lelaki itu, menatap kosong surat perjanjian pernikahan yang naru saja dia tanda tangani. "Apakah yang aku lakukan ini sudah benar?" Setelah praktek, Mahendra bersiap pergi ke rumah sakit Black Mamba. Helaan napas panjang terdengar sebelum dia mengambil kunci mobilnya, seolah dia menanggung beban yang begitu berat. Sesampainya di rumah sakit, Mahendra langsung dibawa ke sebuah ruangan yang dijaga ketat oleh beberapa penjaga. Hanya ada lima orang yang ada di dalam ruangan tu. Mahendra, Fadia, seorang lelaki paruh baya yang Mahendra tebak, dia adalah seorang penghulu. Adik, Fadia, dan juga seorang lelaki bernama Emir. Mahendra berdiri di depan meja di ruang VVIP yang telah diubah menjadi meja akad nikah sederhana. Sementara di belakangnya, berdiri Emir, menjadi saksi pern
Rumah sakit pribadi milik mafia bawah tanah Black Mamba, seorang gadis kecil terbaring lemah. Selang infus menempel di tangan mungilnya, alat bantu pernapasan terus bekerja mengatur oksigen masuk ke paru-parunya. Wajahnya manis, sangat mirip dengan Fadia, hanya saja jauh lebih pucat. Dia adalah Fayra Az Zahra. Satu-satunya keluarga yang dimiliki Fadia di dunia ini. Adik kandungnya. Yang kini menjadi dunianya. Sejak lahir, Fayra menderita kelainan jantung bawaan. Restrictive Cardiomyopathy, kelainan langka yang membuat dinding jantungnya kaku, tak mampu memompa darah dengan baik. "Bagaimana hasil pemeriksaan hari ini?" tanya Fadia dengan suara berusaha stabil, meski matanya sulit menyembunyikan kekhawatiran. Dokter pribadi Fayra menunduk. "Keadaannya semakin menurun, Nona. Tekanan darahnya drop tadi pagi, kami sudah stabilkan untuk sementara. Tapi... dia butuh transplantasi jantung sesegera mungkin." Fadia mengepalkan tangannya. Sudah bertahun-tahun ia mengerahkan sem
"Aaarrgh!" Mahendra terbangun sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Mata Mahendra terbuka, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Lelaki itu mengira, dirinya sudah berada di alam baka. "Dimana aku? Apakah aku sudah mati?" lirih Mahendra sambil melihat sekeliling. Mahendra langsung terduduk saat sadar, ternyata dia masih berada di rumah sakit. Tepatnya di ruang kerjanya. Lelaki itu melihat tubuhnya. Tidak ada luka bakar. Lalu dia memegang kepalanya, tak ada darah yang mengalir. Tubuhnya... masih utuh. "Ini tidak mungkin! seharusnya aku mati dalam ledakan itu! Aku masih ingat dengan jelas kecelakaan itu!" Mahendra pun melihat kalender yang ada di meja kerjanya "!6 Juni 2024...." Tubuh Mahendra bergetar hebat. "Ohh tidak! Ini... ini satu tahun sebelum aku kecelakaan. Itu artinya... Aku kembali ke masa lalu…?! Aku hidup lagi?!" Mahendra pun panik. Dia langsung berlari keluar seolah tak percaya dengan keadaan ini. Dia melihat perawat asistennya sedang berdiri di mejanya
Ting Suara pesan masuk memecahkan perhatian dokter spesialis bedah bernama Dewa Mahendra, yang saat itu tengah memeriksa laporan kesehatan pasien yang akan dia operasi besok. Mahendra pun melepaskan kacamatanya kemudian mengambil ponselnya. Lelaki itu mengernyitkan dahinya saat melihat sebuah pesan video dari nomor tak dikenal masuk di ponselnya. "Nomor siapa ini?" gumam Mahendra Mahendra pun membuka pesan video itu tanpa rasa curiga sedikitpun. Saat video itu selesai terunduh. tangan Mahendra mengepal erat hingga buku-bukunya memutih. Dalam videp itu, tunangannya, Sifa tengah bercumbu mesra dengan pria yang sangat dikenalnya. Reza. adik tirinya. "Reza… kamu lebih hebat dari Mahendra yang lemah itu." "Setelah lelaki bodoh itu mampus, semua hartanya akan menjadi milikku. Dan kita akan menikah." Napas Dewa memburu. Seluruh darah di tubuhnya seperti berhenti mengalir. Air mata menggenang di sudut matanya, namun tidak sampai menetes. Baginya, pantang seorang lelaki me