Ponsel yang berdering menitah seorang gadis berusia 19 tahun untuk merogoh tasnya.
"Dari siapa?" gadis cantik lain yang duduk di bangku kiri bertanya penasaran."Dokter Calvin," jawabnya tersenyum lebar, kedua matanya tampak berbinar-binar."Cepat angkat!" desak Cleona, sang sahabat."Cleo, coba cubit aku. Aku tidak bermimpi, bukan?" tanyanya tak percaya dihubungi oleh sang pujaan hati."Aw!" ringisnya kesakitan ketika Cleona benar-benar mencubitnya hingga memar."Cepat angkat!" Desak Cleona lagi. Gadis bertubuh tinggi menjulang bernama lengkap Nana Calista itu segera mengangkat panggilan yang masuk."Hallo suami masa depanku, tumben menghubungiku siang-siang begini. Rindu, ya?" goda Nana yang memang menaruh hati pada sosok dokter tampan berstatus duda tersebut."Datanglah ke rumah sakit, ini tentang ayahmu," tutur Dokter Calvin seketika mengubah raut wajah Nana yang semula tersenyum senang, kini berubah penuh kekhawatiran."Ada apa, Na? Apa yang terjadi?" Cleona bertanya khawatir kala melihat perubahan ekspresi di wajah Nana."Cleo, izinin aku, ya. Aku harus ke rumah sakit sekarang juga," Nana bangkit, kemudian melesat pergi. Saking terburu-burunya, Nana meninggalkan tas beserta isinya. Ia hanya pergi membawa badan dan juga ponsel yang masih ia genggam erat.Selama di perjalanan menuju rumah sakit, pikiran Nana melalang buana. Ia memang memiliki firasat buruk sedari pagi, tapi berusaha dialihkan. Dan kini Nana benar-benar ketakutan, apalagi nada suara dokter Calvin yang bergetar. Nana takut terjadi sesuatu kepada sang ayah tercinta.Sampai di rumah sakit, Nana berlari menuju ruang rawat inap ayahnya. Di depan ruangan, tampak dokter Calvin tengah duduk di sebuah kursi tunggu. Nana langsung menghampiri."Dokter Calvin, di mana ayahku?""Nana ayahmu ... Ayahmu—" rasa bersalah terasa menekan, membuat Calvin tak bisa berkata-kata.Mengabaikan dokter Calvin, Nana melesat masuk ke dalam ruangan di mana ayahnya berada.Nana masuk tepat saat seseorang suster menutupi wajah pucat ayahnya dengan kain putih. Nana terdiam seribu bahasa, mendadak dunianya runtuh.Kaki yang terasa berat Nana seret dengan gontai, air mata yang membanjiri pipi tak ia pedulikan. Tatapan matanya tetap fokus pada sosok yang berada di balik kain putih di atas brankar. Dengan tangan bergetar, Nana bergegas menyingkap kain putih untuk memastikan."AYAAAH!"***Nana Calista, gadis belia berparas cantik dengan tubuh indah bak model tampak tengah bersimpuh di samping makam yang masih basah tanahnya. Nana menangisi kepergian sang ayah yang telah berada di peristirahatan terakhirnya. Meski kini sebatang kara, tapi selalu ada sang sahabat Cleona Chavez yang selalu setia menemani. Cleona ikut bersimpuh di sebelahnya, memegang erat kedua bahu Nana, berusaha menguatkan."Kenapa Ayah tinggalin Nana? Ayah janji mau jadi wali nikah di pernikahan Nana, Ayah juga janji mau temani Nana sampai lahirin banyak cucu. Ini apa? Kenapa Ayah tinggalin Nana gitu aja....""Yang sabar, Na. Kan masih ada aku," lanjut Cleona menepuk pelan pundak sang sahabat."Ada tuan Castin sama baby d, mana mungkin kamu bisa temani aku 24 jam full," balas Nana mengerucutkan bibirnya dengan imut."Saya bisa!" sahut dokter Calvin dengan tegas. Hal tersebut tentu membuat Nana dan Cleona menoleh padanya dengan mata membulat sempurna."Maksud, dokter?" tanya Cleona langsung bangkit, menatap Calvin dengan serius."Jangan-jangan dokter mau—" Nana menutup mulut dengan kedua telapak tangan."Mau apa?" sahut Cleona tak mengerti."Dokter Calvin mau temani Nana 24 jam full?" celetuk Nana dengan wajah polosnya."Mana boleh begitu," tatapan tajam Cleona lempar."Gak apa-apa, sih. Aku mau ditemani dokter Calvin," sambung Nana dengan air mata yang tak lagi mengalir. Rasa sedihnya seketika sirna kalau sudah membahas dokter Calvin, suami masa depannya."Maksud saya, saya akan menikahimu, Nana!"Mendengar itu, Nana hampir pingsan."Cleona, aku tidak salah dengar'kan? Dokter Calvin lamar aku?" Nana bertanya dengan heboh pada sang sahabat di sebelahnya. Cleona yang juga syok tampak diam seribu bahasa.Sementara dokter Calvin beralih ke seberang makam, pria tampan dengan tubuh kekar itu berjongkok sambil memegang nisan dengan sebelah tangannya."Saya gagal menjaga bapak, tapi saya janji tidak akan gagal menjaga putri kesayangan bapak. Izinkan saya mempersuntingnya, saya berjanji akan melindunginya dengan nyawa saya," ucap Calvin dengan ekspresi wajah serius, kali ini Nana benar-benar jatuh pingsan."Nana!" seru Cleona kesulitan menyambut tubuh sang sahabat yang lebih tinggi darinya.***"Bagaimana?" tanya Cleona yang duduk di sisi kanan bibir ranjang, sementara Calvin berdiri di sisi kiri sambil memeriksa keadaan Nana, calon istrinya."Nana baik-baik saja, dia hanya kelelahan. Biarkan dia istirahat sebentar dan sebaiknya kamu pulang sekarang, bisa heboh satu negara kalau sampai Castin kehilanganmu," sindir Calvin dengan santainya, Cleona memutar mata jengah. Ia tak bisa mengelak karena apa yang dikatakan oleh dokter Calvin benar adanya, tapi bukan salahnya memiliki suami bucin akut."Ya sudah aku pergi, jaga Nana baik-baik. Ingat, jangan ambil kesempatan dalam kesempitan!" Cleona memberi peringatan keras."Jangan lupa dialah yang lebih dulu mengejarku," serang Calvin dengan suara kecil. Jelas selama ini ia selalu berusaha menghindar dari Nana yang terus mengejarnya secara ugal-ugalan."Dokter bilang apa?" tanya Cleona kembali membalikkan badan."Hati-hati di jalan, Nona Cleona," jawab Calvin dengan senyuman yang ia buat semanis mungkin. Cleona pun melanjutkan kembali langkahnya dengan kening yang berkerut.Setelah kepergian Cleona, Calvin menjatuhkan tubuhnya dengan kasar ke lantai kamarnya. "Maafkan saya Pak Marco. Seharusnya saya di penjara, tapi siapa yang menjaga Nana?" keluh Calvin menyugar rambut dengan kasar, tampak ia sangat menyesali ketidaksengajaan yang dilakukannya. Calvin harap keputusannya tidak salah. Hanya dengan cara itu rasa bersalahnya dapat sedikit berkurang.Tentu Calvin ingin menyerahkan diri ke polisi, tapi ia khawatir pada Nana. Calvin memilih menikahi gadis belia yang sama sekali tidak ia cintai. Meski tidak memiliki perasaan sedikit pun kepada Nana, Calvin berjanji akan menjaga Nana dengan nyawanya. Seumur hidup ia hanya akan mengabdi kepada Nana. Setidaknya, apa yang ia lakukan kini sedikit mengurangi rasa bersalahnya. Menikahi Nana adalah hukuman bagi Calvin.Tak ingin larut dalam penyesalan, Calvin kembali bangkit, ia duduk di pinggir ranjang, menatap Nana dengan tatapan penuh rasa bersalah. Salah satu tangannya terulur, kemudian membenahi anak rambut Nana sambil berkata, "Maafkan saya, Nana.""Maafkan apa?" Nana bertanya sambil mencengkram pergelangan tangan Calvin. Calvin kaget melihat Nana tiba-tiba bangun. Calvin takut, takut Nana mendengar semua penyesalannya barusan."Na ... Nanaa....""Ada sesuatu yang dokter sembunyikan dari saya?" Nana mengintrogasi, Dokter Calvin menelan saliva bersusah payah, lidahnya tiba-tiba terasa kelu."Sa ... Saya...."Saya apa?" desak Nana langsung bangkit tanpa melepaskan cengkraman eratnya."Ma ... maafkan saya karena...."Apa ayah meninggal karena kesalahan dokter?" potong Nana mengintrogasi. Calvin panik, ia belum siap mengungkap fakta sebenarnya. Bukan takut dibenci Nana, tapi takut Cleona membencinya.Melihat dokter Calvin membatu, Nana menghela napas kasar kemudian kembali melanjutkan ucapannya, "Selagi ayah meninggal bukan karena kesalahan dokter, dokter tidak perlu merasa bersalah. Nana tahu dokter sudah melakukan yang terbaik, mulai sekarang Nana akan belajar mengikhlaskan kepergian ayah," tutur Nana dengan senyuman kaku yang dipaksakan."Bodoh! Nana tidak sepandai itu untuk tahu yang sebenarnya dalam waktu singkat. Hampir saja aku membuka kartu as sendiri," batin Calvin yang tanpa sadar meremehkan Nana. "Terima kasih, tapi keputusan saya sudah bulat. Saya akan tetap menikahi kamu," sambung Calvin mengungkap kalimatnya dengan penuh keseriusan.Meski sudah mendengar sebelumnya, tapi tetap saja Nana tak bisa mengontrol garis bibirnya yang tertarik lebar."Dokter Calvin itu ibarat langit yang ta
"Lepaskan putraku!" bentak Elsa menekan kalimatnya dengan murka. Nana tercengang dengan muka memerah, terlalu tak menyangka kalau apa yang ia pikirkan benar-benar menjadi kenyataan. Ibu mertuanya adalah sosok yang kejam dan tak berperasaan.Nana menggelengkan kepala guna menyadarkan diri. Sebagai seorang wanita kuat dan tak lemah, tentu Nana tak akan mengikuti perintah calon mertuanya begitu saja."Saya—""Lepaskan Calvin kalau kau tak sanggup memenuhi syarat dariku," potongnya mengubah ekspresi secepat kilat, kini Elsa tampak kembali tenang, tak menggebu-gebu seperti saat menggebrak meja tadi."Syarat?" Nana penasaran."Iya, sebuah syarat," jawabnya tersenyum licik."Apa syaratnya?" tantang Nana tak mau kalah, apa pun akan ia lakukan demi menjadi istri pujaan hati. Tinggal selangkah lagi ia akan menjadi istri sah pujaan hati, mana mungkin ia menyerah hanya karena ibu mertua yang kejam. Lagipula ia bukan karakter wanita lemah dalam novel favoritnya. "Kuberi waktu dua bulan, kalau kau
Hari yang Nana tunggu-tunggu akhirnya tiba, hari di mana ia akan menjadi istri sah dari pria yang sangat ia cintai. Impiannya selama ini akan menjadi kenyataan.Pagi-pagi sekali Nana sudah bangun, MUA langsung meriasnya dengan natural, MUA juga membantu mengenakan gaun pengantin hingga kini Nana pun siap dengan penampilan sempurnanya."Ayah, hari ini Nana akan menikah," Nana berdiri di depan foto sang ayah yang melekat sempurna di dinding kamarnya. Nana tersenyum manis dengan setetes air mata yang langsung ia tepis."Nana sangat bahagia, Nana harap ayah juga bahagia di surga sana," monolog Nana lagi, ia berusaha membendung air mata, tak ingin terlihat menyedihkan di depan sang ayah tercinta."Nana yakin hanya dokter Calvin satu-satunya pria yang pantas menjadi suami Nana. Menurut ayah bagaimana? Apakah dokter Calvin pantas menjadi menantu ayah?"Tok, tok, tok!Suara ketukan pintu terdengar, Nana pun terpaksa menyudahi perbincangan dengan foto ayahnya."Iya!" seru Nana mengangkat ujung
"Dokter Calvin," panggil Nana menatap kagum sang suami yang duduk tepat di sebelahnya."Mulai sekarang panggil namaku saja," balas Calvin tanpa menoleh dan tetap fokus membelah jalan raya."Nana ingin mengatakan sesuatu.""Apa?" perasaan Calvin mulai tak enak."Nana mau punya anak. Boleh, ya," tekan Nana, saking kagetnya Calvin menginjak rem mendadak. Beruntung mobilnya canggih hingga Nana sang istri tak terluka meski keningnya terbentur."Aku masih hidup?" tanya Nana sambil memegangi keningnya yang terbentur."Apa kamu pikir mengandung, melahirkan dan mengurus anak itu mudah? Ada ngidam dengan segala drama, melahirkan bertaruh nyawa hingga baby blues syindrome. Dengarkan aku baik-baik, kita baru saja menikah, tolong jangan bahas sampai ke sana. Lebih baik kamu fokus benahi nilaimu yang berantakan," terang Calvin dengan nada suara yang meninggi. Nana mulai kebal dengan ejekan Calvin terhadap nilainya. "Lagian aku akan menceraikanmu bila kamu sudah menemukan cinta sejati," lanjut Calv
"Mau pulang bersama?" tawar Nana."Berlawanan arah, Na. Lagi pula kamu mau pergi ke rumah sakit, kan?" balas Cleona mengingatkan."Oh iya, yasudah kalau gitu aku duluan," kata Nana melesat pergi dengan menggunakan motor matiknya. Nana memang sangat bersemangat ke rumah sakit, karena ada hal penting yang harus dilakukan di sana.Beberapa menit perjalanan, Nana pun tiba di rumah sakit. Ia langsung bergegas menuju ruang kerja suaminya. Saat masuk ke dalam ruangan, Nana tak melihat keberadaan Calvin, yang ada justru suster Maria yang tengah mengganti alas brankar."Nana," sambut suster Maria dengan senyuman manisnya."Di mana Calvin?""Baru saja berangkat makan siang berdua dengan dokter Dona," balas suster Maria dengan ekspresi sedih yang seakan tak ingin mengatakannya kepada Nana. mendengar itu, Nana tampak diam."Kamu baik-baik saja?" suster Maria memastikan."Kamu pikir aku akan apa?" kesal Nana mengambil seragam susternya dengan cepat, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk bergan
"APA!? BANYAK!?" Nana langsung menoleh ke belakang dengan tatapan tajamnya."Aku dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi," Calvin mengingatkan."Oh iya ... Pantas saja kamu tidak kaget melihatku begini, apalagi ukuranku terlalu mini, sama sekali tidak menarik di matamu," Nana merasa tak pantas, apalagi saat membandingkan kedua gundukannya dengan Cleona, sahabat sekaligus pujaan hati suaminya. Nana semakin tertunduk lesu saat Calvin sama sekali tak menyangkal ucapannya."Seberapa banyak wanita yang pernah kamu lihat?" tanya Nana penasaran."Tidak banyak, hanya dalam kondisi mendesak saja. Sekarang berbaliklah, aku akan menyabuni tubuh bagian depanmu," pinta Calvin dan Nana langsung merebut spons di tangan suaminya."Keluarlah, selanjutnya biarku lakukan sendiri.""Tapi—""Aku baik-baik saja," tekan Nana dan Calvin pun segera keluar dari kamar mandi.Tiba di luar, Calvin menjatuhkan tubuhnya ke lantai, hampir ia mati berdiri di dalam sana. Berbagai macam bentuk sudah pernah ia lihat, t
"Keluar sekarang juga!" usir Calvin dengan tegas."Baiklah, kita lanjutkan saat bulan madu," Nana tersenyum manis, kemudian bergegas keluar dari kamar suaminya."Sial!" umpat Calvin menjatuhkan tubuh dengan kasar ke atas ranjang, ia menghela napas hingga berhasil meredam emosi yang tadinya menggebu-gebu.Baru beberapa detik Calvin memejamkan mata, suara ponsel yang seakan menjerit di telinga seketika membangunkannya. Calvin meraba ponsel di saku celana, nama Devil sang sahabat tertera di layar, ia pun langsung mengangkat panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Calvin dengan malas sambil memijat lembut pangkal hidung."Kau di mana? Aku ingin berkonsultasi," balas Devil di seberang sana."Kau di mana?" bukan jawaban, tapi Calvin justru melempar pertanyaan yang sama dengan yang Devil tanyakan."Tentu saja aku di club," sahut Devil."Aku ke sana sekarang!" seru Calvin memutuskan panggillan sepihak. Dokter tampan itu segera bangkit, meraih kunci mobil dan melesat pergi begitu saja tanpa membe
Sampai di apartemen, wajah Calvin langsung memerah dengan urat leher yang mengencang saat melihat dua buah koper berwarna biru dan pink telah tergeletak di ruang tamu.Calvin yang telah hilang kesabaran seketika melangkah cepat menuju kamar Nana sambil berkata, "Akan aku berikan apa yang kamu inginkan, tapi jangan menyesal karena aku—"Emosi Calvin yang tadinya memuncak seketika mereda saat melihat wajah tenang Nana yang tertidur pulas di atas apa ranjang. Calvin menghela napas sambil mengusap rambut hingga wajah dengan kasar. Kehilangan akal sehat membuatnya hampir melukai Nana yang seharusnya ia lindungi.Saat akan pergi kembali ke kamarnya, langkah Calvin terhenti kala mendengar rintihan pilu Nana yang memanggil ayahnya."Ayah jangan pergi, jangan tinggalkan Nana sendiri," Nana kembali merintih dengan keringat dingin yang telah membasahi rambutnya. Tak hanya keringat, Calvin dapat melihat adanya tetesan air mata yang mengalir dari sudut mata istri kecilnya.Adegan memilukan itu mem