Share

Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku
Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku
Penulis: Oniya

Bab 01

Ponsel yang berdering menitah seorang gadis berusia 19 tahun untuk merogoh tasnya.

"Dari siapa?" gadis cantik lain yang duduk di bangku kiri bertanya penasaran.

"Dokter Calvin," jawabnya tersenyum lebar, kedua matanya tampak berbinar-binar.

"Cepat angkat!" desak Cleona, sang sahabat.

"Cleo, coba cubit aku. Aku tidak bermimpi, bukan?" tanyanya tak percaya dihubungi oleh sang pujaan hati.

"Aw!" ringisnya kesakitan ketika Cleona benar-benar mencubitnya hingga memar.

"Cepat angkat!" Desak Cleona lagi. Gadis bertubuh tinggi menjulang bernama lengkap Nana Calista itu segera mengangkat panggilan yang masuk.

"Hallo suami masa depanku, tumben menghubungiku siang-siang begini. Rindu, ya?" goda Nana yang memang menaruh hati pada sosok dokter tampan berstatus duda tersebut.

"Datanglah ke rumah sakit, ini tentang ayahmu," tutur Dokter Calvin seketika mengubah raut wajah Nana yang semula tersenyum senang, kini berubah penuh kekhawatiran.

"Ada apa, Na? Apa yang terjadi?" Cleona bertanya khawatir kala melihat perubahan ekspresi di wajah Nana.

"Cleo, izinin aku, ya. Aku harus ke rumah sakit sekarang juga," Nana bangkit, kemudian melesat pergi. Saking terburu-burunya, Nana meninggalkan tas beserta isinya. Ia hanya pergi membawa badan dan juga ponsel yang masih ia genggam erat.

Selama di perjalanan menuju rumah sakit, pikiran Nana melalang buana. Ia memang memiliki firasat buruk sedari pagi, tapi berusaha dialihkan. Dan kini Nana benar-benar ketakutan, apalagi nada suara dokter Calvin yang bergetar. Nana takut terjadi sesuatu kepada sang ayah tercinta.

Sampai di rumah sakit, Nana berlari menuju ruang rawat inap ayahnya. Di depan ruangan, tampak dokter Calvin tengah duduk di sebuah kursi tunggu. Nana langsung menghampiri.

"Dokter Calvin, di mana ayahku?"

"Nana ayahmu ... Ayahmu—" rasa bersalah terasa menekan, membuat Calvin tak bisa berkata-kata.

Mengabaikan dokter Calvin, Nana melesat masuk ke dalam ruangan di mana ayahnya berada.

Nana masuk tepat saat seseorang suster menutupi wajah pucat ayahnya dengan kain putih. Nana terdiam seribu bahasa, mendadak dunianya runtuh.

Kaki yang terasa berat Nana seret dengan gontai, air mata yang membanjiri pipi tak ia pedulikan. Tatapan matanya tetap fokus pada sosok yang berada di balik kain putih di atas brankar. Dengan tangan bergetar, Nana bergegas menyingkap kain putih untuk memastikan.

"AYAAAH!"

***

Nana Calista, gadis belia berparas cantik dengan tubuh indah bak model tampak tengah bersimpuh di samping makam yang masih basah tanahnya. Nana menangisi kepergian sang ayah yang telah berada di peristirahatan terakhirnya. Meski kini sebatang kara, tapi selalu ada sang sahabat Cleona Chavez yang selalu setia menemani. Cleona ikut bersimpuh di sebelahnya, memegang erat kedua bahu Nana, berusaha menguatkan.

"Kenapa Ayah tinggalin Nana? Ayah janji mau jadi wali nikah di pernikahan Nana, Ayah juga janji mau temani Nana sampai lahirin banyak cucu. Ini apa? Kenapa Ayah tinggalin Nana gitu aja...."

"Yang sabar, Na. Kan masih ada aku," lanjut Cleona menepuk pelan pundak sang sahabat.

"Ada tuan Castin sama baby d, mana mungkin kamu bisa temani aku 24 jam full," balas Nana mengerucutkan bibirnya dengan imut.

"Saya bisa!" sahut dokter Calvin dengan tegas. Hal tersebut tentu membuat Nana dan Cleona menoleh padanya dengan mata membulat sempurna.

"Maksud, dokter?" tanya Cleona langsung bangkit, menatap Calvin dengan serius.

"Jangan-jangan dokter mau—" Nana menutup mulut dengan kedua telapak tangan.

"Mau apa?" sahut Cleona tak mengerti.

"Dokter Calvin mau temani Nana 24 jam full?" celetuk Nana dengan wajah polosnya.

"Mana boleh begitu," tatapan tajam Cleona lempar.

"Gak apa-apa, sih. Aku mau ditemani dokter Calvin," sambung Nana dengan air mata yang tak lagi mengalir. Rasa sedihnya seketika sirna kalau sudah membahas dokter Calvin, suami masa depannya.

"Maksud saya, saya akan menikahimu, Nana!"

Mendengar itu, Nana hampir pingsan.

"Cleona, aku tidak salah dengar'kan? Dokter Calvin lamar aku?" Nana bertanya dengan heboh pada sang sahabat di sebelahnya. Cleona yang juga syok tampak diam seribu bahasa.

Sementara dokter Calvin beralih ke seberang makam, pria tampan dengan tubuh kekar itu berjongkok sambil memegang nisan dengan sebelah tangannya.

"Saya gagal menjaga bapak, tapi saya janji tidak akan gagal menjaga putri kesayangan bapak. Izinkan saya mempersuntingnya, saya berjanji akan melindunginya dengan nyawa saya," ucap Calvin dengan ekspresi wajah serius, kali ini Nana benar-benar jatuh pingsan.

"Nana!" seru Cleona kesulitan menyambut tubuh sang sahabat yang lebih tinggi darinya.

***

"Bagaimana?" tanya Cleona yang duduk di sisi kanan bibir ranjang, sementara Calvin berdiri di sisi kiri sambil memeriksa keadaan Nana, calon istrinya.

"Nana baik-baik saja, dia hanya kelelahan. Biarkan dia istirahat sebentar dan sebaiknya kamu pulang sekarang, bisa heboh satu negara kalau sampai Castin kehilanganmu," sindir Calvin dengan santainya, Cleona memutar mata jengah. Ia tak bisa mengelak karena apa yang dikatakan oleh dokter Calvin benar adanya, tapi bukan salahnya memiliki suami bucin akut.

"Ya sudah aku pergi, jaga Nana baik-baik. Ingat, jangan ambil kesempatan dalam kesempitan!" Cleona memberi peringatan keras.

"Jangan lupa dialah yang lebih dulu mengejarku," serang Calvin dengan suara kecil. Jelas selama ini ia selalu berusaha menghindar dari Nana yang terus mengejarnya secara ugal-ugalan.

"Dokter bilang apa?" tanya Cleona kembali membalikkan badan.

"Hati-hati di jalan, Nona Cleona," jawab Calvin dengan senyuman yang ia buat semanis mungkin. Cleona pun melanjutkan kembali langkahnya dengan kening yang berkerut.

Setelah kepergian Cleona, Calvin menjatuhkan tubuhnya dengan kasar ke lantai kamarnya. "Maafkan saya Pak Marco. Seharusnya saya di penjara, tapi siapa yang menjaga Nana?" keluh Calvin menyugar rambut dengan kasar, tampak ia sangat menyesali ketidaksengajaan yang dilakukannya. Calvin harap keputusannya tidak salah. Hanya dengan cara itu rasa bersalahnya dapat sedikit berkurang.

Tentu Calvin ingin menyerahkan diri ke polisi, tapi ia khawatir pada Nana. Calvin memilih menikahi gadis belia yang sama sekali tidak ia cintai. Meski tidak memiliki perasaan sedikit pun kepada Nana, Calvin berjanji akan menjaga Nana dengan nyawanya. Seumur hidup ia hanya akan mengabdi kepada Nana. Setidaknya, apa yang ia lakukan kini sedikit mengurangi rasa bersalahnya. Menikahi Nana adalah hukuman bagi Calvin.

Tak ingin larut dalam penyesalan, Calvin kembali bangkit, ia duduk di pinggir ranjang, menatap Nana dengan tatapan penuh rasa bersalah. Salah satu tangannya terulur, kemudian membenahi anak rambut Nana sambil berkata, "Maafkan saya, Nana."

"Maafkan apa?" Nana bertanya sambil mencengkram pergelangan tangan Calvin. Calvin kaget melihat Nana tiba-tiba bangun. Calvin takut, takut Nana mendengar semua penyesalannya barusan.

"Na ... Nanaa...."

"Ada sesuatu yang dokter sembunyikan dari saya?" Nana mengintrogasi, Dokter Calvin menelan saliva bersusah payah, lidahnya tiba-tiba terasa kelu.

"Sa ... Saya....

"Saya apa?" desak Nana langsung bangkit tanpa melepaskan cengkraman eratnya.

"Ma ... maafkan saya karena....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status