Share

Bab 02

Author: Oniya
last update Last Updated: 2024-02-21 10:16:59

"Apa ayah meninggal karena kesalahan dokter?" potong Nana mengintrogasi.

Calvin panik, ia belum siap mengungkap fakta sebenarnya. Bukan takut dibenci Nana, tapi takut Cleona membencinya.

Melihat dokter Calvin membatu, Nana menghela napas kasar kemudian kembali melanjutkan ucapannya, "Selagi ayah meninggal bukan karena kesalahan dokter, dokter tidak perlu merasa bersalah. Nana tahu dokter sudah melakukan yang terbaik, mulai sekarang Nana akan belajar mengikhlaskan kepergian ayah," tutur Nana dengan senyuman kaku yang dipaksakan.

"Bodoh! Nana tidak sepandai itu untuk tahu yang sebenarnya dalam waktu singkat. Hampir saja aku membuka kartu as sendiri," batin Calvin yang tanpa sadar meremehkan Nana.

"Terima kasih, tapi keputusan saya sudah bulat. Saya akan tetap menikahi kamu," sambung Calvin mengungkap kalimatnya dengan penuh keseriusan.

Meski sudah mendengar sebelumnya, tapi tetap saja Nana tak bisa mengontrol garis bibirnya yang tertarik lebar.

"Dokter Calvin itu ibarat langit yang tak akan pernah Nana gapai. Sepertinya doa ayahlah yang mampu menembus langit itu. Dilamar langsung oleh Dokter Calvin menjadikan Nana sebagai gadis paling beruntung sedunia. Kalau saja ayah masih hidup, dia pasti akan sangat bahagia," balas Nana yang tampak begitu gembira walau dengan mata berkaca-kaca, berbeda dengan Calvin yang justru tersenyum kecut.

"Maafkan aku, Nana."

***

Esok harinya.

Di kampus.

"Kamu serius terima lamaran dokter Calvin?" bisik Cleona dengan mata yang tetap fokus pada dosen yang menjelaskan pelajaran di depan sana.

"Kenapa tidak?" balas Nana santai, meski ia tahu kalau dokter Calvin masih menyukai Cleona.

"Entahlah, tapi aku merasa ada sesuatu yang dia sembunyikan," sambung Cleona lagi.

"Benarkah?" sahut Nana tak terlihat penasaran.

"Cleona, Nana, lanjutkan perbincangan kalian di luar!" tegas sang dosen bertolak pinggang. Tahu salah, Cleona dan Nana memilih keluar dari kelas.

"Sepertinya itu dosen lupa kalau kamu istrinya Prince Castin Afson!" geram Nana tak terima mendapat hukuman.

"Sudah, tidak perlu diperpanjang. Bukankah enak di luar, tidak perlu belajar," sahut Cleona yang tampaknya telah tertular bejatnya Nana.

"Nona Cleona, Nona benar-benar sahabat saya!" seru Nana sambil membungkukkan badan memberi hormat persis seperti saat ia masih menjadi bodyguardnya Cleona.

"Bagaimana kalau kita ke kantin?" lanjut Nana sambil memegang perutnya yang keroncongan.

"Ide bagus," balas Cleona setuju. Awal-awal Cleona terus di bully dan kerap kali mendapatkan perlakuan tak adil. Tapi semenjak ada Nana, siapa yang berani mengganggunya? Meski ber-IQ rendah, tapi dalam hal bela diri Nana dapat diandalkan.

Sepulang sekolah, seperti biasa Nana langsung pergi ke rumah sakit untuk membantu calon suaminya bekerja. Di rumah sakit, Nana ditempatkan sebagai suster yang tugasnya membantu Calvin. Nana tak sendiri karena ada suster Maria yang ditugaskan Calvin untuk membantu Nana apabila mengalami kesulitan. Meski suster Maria baik padanya, tapi entah kenapa Nana tak menyukainya.

"Mulai sekarang kamu tidak perlu lagi ke sini," kata Calvin yang duduk penuh wibawa di kursi kebesarannya.

"Biar tidak ada yang ganggu kalau lagi didekatin sama dokter Dona?" sambung Nana yang telah siap dengan seragam oka berwarna hijau.

"Bukan itu maksud saya," balas Calvin dengan penuh kesabaran.

"Lalu apa?" tanya Nana tanpa menoleh. Ia memperlihatkan ekspresi cemburu yang menakutkan.

"Nilaimu terlalu buruk," jawab Calvin membuat Nana memutar mata jengah, ia benar-benar kesal kalau sudah membahas tentang nilai.

"Apa pun yang terjadi, aku akan tetap menemani dokter bekerja, titik!" keukeuh Nana tak ingin mengalah. Calvin memijat pangkal hidung yang tiba-tiba terasa berdenyut. Berhadapan dengan banyak pasien seharian tak membuatnya lelah, tapi bicara beberapa detik dengan Nana amatlah melelahkan.

"Oh iya, bagaimana persiapan pernikahan kita? Sudah berapa persen?" pertanyaan Nana kali ini membuat Calvin terdiam. Sial, bagaimana ia bisa melupakan hal sepenting itu? Dia yang ingin menikahi Nana, dia pula yang lupa. Sekarang apa yang akan dia katakan? Jangankan persiapan pernikahan, Calvin saja belum memberi tahu kedua orangtuanya bahwa ia akan menikah.

"70%, tidak lama lagi akan selesai," jawab Calvin asal, tapi Nana terlihat sangat senang. Calvin merasa bersalah.

"Benarkah?" Nana bertanya antusias, Calvin menjawab dengan anggukan kepala.

"Oh iya, malam ini aku akan membawamu ke rumah," lanjut Calvin tetap menyibukkan diri dengan dokumen-dokumen pasiennya.

"Biasanya juga begitu," lanjut Nana tak heran.

"Maksudku rumah papa dan mama," jelas Calvin membuat Nana terdiam.

"Rumah mertua?" seketika raut wajah Nana berubah. Ia memang menanti masa itu, tapi ia khawatir. Khawatir kedua orangtua Calvin membencinya. Perbedaan strata sosial membuatnya kehilangan kepercayaan diri.

Selesai bertugas, Calvin tak langsung membawa Nana menemui kedua orangtuanya. Ia membawa Nana pulang ke rumahnya terlebih dahulu.

"Sepertinya gaun ini terlalu terbuka untuk bertemu dengan calon mertua, sebentar aku ganti dulu," kata Nana untuk yang ke empat kalinya. Calvin kembali menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa karena lelah menunggu Nana yang tak sudah-sudah.

Ceklek!

Pintu kamar kembali terbuka, Calvin memilih untuk tetap duduk di sofa.

"Bagaimana?" Nana memutar tubuh hingga dress selutut berwarna hitam mekar begitu indah di tubuhnya yang memiliki porsi ideal. Tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Tak hanya proporsi tubuh yang menjadi pusat perhatian, tapi visual wajah Nana tak kalah sempurnanya. Rambut bergelombang yang terurai serta make up tipis membuat penampilan Nana malam itu seakan tak ada tandingnya. Nana tampil dengan baik, ia tak akan membuat malu calon suaminya.

Sayangnya penampilan sempurna Nana tak cukup memikat Calvin. Dokter tampan itu tak bisa membohongi hatinya. Lihatlah bagaimana ia terus menatap Nana, bukan karena kagum, melainkan sibuk mencari sosok Cleona di dalam diri Nana. Tak bisa dipungkiri, Calvin tetap mencintai Cleona mantan pasiennya yang kini telah menjadi istri sahabat dekatnya, Castin Afson.

Mustahil ada Cleona di dalam diri Nana, karena keduanya begitu bertolak belakang. Cleona yang lembut dan selalu mengalah, sementara Nana begitu bar-bar serta pantang menyerah. Sampai kapan pun, Calvin tak akan menemukan sosok Cleona dalam diri Nana.

"Lebih baik daripada pakaian tradisional dan gaun seksi sebelumnya," balas Calvin dengan santai. Nana jelas terpesona, bisa dibilang baru kali ini ia melihat Calvin mengenakan setelan jas formal berwarna hitam. Meski sama-sama tampan, tapi aura yang dipancarkan jelas berbeda. Dengan jubah putih Calvin tampak tampan berwibawa, tapi dengan jas hitam Calvin sangat mendominasi persis seperti karakter CEO dalam novel yang biasanya Nana baca.

"Kita berangkat sekarang?" Nana bertanya penuh antusias meski bibir yang kering menjadi penanda bahwa ia sangat grogi. Calvin mengangguk asal dan melangkah lebih dulu, Nana menyusul dengan semangat hingga sampailah mereka di dalam mobil.

Selama di perjalanan, Nana terus bertanya seperti apa sosok kedua mertuanya, Calvin mengabaikan pertanyaannya, tapi terus memperingati Nana untuk menjaga sikap.

Beberapa menit perjalanan, mobil pun berhenti tepat di depan sebuah mansion mewah bergaya kastil. Nana menelan saliva bersusah payah, kegugupan serta kepanikan semakin melanda. Nana takut mertuanya kejam seperti di novel-novel.

"Ayo masuk," ajak Calvin lagi-lagi mendahului Nana. Beruntung Nana memiliki kaki yang panjang hingga ia tak akan ketinggalan jauh.

Nana melangkah sambil menatap kagum setiap sudut rumah yang indah. Rumah bangsawan Oesteria memang tiada duanya, rumah itu tak kalah indahnya dengan mansion milik prince Castin Afson.

Saking asiknya mengagumi interior rumah, Nana sampai kaget saat Calvin memintanya untuk duduk. Dengan senyuman kecut, Nana duduk di sebelah Calvin, tepat di hadapan wanita dan pria paruh baya kini menatapnya dengan tajam. Meski sedikit menakutkan, tapi Nana berusaha untuk tetap tersenyum dengan lebar.

"Calvin, papa ingin bicara denganmu," suara bijaksana memecah lenggang. Calvin pun bangkit dari duduknya, kemudian melangkah mengekori ayahnya menuju ruang kerja di ujung sana. Calvin bahkan tak peduli pada Nana yang menatapnya tak percaya. Nana kaget karena Calvin begitu tega meninggalkannya sendiri di ruang makan. Tidak, ia tak sendiri karena ada sang ibu mertua yang masih menatapnya tajam.

"Perkenalkan nama saya Nana Calista, usia 19 tahun dan saya—"

"Cukup!" potong wanita paruh baya di hadapannya. Nana pun tak lagi nyerocos dan kembali duduk dengan anggunnya.

"Kamu hamil?" tanya sang calon mertua tiba-tiba, Nana langsung mengangkat wajah dengan mata membulat sempurna.

"Kamu hamil?" tegasnya mengulang pertanyaan, Nana pun menggelengkan kepala dengan jujur.

Brak!

Nana kaget setengah mati saat calon mertua bangkit sambil menggebrak meja makan dengan kuat. Nana menundukkan wajah takut. "Tamatlah riwayatku," monolog Nana seorang diri.

"Lepaskan putraku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Oniya
Amin, makasih sudah mampir......
goodnovel comment avatar
Asiah Erap
Aku mampir thor, moga terus sukses ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 19

    "Dia bahkan sudah meminta maaf, tapi kenapa setelah keluar dari rumah sakit, aku merasa dia terus menghindariku? Bahkan aku dilarang pergi ke rumah sakit?" ungkap Nana dengan mata berkaca-kaca, bibirnya sampai bergetar menahan tangis. "Perasaan kamu aja kali, Na," Cleona berusaha menenangkan. Meski merasa heran dengan Nana yang akhir-akhir ini menjadi lebih sensitif."Tapi ini sudah berlebihan, Cleo. Masak iya bisanya nggak pulang berhari-hari, sekalinya pulang pas tengah malam, mana langsung tiduran tanpa peduli keberadaan aku. Bahkan pernah pulang cuma ambil pakaian ganti, terus pergi lagi," Nana mengambil jeda guna menghela napas panjang."Aku kira setelah malam itu dia akan jadi lebih romantis, tapi ternyata malah lebih dingin dari biasanya. Apa dia melakukan itu karena aku gagal memuaskannya saat itu?" ketus Nana dengan emosi yang sulit dikendalikan. Ia merasa perubahan sikap Calvin adalah kesalahannya sendiri."Suami kamu itu Dokter, Na. Bukankah sebelum menikah kamu sudah tahu

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 18

    Karena kasihan melihat sang istri kedinginan dan juga tidak ingin memberikan pengalaman pertama yang buruk, Calvin pun terpaksa menyingkirkan hasratnya untuk sesaat, kemudian membopong dan membawa Nana keluar dari kamar mandi. Sampai di ranjang, dia baringkan sang istri dengan sangat berhati-hati seolah tubuh Nana adalah cermin yang gampang pecah. Tatapan Calvin yang awalnya membara kini berubah lembut, Nana balas menatap sang suami dengan penuh cinta. "Apa aku tampan?" Calvin bertanya menggoda. "Apa aku cantik?" balas Nana balik bertanya. CupKecupan hangat Calvin daratkan di kening sebagai jawaban. Nana tersenyum lebar, kemudian mengalungkan kedua tangannya di leher kekar sang suami yang tentu saja sudah berada di atas tubuhnya. Ketika Nana mulai maju perlahan, dengan cepat Calvin mendahului. Ciuman panas pun kembali terjadi. Tentu saja kedua tangan nakal Calvin tak tinggal diam. Sepersekian menit kemudian."Siap?" Calvin mulai memposisikan diri. Nana tak menjawab, tetapi meng

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 17

    "Tapi sebelum itu, apakah kamu tidak takut malam pertama? Setahuku itu sakit untuk pihak perempuan, bahkan beberapa pasienku datang dengan keluhan itu," Calvin berniat menakuti sang istri. "Aku? Takut malam pertama? Haha ... Malam pertama sakitnya bentar doang, habis itu enak," tutur Nana tanpa beban. Berhasil menangani sakit saat menstruasi serta tak lagi takut pada rasa sakit melahirkan membuat Nana yakin dapat melewati malam pertama dengan mudah. Apalagi ia sudah mempersiapkan diri sejak lama. Karena pada dasarnya Nana lebih takut akan kehilangan sang suami daripada kehilangan kesucian dirinya sendiri. Bukannya mengelabuhi, Calvin justru terkelabuhi. Ia gagal membodohi sang istri karena justru terpancing oleh ucapan Nana yang malah membuatnya merasa tertantang, seolah menyepelekan malam pertama sama saja dengan menyepelekan kejantanannya sebagai lelaki sejati. "Aku pegang kata-katamu!" dengan kasar Calvin mendorong Nana hingga terjerambab ke atas ranjang, kemudian mengukungnya

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 16

    "Hah! Serius?" padahal hanya iseng, tak disangka sang suami justru menanggapi dengan serius. Meski tahu sampai detik ini Calvin belum mencintainya, tapi dengan rencana yang telah disusun oleh Castin, Nana yakin akan berhasil meluluhkan hati sang suami. Nana merasa beruntung mendapat dukungan dari kedua sahabat."Ya serius. Lagian cuma mandi, kan?" Calvin bertanya memastikan meskipun ia sudah tahu Nana tak akan menyerah begitu saja. "Ya kalau nggak khilaf," Nana mengulum senyum sambil menatap Calvin penuh cinta. Melihat ekspresi genit yang Nana tunjukkan secara terang-terangan, seketika Calvin merasa khawatir. Namun, otak cerdasnya dengan cepat mulai berpikir kritis. Apa pun yang terjadi ia harus melakukan sesuatu untuk menggagalkan rencana licik sang istri. Akan tetapi, yang harus Calvin lakukan saat ini hanya satu, yaitu menebalkan keimanannya agar tak tergoda. Tok, tok, tok....Ketukan pintu berhasil memutus perbincangan sengit yang terjadi antara Calvin dan Nana. "Iya, Ma. Seb

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 15

    "Dokter Calvin!" panggilan khas terdengar ketika sosok itu berbalik. Calvin tercengang, ia tak menyangka sosok yang selama ini ia cari-cari kini kembali dengan sendirinya. Tanpa sadar Calvin berlari, saking semangatnya berlari, ia merasa seolah kakinya tak menapaki bumi. Tubuhnya terasa terbang melayang dengan kencang di udara. Hanya dalam hitungan detik, ia sudah berada tepat di hadapan sang istri, tanpa ragu Calvin memeluknya dengan erat guna melepas kerinduan yang selama ini menyiksa. "Maafkan aku, kumohon jangan pergi lagi," kalimat itu terucap di bibir Calvin yang bergetar. Untuk kesekian kalinya ia tak peduli dengan air mata yang mengalir begitu deras. Masa bodoh dengan imagenya sebagai seorang dokter terpandang. "Buka pintu hatimu, biarkan aku masuk dan menetap di dalamnya, dengan begitu Nana tak akan pergi," sahutan Nana seolah bagai panah yang menusuk ke dalam dada. Rasa sakitnya mampu menyadarkan Calvin bahwa kepergian Nana adalah karena ulahnya sendiri. "Maafkan aku," C

  • Dokter Tampan Berstatus Duda Itu Adalah Suamiku   Bab 14

    "Bagaimana kalau saya minta bantuan dokter Dona?" tawar suster Maria kala mendapati Calvin menghela napas panjang berkali-kali. "Tidak perlu, lanjutkan antrian berikutnya," tolak Calvin dengan halus, suster Maria menganggukkan kepala, kemudian keluar dari ruangan untuk melanjutkan tugasnya. "Pasien atas nama Nana!" meski berteriak, tapi nada suara suster Maria terdengar sopan di telinga. Calvin yang tengah duduk di singgasananya seketika bangkit dan membuka pintu dengan terburu-buru. "Nana!" Calvin membuat kaget semua pasien yang duduk mengantri di kursi tunggu. "Dokter kenal istri saya?" tanya seorang pria sambil melepas rangkulan pada wanita di sebelahnya. "Maaf, saya pikir Nana Calista perawat saya," ucap Calvin meminta maaf dengan tulus. Sang pria kembali merangkul sang istri dengan mesra. Sementara sang istri tak merespon apa pun, ia sibuk menikmati ketampanan dokter di hadapannya. "Tidak masalah, tapi istri saya cuma mau diperiksa oleh dokter perempuan, iya'kan, sayang?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status