Share

Bab 03

"Lepaskan putraku!" bentak Elsa menekan kalimatnya dengan murka. Nana tercengang dengan muka memerah, terlalu tak menyangka kalau apa yang ia pikirkan benar-benar menjadi kenyataan. Ibu mertuanya adalah sosok yang kejam dan tak berperasaan.

Nana menggelengkan kepala guna menyadarkan diri. Sebagai seorang wanita kuat dan tak lemah, tentu Nana tak akan mengikuti perintah calon mertuanya begitu saja.

"Saya—"

"Lepaskan Calvin kalau kau tak sanggup memenuhi syarat dariku," potongnya mengubah ekspresi secepat kilat, kini Elsa tampak kembali tenang, tak menggebu-gebu seperti saat menggebrak meja tadi.

"Syarat?" Nana penasaran.

"Iya, sebuah syarat," jawabnya tersenyum licik.

"Apa syaratnya?" tantang Nana tak mau kalah, apa pun akan ia lakukan demi menjadi istri pujaan hati. Tinggal selangkah lagi ia akan menjadi istri sah pujaan hati, mana mungkin ia menyerah hanya karena ibu mertua yang kejam. Lagipula ia bukan karakter wanita lemah dalam novel favoritnya.

"Kuberi waktu dua bulan, kalau kau tidak hamil, maka tinggalkan Calvin," ungkap Elsa dengan penuh penekanan pada setiap kalimatnya.

Nana terperangah, tak habis pikir dengan syarat yang dilontarkan. Nana tentu saja mau menjadi ibu, tapi Calvin belum tentu mau menjadi ayah. Apalagi ia tahu bahwa cinta Calvin tak sepenuhnya miliknya. Membujuk Calvin bukanlah hal yang mudah. Hamil dalam waktu dua bulan juga tak semudah membalikkan telapak tangan.

"Baik. Jangankan dua bulan, saya yakin dapat hamil hanya dalam waktu sebulan menjadi istri dokter Calvin," Nana mengumpat diri sendiri. Kepercayaan diri membuatnya lupa diri. Tapi dengan berbagai jurus andalan ditambah sedikit kelicikan, ia yakin dapat hamil dalam waktu singkat.

"Baru calon menantuku," Elsa mengulurkan tangan, seakan menyambut Nana dengan senyuman kebahagiaan, sangat berbeda dengan tadi, di mana ia selalu mengintrogasi dengan raut wajah yang menakutkan. Dari raut wajahnya yang sekarang, tampak Elsa cukup menyukai Nana. Nana menyambut uluran tangan sang calon mertua dengan wajah bingungnya.

"Aktingku masih yang terbaik," batin Elsa bangga. Sebagai mantan aktris yang terkenal pada masanya, tentu soal akting adalah hal mudah baginya. Apa pun akan ia lakukan demi seorang cucu yang dapat ia banggakan pada kumpulan sosialitanya.

Sementara itu di ruangan lainnya. Terlihat Calvin tengah duduk di sofa di ruang kerja ayahnya. Berbeda dengan Arvin sang ayah yang terus mondar-mandir tak tentu arah.

"Papa sudah tutupi insiden ini, kau tak perlu menikahi gadis itu," ucapnya ketika mulai duduk di hadapan sang putra.

"Apa maksud papa?" tanya Calvin serius.

"Menikahi seorang gadis karena rasa bersalah tanpa adanya cinta, kamu tidak hanya menyakiti diri kamu sendiri, tapi juga gadis tidak bersalah itu. Dengarkan papa baik-baik, kamu tetap bisa bertanggung jawab pada gadis itu tanpa menikahinya. Ada banyak cara lain untuk memastikan dia tetap hidup dengan baik," ungkap Arvin tak ingin putranya menikah tanpa rasa cinta.

"Hanya dengan menikahinya rasa bersalah ini dapat sedikit berkurang. Papa tidak akan mengerti bagaimana hidup dikelilingi rasa bersalah. Keputusan Calvin sudah bulat, Calvin akan di tetap menikahi Nana," keukeuh Calvin tak dapat dibantah.

"Papa juga dokter, Calvin. Banyak nyawa yang melayang di tangan papa tanpa sengaja, tentu papa paham bagaimana perasaanmu, tapi papa tidak mau kamu menyesal nantinya. Cepat atau lambat, Nana pasti akan tahu kesalahanmu," dari ucapannya, sepertinya Arvin tahu obat penenang yang kini diam-diam Calvin konsumsi.

"Sekarang papa tanya, apa yang akan kamu lakukan saat Nana mengetahui bahwa kematian ayahnya adalah kesalahanmu?" Calvin terdiam, ia tak pernah berpikir sampai ke sana. Arvin sang ayah mengusap wajah dengan kasar. Ia bingung bagaimana lagi harus memberikan pengertian kepada putranya yang keras kepala. Persis seperti Elsa, istrinya.

Calvin bangkit dari duduknya, "Calvin datang membawa Nana untuk memberi tahu papa dan mama kalau Calvin akan menikah besok, terserah papa mau datang atau tidak," papar Calvin kemudian pergi begitu saja meninggalkan Arvin yang tampak syok atas ucapan sang putra yang akan menikah secepat itu.

"Kita pulang!" ajak Calvin langsung menyeret pergelangan tangan Nana keluar dari mansion tanpa berpamitan lebih dulu.

***

"BESOK!" teriak Nana kaget, ia langsung menutup mulut dengan kedua telapak tangan.

"Kenapa! Keberatan?" Calvin bertanya tanpa menoleh dan tetap fokus pada kemudinya.

"Tidak, aku tidak keberatan sama sekali. Lebih cepat lebih baik," sahut Nana dengan cepat, takut Calvin berubah pikiran. Memikirkan akan menikah besok pagi, Nana tak bisa menahan senyuman lebarnya.

"Kamu juga tidak keberatan kalau kita menikah tanpa resepsi?" pertanyaan Calvin kali ini membuat Nana terdiam, senyuman lebarnya seketika sirna.

"Tanpa resepsi?" hancur sudah impiannya untuk menjadi princess di hari bahagia. Sungguh Nana mengimpikan pernikahan mewah seperti pernikahan di negeri dongeng.

"Maksud saya resepsinya akan ditunda sampai saya berhasil membuktikan kepada papa dan mama bahwa kamu adalah istri pilihan saya yang terbaik. Bagaimana? Kamu tidak keberatan, kan?" sambung Calvin lagi, kali ini ia menatap Nana sebentar, kemudian kembali fokus menatap jalanan di depan sana.

"Pernikahan kita tidak akan dirahasiakan, bukan?"

"Ada sesuatu yang tidak bisa kuberitahu padamu saat ini," penjelasan Calvin membuat Nana tersenyum guna menyembunyikan rasa kecewanya. Tak mendapat restu, menikah tanpa resepsi, ditambah lagi tak bisa membanggakan betapa hebatnya sang suami. Rasanya sangat aneh memiliki suami tapi tak dapat mengatakannya kepada dunia. Ibarat semakin baik sesuatu yang didapat, semakin banyak pula sesuatu yang terpaksa harus direlakan.

"Apa pun itu, yang penting kita menikah," balas Nana dengan penuh kebesaran hati.

"Dan aku akan membuatmu mencintaiku," lanjut Nana di dalam hati sambil menatap Calvin penuh cinta.

Sepersekian detik kemudian, mobil berhenti tepat di depan sebuah butik. Calvin turun dari mobil, Nana juga melakukan hal yang sama. Seperti biasa, Calvin masuk lebih dulu, Nana bergegas menyusul.

"Dokter Calvin, ada yang bisa saya bantu?" seorang wanita cantik nan modis menyambut kedatangan Calvin.

"Kau punya banyak koleksi gaun pengantin, bukan?" Calvin bertanya to the point. Desainer muda itu tampak kaget mendengar pertanyaan Calvin, tapi buru-buru ia menyadarkan diri.

"Tentu banyak, untuk siapa?"

"Untuk saya, calon istri dokter Calvin," sambung Nana tersenyum percaya diri. Calvin tampak tak suka atas apa yang kini Nana lakukan. Nana tak peduli, lagipula ia tak mengenal desainer muda itu.

"Rahasiakan ini dari siapa pun," ucap Calvin dan desainer tersebut mengangguk dengan cepat.

"Bukan masalah besar," jawabnya yang kemudian memberi jalan, membawa Calvin dan Nana hingga sampai ke ruangan lainnya. Di ruang steril itu terdapat banyak gaun pengantin yang dirawat dengan canggih.

"Silahkan pilih model mana yang nona suka," sang desainer mempersilahkan. Nana menatap kagum semua model gaun pengantin yang sangat indah, harganya pasti tidaklah murah.

"Yang ini boleh?" tanya Nana yang langsung jatuh hati pada gaun glamor yang begitu seksi dan memiliki belahan terutama di bagian dada, paha serta punggung yang terbuka. Sang desainer tersenyum kecut melihat gaun pilihan Nana.

"Maaf, tapi sepertinya tidak sesuai dengan usia nona," sanggah sang desainer membuat Calvin tersenyum simpul. Ia mendukung apa yang desainer katakan.

"Kalau begitu kenapa menyuruhku memilih," cibir Nana kesal.

"Sepertinya model gaun ini sangat cocok dengan pembawaan nona, simpel tapi elegan," desainer itu memberi rekomendasi. Nana tak menyela karena gaun yang dipilihkan untuknya tidak terlalu buruk.

"Ukurannya?" timpal Calvin ragu dengan ukuran gaun yang melekat di patung. Nana semakin kesal karena kedua gundukannya memang tak sesubur gaun yang dipilihkan.

"Akan saya revisi sesuai ukuran tubuh nona. Tidak akan lama karena proporsi tubuh nona cukup ideal, nanti malam akan langsung saya antar," jawabnya dan Calvin pun menganggukkan kepala setuju. Calvin langsung membawa Nana pulang setelah membuat kesepakatan dengan desainer yang tak lain adalah sahabat masa lalunya.

Di dalam kamar.

"Kamu serius?" tanya Cleona di seberang sana.

"Seribu rius, tapi tidak ada resepsi," jawab Nana tampak kecewa. Jawaban Nana membuat lenggang beberapa saat.

"Kamu baik-baik saja'kan, Na?" tanya Cleona khawatir.

"Iya, aku baik-baik saja kok. Lagipula dokter Calvin melakukan itu demi kebaikan aku juga demi kebaikannya. Oh iya, kamu datang, ya, besok."

"Tentu saja aku datang," jawab Cleona dengan cepat.

"Nanti sambung lagi, ya. Castin mau nyusu, eh, maksudku baby d mau nyusu."

Tut!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status