Share

Dokter Tampan di Pavilliun
Dokter Tampan di Pavilliun
Author: Yuniartinoor

Tugas Pertama

Author: Yuniartinoor
last update Last Updated: 2021-09-05 12:25:51

Ini hari pertama aku bertugas sebagai Perawat di Rumah Sakit umum Daerah milik Pemerintah. Aku masuk shift malam, rencananya jam sembilan baru akan berangkat dari rumah. 

Ibu begitu exited menyiapkan air minum dan bekal untukku, jadi seperti anak TK dengan tas berisi berbagai bekal makanan. Dengan scooter matic putih hadiah ulang tahun dari Ayah aku membelah keheningan malam.

Alunan musik dari earphone menemani perjalanan malamku menuju tempat kerja. Hampir setengah jam waktu yang dihabiskan hingga sampai di parkiran Rumah Sakit. Suasana begitu hening dan sepi, aku sedikit berlari menuju loker. Kerja shift malam membuat was-was, takut jika nanti aku yang indigo melihat hal-hal aneh atau menakutkan. 

Di Pavilliun melati aku sudah mulai mendapati kejanggalan, seorang gadis kecil dari tadi mengikuti. Penasaran ingin menoleh tapi belum sempat berbalik, sebuah tangan kekar dengan sigap menarik tanganku.

"Bantu aku!" ucapnya dengan suara parau.

"Dokter kenapa tangannya berdarah begini? sebentar aku ambil perban tunggu aku kembali." Aku berlari secepat kilat ke Pavilliun anggrek tempat aku bertugas.

"Kamu benar-benar kembali Ageeza!" ujar Dokter tampan itu. Aku membalut tangan penuh darah itu dengan telaten.

"Dokter tau namaku?" tanyaku.

"Di name tag itu tertera namamu, kamu perawat baru?" Dia balik bertanya.

"Iya, Dok baru lulus, ini hari pertama kerja. Tangan Dokter dingin sekali, lebih baik Dokter izin pulang, istirahat!" saranku.

"Tidak usah, Ageeza ini hanya luka ringan," jawabnya.

"Panggil saja Geeza, Dok. Kenapa tangannya luka parah begini, Dok?" Aku penasaran.

"Tanganku kerjepit pintu."

"Pintu? Kalau kejepit pintu minimal jari yang luka, ini kok bersimbah darah. Dokter bercanda?" Dokter tampan itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaanku. "Aku pamit, Dok. Hampir terlambat, aku harus mulai kerja," pamitku.

Sekali lagi, dia menjawab dengan senyum manisnya. Aku berbalik, berjalan berapa langkah, penasaran menoleh ke belakang tapi Dokter tadi sudah mengilang. Secepat itu? Bulu kudukku seketika merinding, aku berjalan secepat mungkin sampai menabrak rekan kerja yang berjalan berpapasan.

"Kamu dari mana? Perawat baru, kan?"

"Iya, Kak. Maaf tadi aku menolong Dokter dulu di pavilliun," terangku.

"Kamu bertugas di Pavilliun ini, tidak usah membantu Dokter di Pavilliun lain. Disana sudah ada perawat yang bertugas!" tegur seniorku.

"Maaf, Kak," ucapku.

" Ageeza kerja yang bener jangan tidur! stand by! Bekerja sama dengan yang lain!" titah Kak Meli.

"Siap, Kak!"

Kak Meli seorang perawat senior di Rumah sakit ini, bukan galak tapi Kak Meli sedikit tegas. Semua Dokter dan perawat di ruangan ini terjaga tak ada seorangpun yang tertidur. Sementara aku masih diajari oleh Susan teman satu shiftku, perawat lain mengecek kondisi pasien. 

Saat sedang memperhatikan Susan yang menjelaskan aku melihat Dokter tampan tadi lewat di depan Pavilliun, dia tersenyum kearahku.

"Kamu ngapain, Za ... senyum-senyum sendiri?" tanya Susan.

"Itu Dokter yang lewat barusan senyum, ya aku balas ... senyumnya manis banget, ganteng lagi," cerocosku.

"Ni bocah baru masuk kerja sudah ngecengin Dokter, aku saja belum berani."

"Hihihi ... maaf, San."

"Yuk! Sekarang kita cek pasien!" ajak Susan. Aku mengekor Susan mengecek kondisi pasien.

"Astagfirullahhalazim," ucapku.

"Kamu kenapa? bikin kaget tau!"

"Astagfirullah ya Allah," aku berdoa sebisaku, ayat kursi beserta doa-doa yang lain berulang-ulang kubaca.

"Kamu kenapa? Jangan penakut deh! Ini sudah konsekuensi profesi kita."

"Kamu memang gak lihat, San? anak kecil, cewek, nguntitin aku terus sejak dari loker tadi."

"Kamu halu," sahut Susan enteng.

"Ya Allah kok halu, San!" ucapku kesal.

Ketika berjalan di koridor kami berpapasan dengan beberapa perawat membawa blangkar dan seorang ibu yang terus menangis. Aku terkulai lemas, anak yang sedari tadi menguntit ternyata dia yang terbaring di belangkar itu.

"Ish ... kamu merepotkan sekali Geeza, ngapain malah lesehan di lantai?"

"Susan, aku lemes banget ... kamu tahu anak gadis yang terbaring di blangkar tadi? Gadis kecil itu sama persis dengan anak gadis yang menguntitku dari loker tadi."

"Istighfar, kamu orang baru disini, jangan ngelamun banyak berdoa!" titah Susan.

Aku berusaha berdiri berjalan menuju ruangan walau sedikit sempoyongan. Tak terasa sudah jam tiga pagi aku dan Susan beristirahat sekedar meregangkan badan dan makan bekal. 

"San kamu selama bekerja gak pernah lihat apa gitu?" tanyaku penasaran.

"Alhamdulillah ... enggak, Za. Aku sih positif saja ... niat kita kerja, ibadah, asal kita gak ganggu 'mereka' juga gak akan ganggu," jawab Susan.

"Kamu sih enak, aku indigo mereka menampakan wujudnya sendiri. Kalau mereka tiba-tiba muncul di hadapanku aku bisa apa?" cerocosku.

"Ishh!  Sudah jangan bahas gituan ah ngeri. Jadi takut mau ke toilet, anter yuk!" ajak Susan.

"Ayukk!" 

Aku menunggu Susan tepat di depan pintu tolilet. Fokus aku alihkan pada handphone di tangan. Namun, aku merasakan kehadiran Dokter tampan itu. Benar saja dia sedang berjalan ke arahku dari koridor. 

Bersiap menyapa Dokter tampan, aku akhiri permainan di benda pipih yang sedari tadi menemani tapi ... saat pandangan kembali Dokter tampan itu sudah tidak ada. 

"Woii! Nyari siapa?" tegur Susan. 

"Enggak," singkatku.

"Jangan bilang kamu lihat setan! Males deh punya temen baru kaya gini bikin jantungan," keluh Susan.

Apalagi aku, jantungku entah sudah jatuh di mana? 

Dokter tampan itu seperti hantu saja, datang begitu cepat dan sekejap menghilang lagi dari hadapan mata.

Jangan ... jangan ....

Apa memang dia Dokter hantu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Mencoba untuk Ikhlas

    Setelah ini, Ageeza belum tahu untuk apa hidupnya. Gadis itu hanya berusaha untuk ikhlas dan bersahabat dengan takdir. Meratapi kepergian Mas Doddy begitu lama tak akan mengembalikannya. Ageeza masih bisa melihat makhluk lain yang kasat mata tapi entah mengapa ia tak pernah melihat Mas Doddy lagi? Dokter tampan itu seperti menjauh dan tak ingin menampakan lagi wujudnya pada Ageeza.Kekuasaan Sang Pencipta memang tidak akan pernah ada tandingannya, segala rencana dan mimpi Ageeza semuanya berubah seketika. Apalah artinya angan sepasang manusia dibanding Kuasa-Nya, bahkan bumi dan seluruh isinyapun bisa hancur dalam sekali tiupan saja.Hidup baru, semangat baru, mimpi dan harapan baru. Aggeza akan memulai lagi semuanya dari awal meniti kehidupan untuk mencapai semua asa yang selama ini ia angankan."Ceria sekali adik abang, mau kemana?" tanya Bang Gaza."Hari ini Geeza mau memulai semuanya dari awal lagi, Bang. Bukan Geeza melupakan Mas Doddy tapi Geeza mau

  • Dokter Tampan di Pavilliun   PoV Ageeza

    Entah berapa lama tak sadarkan diri, saat terbangun aku yang baru saja sadar tidak bisa melihat apapun. Sekeliling terasa gelap dan mata tak bisa melihat apapun. Aku berteriak histeris dan tidak bisa ditenangkan. Apa aku buta?"Istighfar, dek. Jangan teriak-teriak begini ... tenang ya, Abang disini jagain kamu." Bang Gaza berusaha menenangkan."Ibu mana, Bang? Kenapa Geeza gak bisa lihat Abang? Mata Geeza gelap, Bang, Geeza gak bisa melihat apapun," cerocosku."Ibu lagi Shalat dulu, benturan di kepalamu waktu kecelakaan sangat keras, Dek, syaraf yang ke mata terganggu jadi berakibat sama penglihatan kamu," terang Bang Gaza."Geeza mau ketemu Mas Doddy, Bang. Dia baik-baik saja, kan?" Aku penasaran.Bang Gaza tak menjawab, yang sekarang aku dengar malah suara Bang Reza. Bang Reza memeluk dan berbisik di telinga kalau aku tak perlu khawatir karena Mas Doddy baik-baik saja."Geeza gak bisa lihat, Abang!" keluhku pada Bang Reza, sambil men

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Keterpurukan

    Butuh waktu lama bagi Ageeza untuk sembuh, luka hatinya teramat dalam sehingga ia sulit untuk bangkit dan hidup normal seperti dulu. Ageeza yang begitu ceria dan cerewet kini cenderung lebih pendiam. Setiap hari setelah pulang bertugas ia lebih memilih mengurung diri di kamar dibanding berkumpul dengan keluarga atau teman-temannya yang lain. Seminggu sekali setiap hari jumat, Ageeza tak pernah absen datang ke makam Mas Doddy untuk mendoakan dan menaburkan bunga mawar putih kesukaan Ageeza di atas pusara laki-laki yang pernah ia sayangi itu."Sampai kapan kamu mau begini, Za?""Bang Reza!" Ageeza kaget melihat Bang Reza datang dan berjongkok tepat di sampingnya."Percayalah, Doddy tidak akan suka melihat kamu begini. Mana Ageeza yang Abang kenal? Ageeza yang cerewet, periang dan selalu ceria?"Ageeza tak menjawab sepatah katapun, gadis itu hanya menunduk sambil terus menitikan air matanya."Lihat Abang! Abang sayang sama kamu, b

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Kenyataan yang Menyakitkan

    Telapak tangan Ageeza mengusap tanah merah itu, ini nyata, dia tidak bermimpi. Kedua Abangnya satu persatu dia pandangi dan spontan keduanya berhambur memeluk Ageeza dari kanan dan kiri."Kamu kuat, Dek. Jangan takut masih ada abang dan bang Reza yang akan menjaga dan menemanimu. Doddy sudah tenang, dia sudah bahagia di syurga," ucap bang Gaza, menenangkan.Ageeza meraba gundukan bunga yang sudah mulai mengering diatas pusara Mas Doddy, sambil sesekali ia usap nisan bertuliskan nama orang yang amat dia sayang itu.Remuk ... seluruh tulang di tubuhnya rasanya hancur. Semua rencana yang telah ia susun bersama Mas Doddy kini hanyalah sebuah angan, tak ada lagi pernikahan impian dan villa masa depan."Doddy tak seutuhnya pergi, Sayang ...," ucap Bang Reza.Ageeza berteriak! Tangisnya pecah, kenapa saat matanya bisa melihat harus ini yang ia lihat? Dia bahkan tak melihat Mas Doddy mengembuskan nafas terakhirnya.Hancur tak bersisa. Rasanya

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Kematian Mas Doddy

    Ageeza berteriak histeris, sampai Ibu dan Bang Gaza harus menenangkannya. Setelah memberi minum Bang Gaza menyeka keringat di pelipis Geeza."Kamu cuma mimpi, Dek. Gak usah khawatir Doddy baik-baik saja, sekarang tidur lagi, ya!"Dengan napas yang masih memburu Ageeza menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, entah kenapa Ageeza merasa semuanya begitu nyata dan bukan sekedar mimpi.Sayup-sayup suara Ibunya melantunkan Ayat Suci mulai menenangkan perasaan Ageeza,Abang Gaza begitu yang begitu perhatian kembali memasangkan selimut hingga batas dada adiknya lalu ia cium kening Ageeza penuh sayang."Bismillah ... berdoa dulu, jadi nanti gak mimpi buruk lagi!" titah Bang Gaza.Ageeza membalas dengqn anggukan.Lantunan Ayat Suci yang Ibu baca dan elusan tangan Bang Gaza dipucuk kepalanya, mengantarka Ageeza kembali ke alam bawah sadarnya.*******Aggeza sudah bisa pul

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Gelap

    Dingin menusuk ketulang, kabut pagi ini juga begitu tebal karena gerimis. Jarak pandang jadi terganggu, belum lagi jalan arah Ciwidey yang relaif kecil. Sekitar beberapa kilo dari villa tiga motor yang mereka tumpangi masih beriiringan tapi setelah memasuki daerah yang lumayan berkabut mereka terpisah.Masih di kawasan jalan Kabupaten Bandung, entah masih mengantuk atau karena kabut tebal yang mengurangi jarak pandang. Motor yang Mas Doddy kendarai menabrak pembatas jalan dan terjatuh ke semak-semak yang berada tepat di bawah jalan raya.Saat itu Geeza berteriak sambil memeluk erat tubuh Mas Doddy sebelum mereka tergelincir kesemak-semak cukup dalam sekitar 5 sampai 6 meter dari atas jalan raya."Za ... Ageeza ....," panggil Mas Doddy parau.Mas Doddy terdengar beberapa kali memanggil nama Geeza sebelum akhirnya mereka berdua sama-sama tak sadarkan diri.Medan yang lumayan terjal dan kabut yang sangat tebal hari itu menyulitkan pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status