Share

Mengerjai pelakor

"Suamiku so sweet banget mau belikan aku berlian."

'Nyatakah ini? Atau halusinasi?'

'Mengapa suaranya berbeda?'

Tatapan mata Heru bertemu dengan mata Silvia yang juga menatapnya dari kejauhan membuatnya sadar jika itu bukan halusinasi.

Heru memutuskan pandangannya, ia perlahan memutar tubuhnya dan terlihat jelas wajah istrinya yang tengah sumringah.

Beberapa pelayan toko yang tadi melihat kemesraannya bersama Silvia mengernyit heran.

"K—kok, kamu disini Sayang."

"Iya, Mas." Anya mengembangkan senyumnya. Ia tahu Heru pasti sangat kaget dengan kehadirannya yang tak terduga.

'Untung saja aku sudah menyiapkan orang untuk menggantikan Luna memantau gerak-gerik pengkhianat ini, kalau tidak wanita ular itu akan berbangga hati.'

"Aku tadi nggak sengaja melihat mobil mas terparkir didepan, jadi aku langsung masuk aja. Ternyata Mas mau kasih surprise buat aku? Maaf ya Mas kejutannya gagal gara-gara akunya udah tahu duluan kek gini."

Ucapan Anya benar. Rencana Heru untuk membelikan Silvia berlian gagal total karena kehadiran Anya disini.

'Bodoh! Kenapa aku bisa lupa, tentu saja Anya sangat kenal dengan mobil itu, itu mobil milik perusahaannya.' Heru menggerutuki kebodohannya.

"Iya Sayang, nggak apa-apa," jawab Heru. Tapi matanya menatap Silvia yang tampak kecewa. Anya menyadari itu.

"Jadi aku bisa memilih semauku ya Mas, kan aku udah ada disini."

Tidak ada pilihan lain, "Iya Sayang, apapun untukmu." Heru tersenyum kikuk dan mengelus lembut pipi Anya.

Cup, Anya mendaratkan kecupan di pipi suaminya. Sontak membuat Heru kaget, Anya yang biasanya sangat malu tebar kemesraan di depan umum, kini menciumnya tanpa rasa malu.

Sebenarnya Anya juga nggak rela, tapi demi menyadari posisi pelakor itu. lagian yang ia cium suaminya sendiri bukan suami orang, Pikirnya.

"Mbak, aku mau lihat berlian yang paling mahal dan mewah," ucap Anya pada pelayan toko.

Mulut Heru menganga tak percaya, sedangkan Silvia menatapnya tajam penuh amarah.

"Mas, nggak keberatan kan?" tanya Anya pada Heru yang baru hendak protes.

"Nggak kok, pilih saja."

"Aku pikir Mas keberatan, nggak apa-apa ya Mas sesekali menyenangkan hati istri, karena mau sampai sukses itu karena doa sang istri, ya kan Mbak." Anya mengalihkan pandangan pada pelayan.

"Benar sekali Mbak," jawab sang pelayan. Sekarang mereka baru mengerti.

Beberapa pelayan menatap Silvia dan berbisik-bisik.

Heru membungkam

Pelayanan pun menyuguhkan beberapa berlian yang pasti pilihan terbaik. Cantik dan mahal.

Anya memandang takjub dan tak ingin membuang waktu untuk memilih yang cocok untuknya.

Dari jauh Silvia memerhatikan gerak-gerik Anya, "Harusnya aku yang memilih berlian itu," grutunya dalam hati.

"Aku pilih ini, Mas."

Heru terpaku, beberapa kali mengerjapkan matanya untuk melihat harga yang tertera, lalu menatap Anya yang tersenyum manis tanpa dosa.

"Apa ini tidak terlalu mahal, Sayang?" tanya Heru. Bukan apa-apa karena Heru sangatlah paham akan istrinya, Anya tidak perna membeli barang-barang yang terlalu mahal harganya dan sekarang Anya memilih berlian yang harganya lumayan sukses membuat mulut menganga. Lebih parahnya lagi Anya tidak mengambil satu tetapi dua sekaligus.

Berlian dengan harga dua kali lipat dengan harga yang dipilih oleh Silvia.

"Tadi Mas yang nyuruh pilih, sekarang kek gini." Anya memasang wajah sedih.

Heru tak bisa lagi mengelak, tidak mungkin ia bilang tidak ada uang karena ia sudah berada di toko berlian itu, dan yang lebih membuatnya bingung bagaimana ia harus menjawab ketika nanti Anya menanyakan dari mana ia mendapat uang tersebut.

"Iya nggak apa-apa Sayang." Heru langsung mengeluarkan ATM di dalam dompetnya, lalu melakukan pembayaran.

Selesai Bertransaksi keduanya pun keluar, hati Anya berbunga-bunga. Karena ia sudah mengambil 80% uang perusahaannya. Berjalan kedepan dengan menenteng paper bag yang berisi berlian mahal. Lain halnya dengan Silvia yang keluar dengan tangan kosong berwajah masam.

Sepasang kekasih halal itu berjalan dengan bergandengan tangan menuju area parkiran. Anya sengaja terlihat mesra karena ia tahu di belakang ada seseorang yang sedang mengikuti mereka.

"Mas, kita makan dulu yuk," ajak Anya.

Lagi-lagi Heru terpaksa mengiyakan ajakan istrinya.

"Kita ke restoran depan saja, Mas. Ku dengar restoran itu sekarang sedang ramai pengunjung karena mereka ada menu baru."

Heru perlahan melajukan mobilnya, karena restorannya tak jauh dari toko berlian tadi. Anya tersenyum miring, ia sengaja memilih restoran yang dekat agar Silvia tidak terlalu capek mengikuti mereka.

"Kenapa kamu hanya memesan satu porsi?" tanya Heru saat pelayan sudah pergi.

"Mas, selain harganya yang lumayan, kita juga sudah lama tidak makan berdua. Aku sudah sangat rindu masa-masa romantis kita." Anya beralasan, padahal ia sengaja memesan satu porsi karena ia tadi sudah makan bersama Luna.

"Sayang makanannya dimakan dong. Jangan main ponsel terus," tegur Anya.

"Iya Sayang." Heru pun meletakkan ponselnya setelah membaca pesan dari Silvia yang mengatakan kalau dia sedari tadi mengikutinya dan Anya. Belum sempat ia balas Anya lebih dulu menegurnya.

Sesekali Heru menoleh kebelakang, ia tidak bernafsu makan atau dia tidak tega. Di meja mereka ada makanan sementara meja Silvia kosong melompong.

'Kasihan Silvia, dia tidak pegang uang sama sekali, tadi aku lupa memberikan uang padannya,' batin Heru resah.

Anya yang menyadari itu pura-pura tidak tahu, "lihat apa sih Mas?" Anya ikut menoleh.

"Nggak ada apa-apa Sayang." Heru dengan lembut memutar memutar kepala Anya kedepan.

Dalam hati Anya penuh kemenangan, melihat wajah suaminya yang frustasi dan wajah pelakor itu yang tengah kesusahan.

Silvia hanya mampu menelan salivanya melihat makanan di meja pengunjung lain dan menyaksikan aksi romantis Heru dan Anya, ia melihat isi dalam tas yang ia bawa hanya ponselnya. Ia lupa meminta uang pada Heru.

Untuk apa minta uang jika Heru bersamanya. Tapi, itu tadi. Sebelum datangnya Anya.

'Sial!' umpat Silvia dalam hati.

"Maaf Mbak, jika tidak ingin memesan makanan silahkan keluar, karena banyak pelanggan yang datang tidak kebagian meja." Ucapan pelayan membuat Silvia kaget. Ia melihat sekitarnya memang pelanggan sangat ramai.

Ucapan pelayan juga menarik perhatian pengunjung dan semua mata tertuju pada Silvia, tak terkecuali Heru yang menatapnya kasihan kalau Anya pura-pura tak mendengar saja.

Dengan menahan malu dan lapar, beranjak keluar dari restoran itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
hahahaaa rasain hei pelakor itu klo orang yg mau merebut suami orang nah sekarang itu s penghianat lagi mesra2 nya dgn istri sah nya dn kmu kasiaaaan dh laper g punya duit eh ngikutin sang kekasi g bisa apa2 sampe d usir sama pelayan restoran ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status