Share

Terbukti Mand*l

Hari-hari pun berlalu, Anya berusaha untuk tetap bersikap biasa saja, seperti tidak perna terjadi apa-apa. Begitu pula dengan Heru, sekarang ia juga sudah sangat pandai mengatur waktu. Ia selalu pulang kerja tengah hari untuk menemui Silvia. Malam harinya ia bersama Anya. Terkadang izin ke luar kota dengan alasan pekerjaan padahal menghabiskan waktu dengan Silvia.

Sertifikat rumah sudah ada ditangan Anya, Heru menyimpannya tidak terlalu tersembunyi. Karena tahu Anya yang polos tidak akan mengetahui semuanya.

Sertifikat itu atas nama Heru dan tertara juga disana bahwa Heru membelinya sebulan yang lalu.

Perihal dompet yang ia temukan, Anya juga sudah memeriksa ke bank, ia berhasil menebak pin ATM milik Heru, Heru mengunakan tanggal lahir Silvia. Tentunya Anya tahu dari data-data Silvia yang diberikan oleh Luna kemarin. Diantara tiga ATM itu ternyata hanya ada satu ATM yang jumlah saldonya sangat besar dan itu pun sudah diamankan oleh Anya.

Masih menyisakan keganjalan di hati Anya, kenapa suaminya tidak perna mencari dompet itu, bukankah jelas-jelas Heru tidak punya uang di dompet yang satunya? Tapi kenapa ia terlihat biasa saja.

Getaran ponsel membuat Anya tersadar dari lamunannya yang berkelana tentang masa depan.

Melihat panggilan masuk dari Angga.

"Selamat pagi kak," ucap Anya pelan.

"Anya, datang kemari sekarang!" Kata Angga datar, tanpa menjawab sapaan Anya seperti biasanya.

Belum sempat Anya menjawab, Angga sudah memutuskan sambungannya secara sepihak. Tentunya membuat Anya sedikit kaget.

"Nggak biasanya kak Angga seperti itu, kenapa ya? Apa jangan-jangan mereka sudah tahu kalau—" Perasaan Anya langsung tak enak, tak ingin membuang waktu Anya langsung bergegas untuk pergi.

Anya pergi mengunakan ojek, jantungnya berdetak lebih cepat sejak mendapatkan telpon dari kakaknya.

Tak lama kemudian Anya pun tiba dirumah orangtuanya, dengan tergesa-gesa Anya langsung masuk kedalam rumah. Ternyata, di ruang keluarga Mama dan kakaknya sudah menunggunya.

Dengan memelankan langkahnya Anya mendekat, tangannya saling meremas, gugup. Ia merasa suasana di ruangan itu sangat tegang. Terlebih wajah keluarganya seperti menahan amarah terutama kakaknya.

Anya pun duduk di sebelah Alda.

'Duh, gue merasa sedang kek mau sidang aja. Tegang amat,' batin Anya.

"Anya, adakah yang mau kamu jelasin sama kita?" suara datar Angga terdengar mengerikan untuk Anya. Angga adalah sosok yang tegas namun penuh kasih sayang.

"M—maksud kak Angga?" Anya belum tahu arah pembicaraan itu mengarah kemana.

Angga mengambil amplop coklat yang sudah ia siapkan, ia pun mengeluarkan dan memberikan isi amplop itu kepada Anya.

Anya kaget sekaligus bingung dari mana Angga mendapatkan foto-foto Heru bersama selingkuhannya itu.

"Jelaskan, apa maksud semua ini? Kamu sudah tahu kan." tegas Angga.

"Dari mana kakak mendapatkan semua ini?" tanya Anya pelan.

"Aku butuh penjelasan bukan pertanyaan, Anya," ucap Angga menatap tajam pada Anya.

Anya membungkam, nyalinya mencium melihat tatapan Angga, mengerikan. Dia sadar bahwa sebenarnya keluarganya khawatir dengan rumah tangganya, mereka tidak ingin Anya menghadapi masalahnya sendiri.

"Angga, biarkan adikmu menjelaskannya secara tenang." Alda mencoba menasehati Angga, ia tahu Anya pasti sangat terluka dengan semua ini.

Setelah menghela napas berulangkali, Anya mulai menceritakan apa yang terjadi dengan pelan.

Tangan Angga mengepal, matanya menyorotkan kemarahan, andai saja Heru berada disana mungkin saat itu juga ia ingin menghabisinya. Kakak mana yang tega melihat adiknya tersakiti.

"Kamu sudah tahu dan tidak memberi tahu aku ataupun mama!"

"Sudahlah Nak, sabar. Seharusnya kamu memberikan solusi pada adikmu bukan memojokkannya seperti ini."

Mendengar Alda sudah berkata sangat pelan, Angga pun berusaha meredam kemarahan sendiri.

"Jadi apa rencanamu?'

"Aku akan membalas mereka dengan caraku, aku mohon sama kakak dan mama, agar kalian berpura-pura tidak tahu tentang semua ini, bersikaplah seperti biasanya. kalian harus yakin aku pasti bisa," ucap Anya memohon.

Alda memeluk erat putrinya, ia tahu wanita itu pasti sangat rapuh.

"Baiklah, ingat jangan sampai kamu melibatkan perasaanmu kembali."

Anya menggeleng, "Tidak kak, cintaku sudah menghilang saat aku tahu mas Heru berkhianat."

*

Sepulang dari rumah orangtuanya, Anya langsung kerumah sakit setelah mendapatkan info kalau hasil pemeriksaannya dan Heru sudah keluar.

"Silahkan masuk bu, ibu sudah ditunggu oleh dokter Mega didalam," sapa suster di depan ruangan dengan ramah.

"Terimakasih Sus." Anya pun masuk kedalam ruangan itu.

"Silahkan duduk," ucap dokter Mega tersenyum ramah.

"Ibu hanya sendirian?" tanya Dokter Mega.

"Iya Dok, suami saya sedang sibuk dengan pekerjaannya," jawab Anya. Sebenarnya ia juga tidak memberi tahu Heru kalau hasilnya sudah keluar.

"Baiklah, ini hasil pemeriksaan ibu dan pak Heru." Dokter Mega menyerahkan amplop berlabel rumah sakit tersebut.

Anya menerimanya dengan tangan sedikit gemetar, bukan ingin melihat hasil miliknya, karena sudah dipastikan kalau dirinya subur. melainkan karena ingin tahu hasil pemeriksaan suaminya.

Perlahan ia membuka dan hasilnya sukses membuat mulutnya menganga.

"Dok, ini aslikan, maksudku tidak mungkin tertukar?" tanya Anya memastikan.

Dokter Mega tersenyum, "Hasilnya sangat akurat Bu dan kami pastikan itu tidak akan tertukar karena kami sudah melakukannya dengan sangat teliti," jelas Dokter Mega.

"Terimakasih banyak, Dok."

Anya bernapas lega mendengar penjelasan dokter, semua sudah terbukti benar. Letak kesalahan bukan pada dirinya melainkan pada suaminya. Ya, Heru dinyatakan MANDUL.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status