Dosen Tampan Itu, Suamiku.

Dosen Tampan Itu, Suamiku.

By:  Ciety Ameyzha  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
49Chapters
1.4Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Azman melamar Anisa, tetapi ditolak. Tak disangka Karisma--teman Anisa-- menyukai Azman yang notabennya adalah dosen di kampus mereka. Suatu hari Anisa dan Azman terjebak di ruangan yang sama semalaman dan ditemukan esok pagi oleh Karisma yang khawatir. Kejadian ini menimbulkan fitnah yang mengakibatkan Azman bisa dikeluarkan dari instusti kampus. Namun, keringanan diberikan oleh pihak kampus. Asalkan, Azman dan Anisa menikah agar nama baik kampus tetap terjaga. Apakah mereka akan tetap menikah? Bagaimana hubungan keduanya? Bagaimana pula hubungan pertemanan Anisa dengan Karisma?

View More
Dosen Tampan Itu, Suamiku. Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
49 Chapters
Dilamar
"Menikahlah dengan saya." Azman berdiri di depan Anisa yang jaraknya hanya sekitar satu meter.Hujan turun dengan deras di pelataran kampus menjadi saksi lamaran mendadak tersebut. Anisa bahkan bisa melihat jelas jas hitam yang basah terkena percikan air hujan karena posisi Azman membelakangi air. "Saya serius. Kamu boleh memikirkannya lebih dulu," imbuh Azman.Anisa diam. Suasana mendadak berubah. Keberadaannya di sini karena terjebak hujan, bukan untuk mendengarkan lamaran. "Maaf, Pak, ini terlalu bercanda untuk ukuran lamaran." Anisa berasumsi demikian.Azman diam. Memperhatikan Anisa yang memakai setelan tunik rok berwarna biru muda dengan jilbab pasmina hitam menutup dada. Beberapa mahasiswa yang sama terjebak bersama mereka memang ada, tetapi jaraknya cukup jauh. "Kalau begitu, bisakah kamu memberikan alamat rumahmu?" "Untuk apa, Pak?" Anisa menyambar seketika. "Saya akan langsung datang melamar ke sana," jawab Azman.Kedua bola mata Anisa membulat sempurna. Hujan mulia menge
Read more
Kelas Malam
"Insya Allah." Anisa tidak bisa terlalu berjanji.Karisma melepaskan tangan Anisa. "Nanti pas ada jadwal setor tugas lagi. Aku ikut, ya!" Karisma memutuskan sendiri.Anisa mengangguk pelan.Percakapan mereka diteruskan dengan topik lain sambil menunggu waktu Dzuhur datang. Begitu azan berkumandang, ketiga sekawan itu pun segera ke masjid kampus.***Azman baru saja salat Dzuhur ketika melihat Anisa dengan teman-temannya. Ia berdiri di pelataran masjid bagian kanan, sedangkan Anisa dan teman-temannya berada di bagian kiri. Ketika Anisa tak sengaja menemukan keberadaannya. Namun, perempuan itu langsung memalingkan wajah. "Dia membenciku." Azman berasumsi sendiri.Terlihat Karisma yang sekarang menatap Azman. Wanita itu berbeda, Karisma mengangguk pelan sambil melebarkan senyum. Setelah itu, Azman bergegas meninggalkan masjid karena kelasnya akan dimulai beberapa menit lagi.Sebagai seorang dosen muda yang bergelut di bidang desain grafis. Ia dituntut untuk lebih kreatif dalam memberikan
Read more
Terkunci
Anisa mengalami sesak napas ketika selesai kelas. Saat orang lain sudah beranjak pergi. "To-tolong bawakan alat di tas saya, Pak." Azman yang memutuskan menolong Anisa dan melupakan perihal pintu itu pun akhirnya melirik tas pundak berwarna hitam yang berada di atas meja. "Sebentar." Azman mencari alat yang dimaksud. "Akhirnya." Setelah menemukan, ia segera memberikan pada Anisa dan wanita itu memakai di hidung.Azman mendampingi Anisa dengan duduk di samping perempuan itu. Menjaga jarak pula agar mereka tak terlalu dekat. "Apa napasmu sudah enakan?"Anisa bernapas lebih baik. Rasa sesak yang menyerang beberapa menit ke belakang mulai berkurang. "Alhamdulillah, Pak." Anisa melirik Azman. "Terima kasih sudah membantu saya." Anisa berdiri. Mengambil napas dengan baik setelah melepaskan alat tersebut. "Saya permisi."Baru Anisa menyambar tasnya, Azman sadar satu hal. "Sepertinya kita tidak bisa keluar dari sini."Kalimat Azman menghentikan tangan Anisa. "Maksudnya, Pak?" Perempuan itu t
Read more
Syarat
"Apa yang kalian lakukan di ruangan kelas?" Rektor kampus menyidang Anisa dan Azman. Kabar keduanya tidur saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat sudah menyebar ke luar serta penghuni gedung ini. Tentunya nama baik institusi yang menjadi taruhan."Pak Azman, seharusnya Bapak bisa mengayomi mahasiswi, bukan melakukan hal seperti ini?" Rektor kampus itu lebih menekan Azman karena posisinya lelaki muda itu adalah seorang dosen. "Apa tidak berpikir ulang ketika hal ini terjadi?" Anisa diam. Azman mengangkat kepala. Menatap Rektor kampus yang usianya sekitar setengah abad lebih. "Sebelumnya saya meminta maaf atas kejadian tadi pagi yang menghebohkan seluruh kampus, tapi seperti yang sudah saya dan Anisa katakan kalau kami memang benar-benar terkunci." "Benar, Pak. Kami memang terkunci dari semalam." Anisa ikut berbicara karena tak ingin Azman yang menanggung semuanya.Ruangan Rektor itu terasa mencengkram, hampir senada dengan keadaan di luar sana. Gosip itu terus menyebar dan mer
Read more
Keputusan Terberat
"Tidak ada!" Azman menegaskan.Fatur diam lagi, sedangkan Anisa hanya menunduk."Kalau Anisa bersedia, saya hendak melamarnya." Azman kembali menjelaskan maksud kedatangannya ke sini."Saya tidak bisa memaksa. Itu harus sesuai keinginan Anisa, lalu saya di sini pun bersikap seperti Kakak." Fatur sendiri tak bisa menekan keinginan pada sang Adik. Kali ini tatapannya mengarah pada Anisa. "Kamu bisa menjawabnya, Dek."Lamaran kali ini terasa berbeda dengan sebelumnya. Mungkin karena Azman datang ke rumah langsung, walaupun tanpa menghadap pada sang ayah. Akan tetapi, hal ini juga membuat bimbang. Satu sisi, ia sedikit bersalah jika Azman dikeluarkan hanya karena masalah yang seharusnya bisa diterima logika. Di sisi lain, Anisa memikirkan masalah pertemuannya dengan Karisma. Bagaimana ini? "Kalau kamu menolak lagi, saya tidak masalah. Mungkin pelajaran saya akan tergantikan oleh dosen lain, saya harus segera pamitan dengan mahasiswa lainnya," kata Azman. Menyerah bukan sesuatu yang dipili
Read more
Kesepakatan
Kedua mempelai berada di pelaminan dengan sedikit berjaga jarak, terutama untuk Anisa. Ia sesekali tersenyum ketika menyapa tamu. Lelah? Sudah pasti, tetapi ini sudah menjadi resiko dari sebuah keputusan.Waktu berlalu begitu cepat dan semua tamu bubar, resepsi pun selesai. Tak ada pesta mewah seperti permintaan Anisa. Semua hanya berjalan biasa saja di sebuah gedung yang tak terlalu besar.Ayah Anisa sama sekali tidak datang dan menolak menikahkan anaknya. Oleh sebab itu, Fatur bertugas mewakilkan."Kalian sebaiknya istirahat. Kamar Anisa ada di lantai atas." Fatur memberitahu Azman sebelum akhirnya naik ke lantai atas.Pesta selesai, mereka pun kembali ke rumah. Sesuai kesepakatan bahwa Anisa akan pindah ke rumah Azman esok hari."Baik. Terima kasih, Kak." Sebagai seorang adik ipar, Azman menghormati Fatur. Sekali pun usia mereka hanya berbeda bulan saja. Azman masih memakai setelan jas hitam dengan kemeja putih bersih seperti seorang bayi yang baru lahir. Dengan langkah teratur, i
Read more
Kelas Pertama
"Maaf, kesepakatan yang sudah dibuat tidak bisa diubah kembali, Pak. Saya permisi." Anisa bergegas meninggalkan ruang tamu agar tidak terlibat banyak interaksi dengan Azman.Azman diam sejenak, lalu berkata, "Ya, benar. Dia memang teguh pendirian." Anisa menyelesaikan tugas selanjutnya, menghidangkan sarapan. Menikmatinya bersama Azman di keheningan. Mungkin kuburan saja akan kalah dengan suasana makan mereka. Hanya ada suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Menakutkan bukan? Tentu tidak berlaku untuk Anisa, ini lebih baik."Terima kasih sarapannya. Saya selesai." Anisa lebih dahulu berdiri. "Sisanya biar Bi Yayah yang membereskan, saya harus bersiap-siap ke kampus."Azman mengangkat kepala. "Bukannya kelas pertamamu jam sepuluh?" Anisa mengangguk. "Tunggu saya, kita berangkat bersama.""Sekali lagi terima kasih, tapi saya lebih baik naik bus. Saya juga ada janji dengan Rara untuk menyelesaikan tugas lain. Permisi, Pak." Anisa menolak dengan tegas dan langsung kabur dari s
Read more
Tugas Yang Tertunda
Ruangan kelas itu penuh dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sedang belajar. Azman pun menerangkan sesuai mata kuliah. Namun, di tengah diskusi mendadak seorang mahasiswi menanyakan hal yang membuat semua orang penasaran."Pak, bagaimana rasanya menjadi dosen untuk istri sendiri?" tanya mahasiswi itu setelah mengacungkan tangan kanan.Anisa tertegun, sedangkan Karisma yang terhalang beberapa orang menatap ke arahnya. Rara sendiri ikut terdiam.Azman memegang buku di tangan, menutupnya sedikit perlahan. Jangan libatkan emosi di kelas, itu prinsip Azman. "Apa pertanyaan itu ada di topik mata kuliah kita hari ini?" tanya Azman.Semua mata memandangi Azman."Tidak, Pak. Tapi karena kami penasaran, kami bertanya," jawab si mahasiswi tersebut."Kami?" Azman menyunggingkan senyum kecil. Kata itu terlalu memaksa banyak orang, padahal Azman meyakini jika yang penasaran hanyalah sang pemberi pertanyaan. "Sepertinya kamu sendiri yang cukup penasaran di sini. Yang lain biasa saja."Tidak ada yang
Read more
Buatkan Sekarang!
"Kamu sudah bawa semuanya?" Azman duduk dengan tenang di bangku. Keadaan ruangan dosen pun hening. Beberapa dari mereka ada yang sedang mengisi kelas, adapula yang belum datang.Anisa berdiri di depan Akhmar. Menyimpan setumpuk tugas di meja seraya berkata, "Ada yang masih belum mengumpulkan, Pak."Lirikan mata Azman kian tajam. Tak mengapa, mereka pasangan halal. "Siapa?"Anisa menelan ludah. Keseriusan Azman tentang tugas tidak bisa terkalahkan, bahkan keputusannya saja sulit diganggu gugat."Kamu?" Azman bertanya lagi. Anisa kembali menelan ludah. "Sudah saya duga." Akhmar menggeser setumpuk tugas dari para mahasiswanya ke depan laptop."Bukannya Pak Azman bilang batas akhir pengumpulan tugas itu jam satu, ini baru jam dua belas lewat. Seharusnya saya masih punya waktu," protes Anisa.Kalau ini pandangan Akhmar kembali terfokus pada sosok sang istri. Memperhatikan bahasa tubuh Anisa yang terlihat jelas gugup. "Hanya beda setengah jam, apa bedanya?" Pria itu tersenyum tipis."Seteng
Read more
Silakan naik!
Semenjak Anisa menikah, Fatur hanya sendirian di rumah. Sesekali lelaki itu keluar rumah di malam hari untuk mencari keramaian. Memang belum terbiasa.Malam ini kerinduan Fatur tidak bisa tertahankan. Ia membayangkan bisa satu meja dengan adik kandungnya. Oleh sebab itu, lelaki yang bergelut di bidang makanan tersebut memutuskan untuk mengunjungi rumah Anisa dengan Azman.Namun, tentu saja Fatur perlu izin Azman. Tidak bisa sembarang karena sejatinya sang adik kandung sudah memiliki suami.Fatur mencoba menghubungi Azman dan mendapatkan izin. "Syukurlah," katanya dengan penuh rasa bahagia. Bergegas Azman mengeluarkan mobil yang sudah terparkir dan meluncur bebas dari garasi.Keadaan jalanan memang masih ramai, wajar saja karena arloji di tangan Fatur baru menunjukan pukul tujuh malam lewat dua puluh menit. Sebenarnya bukan karena semata-mata beralasan rindu saja, tetapi Fatur merasa ada yang terjadi dengan adiknya. Batin adik dengan kakak memang terhubung baik, tidak bisa terputus wal
Read more
DMCA.com Protection Status