Share

Bab 3

Penulis: Arievelle
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-06 16:24:14

Aluna tetap duduk, tapi napasnya mulai tidak beraturan. Sagara kembali berjalan mendekat. Gerakannya pelan tapi setiap langkahnya membuat udara di ruangan itu seakan menipis.

“Buktikan,” ulangnya, kali ini lebih pelan.

Nada suaranya datar, tapi bergetar samar di telinga.

Aluna mengangkat wajah. “Bukti apa yang Anda inginkan, Tuan?”

Sagara berhenti di hadapannya, hanya beberapa langkah. “Kau bilang tidak takut,” katanya sambil menatap lurus ke matanya. “Tapi tubuhmu berkata sebaliknya.”

Aluna menelan ludah. Ia ingin membantah, tapi kata-katanya tertahan. Sagara memperhatikan detail kecil gerakan tangan Aluna yang mencoba diam, tapi justru menegang.

“Jangan menunduk,” katanya. “Lihat aku.”

Aluna menurut, meski matanya bergetar. Tatapan mereka bertemu lama. Sagara tidak berkedip, seolah sedang menguji seberapa lama seseorang bisa menahan diri sebelum runtuh.

“Begitu,” katanya akhirnya. “Lebih berani dari yang kukira.”

Aluna menarik napas, berusaha terdengar tenang. “Saya terbiasa dengan tatapan, Tuan. Di tempat seperti ini, orang menatap seperti ingin memiliki sesuatu.”

Sagara mengangkat alis sedikit. “Dan aku? Kau pikir aku juga begitu?”

“Entahlah,” jawab Aluna pelan, “Tapi tatapan Anda tidak seperti pelanggan lain. Lebih tenang. Tapi lebih berbahaya.”

Sudut bibir Sagara terangkat tipis.

“Bahaya kadang justru menarik, bukan?”

Aluna tidak menjawab. Ia hanya menatapnya balik—masih gugup, tapi ada sedikit keberanian di sana. Sagara memperhatikan perubahan itu, lalu berdiri lebih dekat, cukup untuk membuat jarak di antara mereka nyaris hilang, tapi tidak sampai menyentuh.

“Lihat? Sekarang kau bahkan tidak mundur,” katanya pelan, hampir seperti gumaman.

“Apakah itu artinya kau sudah tidak takut lagi, Aluna?”

Aluna mengembuskan napas pendek. “Mungkin saya sudah terlalu sering takut, Tuan. Sampai rasanya biasa saja.”

Sagara menatapnya lama, namun kali ini tanpa senyum. Matanya memantulkan sesuatu yang sulit diterjemahkan: rasa penasaran, atau mungkin penghormatan samar.

Ia mundur setengah langkah. “Kau menarik,” ujarnya akhirnya. “Dan itu bisa jadi hal baik, atau buruk tergantung bagaimana kau memainkannya.”

Aluna mengangkat dagunya sedikit. “Saya tidak sedang bermain.”

“Belum,” kata Sagara pelan.

Lalu ia berjalan ke meja, mengambil jasnya, dan melirik ke arah pintu.

“Kau boleh pergi.”

Aluna berdiri, menatap punggungnya sejenak sebelum melangkah menuju pintu.

Tangannya sudah menyentuh gagang pintu ketika suara itu terdengar lagi.

“Aluna.”

Ia menoleh.

Sagara menatapnya tanpa ekspresi, tapi suaranya berubah lebih rendah.

“Mulai malam ini, kau akan jadi pelayan pribadiku di Eden.”

Jeda sebentar. “Aku ingin tahu, berapa lama kau bisa tetap terlihat setenang itu.

Aluna hanya mengangguk, lalu berjalan keluar tanpa menoleh lagi. Tapi di dalam dadanya, jantungnya berdetak terlalu keras antara takut, penasaran, dan sesuatu yang bahkan ia sendiri tak ingin mengakuinya.

Namun, ketika sudah di depan pintu suara itu terdengar lagi.

“Aluna.”

Ia berhenti. Menoleh perlahan.

Sagara berdiri di dekat meja, sudah mengenakan jasnya kembali. Tatapannya tajam, tapi tak meninggi. Nada suaranya tenang hanya mengandung sesuatu yang membuat siapa pun ingin menuruti.

“Jangan lupa kalau mulai malam ini, kau adalah pelayan pribadiku di Eden,” ujarnya.

Lalu, setelah jeda singkat, ia menambahkan, “Dan ini tugas pertamamu.”

Aluna menunggu, mencoba menyembunyikan gugupnya.

“Setelah ini, bersihkan ruang pribadiku. Pastikan semuanya rapi sebelum aku datang lagi besok malam,” katanya tanpa menoleh. “Sampaikan juga ke Arman. Mulai besok Eden resmi aku pegang.”

Aluna hanya mampu mengangguk. “Baik, Tuan.”

Sagara tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangan pelan, isyarat yang artinya: boleh pergi.

Aluna menunduk hormat, lalu keluar dari ruangan. Begitu pintu tertutup, baru ia sadar tangannya sedikit bergetar. Tapi di balik ketakutan itu, ada sesuatu yang lain sesuatu yang samar, seperti rasa penasaran pada badai yang baru saja lewat tapi belum selesai.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 21

    Pagi itu, meski jam operasional baru saja dimulai Aluna bersama Naura dan Zora jalan di mall karena Naura bilang, "Gue butuh kopi mahal dulu biar bisa mikir skripsi murah." Mereka berjalan berdampingan menuju lantai dua, dengan rencana sederhana: sarapan, kopi, lalu skripsi-an dengan wifi cafe.Seperti biasa, Naura sudah mengeluh lagi. "Demi apa pun, otak gue baru nyala kalau minum kopi mahal," gumamnya sambil mengutak-atik tote bag-nya."Mahal yang bikin dompet menjerit tapi jiwa tercerahkan," timpal Zora, penuh dramatis.Aluna terkekeh. Sisa lelah semalam masih menempel, tapi celotehan dua sahabatnya cukup jadi penawar. Ada kehangatan aneh saat mereka bertiga bersama: rusuh, enggak efisien, tapi selalu menyenangkan.Eskalator membawa mereka naik perlahan. Naura sibuk menunjuk segala hal—sepatu blink-blink, parfum diskon, bahkan stan skincare yang masih tutup. Zora merengek soal tumitnya yang lecet. Aluna sendiri cuma mengamati sekeliling, merasa kontras dengan suasana klub semalam y

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 20

    Aluna mengangkat kepalanya perlahan, menatap pantulan dirinya di cermin sekali lagi. Kali ini, ada sesuatu yang berbeda di matanya. Bukan lagi ketakutan yang murni, tapi setitik tekad yang mulai menyala."Tidak," bisiknya pada bayangannya sendiri. "Aku tidak akan membiarkannya karena aku nggak mau seperti ibu."Dengan gerakan yang lebih pasti, ia meraih tisu dan membersihkan sisa air mata dan riasan yang luntur di wajahnya. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan, mencoba menenangkan diri.Setelah merasa sedikit lebih baik, Aluna membuka pintu toilet dan keluar. Lorong belakang masih sepi, tetapi kali ini ia tidak merasa sekecil dan selemah tadi. Ia berjalan dengan langkah yang lebih tegap, meskipun hatinya masih berdebar kencang.Ia harus melakukan sesuatu. Tidak mungkin ia hanya berdiam diri dan menunggu Sagara menghancurkannya. Ia harus mencari cara untuk melindungi dirinya sendiri, untuk melawan balik.Baru beberapa meter keluar dari pintu toilet, suara langka

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 19

    Aluna keluar dari ruangan pribadi Sagara dengan langkah yang tidak stabil. Pintu berat itu menutup perlahan di belakangnya, namun suara klik-nya terdengar seperti palu yang memaku peti mati—mengurung napasnya, mengunci masa depannya. Gadis itu menyeret langkahnya menjauh dari lorong VIP, berusaha tidak terlihat kacau. Musik club masih menghantam dari lantai bawah, tapi lorong belakang untuk staff lebih sepi, hanya terdengar suara AC berdengung dan langkah karyawan yang lalu-lalang. Begitu sampai di depan toilet karyawan, Aluna langsung masuk dan mengunci pintunya. Klik. Suara yang biasanya membuatnya merasa aman kali ini justru terasa seperti apitan terakhir sebelum ia pecah. Lampu putih dingin di atas kepala membuat wajahnya tampak pucat di cermin. Rambutnya berantakan. Bibirnya memerah bekas tekanan. Dan matanya terlihat seperti mata seorang gadis yang baru lari dari sesuatu yang gelap. Aluna memalingkan wajah. Ia tidak sanggup menatap pantulan dirinya lebih lama. Tan

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 18

    Aluna meronta dalam hati, namun tubuhnya seolah membeku. Ciuman Sagara semakin dalam, merasuki setiap inci dirinya. Ia merasa seperti terhisap ke dalam pusaran yang gelap dan berbahaya. Di tengah kekalutan itu, Aluna melihat bayangan dirinya di masa depan, seorang wanita yang terjebak dalam dunia malam, seperti ibunya. Ia tidak ingin menjadi seperti itu. Ia ingin meraih mimpinya, menjadi seorang sarjana yang sukses, dan membuktikan bahwa ia bisa keluar dari lingkaran kemiskinan. Dengan sekuat tenaga, Aluna mendorong Sagara menjauh. Ia terhuyung ke belakang, mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Tatapan Sagara menggelap, bukan hanya marah tapi juga tersinggung. "Kenapa?" Suara Sagara terdengar rendah dan dingin. "Aku tidak bisa," bisik Aluna, suaranya bergetar seperti daun yang tertiup angin. "Aku bukan wanita seperti itu." Sagara tertawa sinis, suara yang berhasil mengiris hati Aluna. "Lucu sekali. Kau pikir kau siapa, Aluna? Dunia tidak peduli kau seperti apa." Aluna me

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 17

    Waktu seolah berhenti. Aluna bisa merasakan napas Sagara menerpa wajahnya, hangat dan menggoda. Ia tahu, ia seharusnya mendorong Sagara menjauh, berlari secepat mungkin, dan mencari cara untuk keluar dari situasi ini. Tapi kakinya terasa terpaku di tempatnya. Ada kekuatan aneh yang menariknya lebih dekat, membuatnya ingin merasakan lebih. Ia seorang mahasiswi yang sedang berjuang untuk meraih gelar sarjana, seorang gadis yang telah bekerja keras selama empat tahun di Eden untuk membiayai kuliahnya. Ia tidak seharusnya berada di sini, di dalam cengkeraman pemilik klub malam yang baru, yang juga dosen pembimbingnya. "Buka matamu, Aluna," bisik Sagara, suaranya nyaris tak terdengar. Aluna menggeleng pelan. Ia takut dengan apa yang akan dilihatnya, dengan apa yang akan dirasakannya. Ia takut pada Sagara, tapi ia juga takut pada dirinya sendiri. Ia takut jika ia membuka mata, ia akan melihat bayangan ibunya di sana, seorang wanita yang telah menyerahkan segalanya untuk bertahan hidup di

  • Dosenku Di Club Malam   Bab 16

    Sagara menatap dalam Aluna. Ia tak mengatakan apapun lagi, hanya saja ia terus menggerakkan ibu jarinya di pipinya, gerakannya lembut namun makin lama makin membawa sensasi tersendiri di dada Aluna. Sagara bisa melihat perasaan perlawanan yang perlahan-lahan mulai pudar di mata gadis di depannya."Mengapa diam?" bisiknya lagi, bahkan terdengar lebih lembut dari sebelumnya.Kini ibu jari Sagara lebih turun ke bawah, menelusuri rahang Aluna. Mata Aluna kembali terpejam. Pikirannya berkata tidak, namun tubuhnya tidak bisa bohong. Ia menikmati sentuhan Sagara. Sentuhan dari dosen pembimbing skripsinya.Sagara sama sekali tidak berniat menghentikan ibu jarinya, elusannya terus turun ke lehernya dan meraba di bawah dagunya, sampai menuju tempat detak jantung Aluna yang berdebar lebih keras dari sebelumnya.Sagara mengeratkan ujung ibu jarinya di atasnya, seolah ingin menguji keberaniannya.“Kenapa tidak menjauh?" bisik Sagara lebih dekat dari sebelumnya, sehingga pria itu hampir menyentuh t

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status