Home / Romansa / Duka Cita / 6. Macam-macam

Share

6. Macam-macam

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2023-10-03 18:36:15

“Kusut banget, lo, Cit?” Aldo, camera person yang akan bertugas meliput dengan Cita hari ini, menghampiri. Pria itu berjongkok di depan Cita, lalu mengecek beberapa barang bawaan yang akan diletakkan di bagasi mobil. “Lagi dapet?”

“Hem,” gumam Cita sedang tidak berminat melakukan apa pun. Ia hanya ingin duduk diam seharian, dan memikirkan rencana hidup ke depan. Namun, bagaimana bisa bila setumpuk rencana tugas liputan sudah menanti untuk dieksekusi?

“Lo juga, sih, kayak nggak ada kerjaan aja gawe di sini,” lanjut Aldo masih sibuk mengecek semua peralatan sedetail mungkin. Dari microphone, kabel, serta baterai yang diperlukan untuk semua keperluan liputan nanti. “Bokap lo itu yang punya Lukito Grup. Suami lo, anaknya pak David Atma. tapi, lo-nya malah demen keliaran capek-capek nyari berita.”

“Yang punya perusahaan itu bokap gue, sama bokapnya laki gue,” kata Cita menjelaskan. “Dan gue nggak ada passion di sana. Cita-cita gue itu mau jadi news anchor, terkenal dan punya fans di mana-mana,” kata Cita lalu terkekeh garing, saat mengingat nasibnya saat ini. Akan tetapi, ia tidak boleh putus asa. Sedikit lagi, cita-citanya itu mungkin saja bisa terwujud.

“Kalau sekadar terkenal, lo jadi aja jadi news presenter,” seloroh Aldo kemudian menutup resleting tas, yang sudah diceknya. “Tinggal baca berita, masuk tv, terkenal! Lo udah punya modal cakep, sama pengalaman di lapangan, jadi cingcailah, Cit. Tinggal kedipin bang Jeremy, bisalah masuk tivi.”

“Iya juga, sih.” Cita lantas melambai pada driver yang hari ini akan liputan bersama mereka. “Tapi buat gue, news anchor lebih menantang aja, gitu, karena kita juga terjun ke lapangan sekalian nambah wawasan. Berangkat sekarang, Pak?” tanya Cita pada driver yang baru saja berhenti di belakang Aldo. 

“Bentar lagi,” jawab Jonathan sembari menunjuk ke arah gedung utama. “Lo ditunggu mas Qai depan kafe lobi, buruan katanya. Dia mau rapat sama pak Pras.”

“Buruan, Cit!” sambar Aldo. “Kita juga mau cabut habis ini.”

“Iyaaa!” Cita langsung beranjak dan berlari menuju kafe yang berada di samping lobi kantor Metro. Melihat Qai sudah bertolak pinggang di sana, Cita segera memberi senyum ramah selebar mungkin. “Napa, Mas?”

“Saya mau rapat, terus lanjut keluar kota.” Qai memutar tubuh, untuk mengambil sebuah paper bag yang ada di kursi kafe di belakangnya. “Ini, biasa. Titipan mas Nando buat kam—”

“Mas! Buruan!”

“Sudah kubilang, duluan ke atas!” Qai berdecak kesal, dan langsung meraih tangan Cita untuk menyerahkan paper bag titipan dari Nando. Ia menoleh sebentar pada Arya, yang juga memasang wajah kesal padanya. “Mas Nando baru pulang dari Surabaya, jadi dia nitip ini buat kamu.”

“Aku mana mau ketemu pak Pras sendiri …” Saat berhenti di samping Qai dan melihat gadis di hadapannya, Arya segera mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. “Aku Arya, Arya Arkatama.”

“Dia Cita Lukito,” sahut Qai menarik tangan Arya dengan segera, dan membalik paksa tubuh pria itu. “Sudah punya suami, jadi jangan macam-macam.” Sembari terus membawa Arya pergi menjauh, Qai melambaikan tangan pada Cita. “Buruan pergi, Cit.”

Arkatama ….

Nama itu sudah tidak asing lagi di pendengaran Cita. Nama keluarga yang sampai saat ini berperan besar, dalam kelangsungan Metro Surabaya. Namun, baru kali ini Cita bertemu langsung dengan putra kedua Leonard Arkatama, yang berdomisili di Surabaya. 

Lantas, Cita hanya tersenyum kecil melihat kepergian kedua pria itu. Ia lalu menunduk, dan melihat isi dari paper bag yang diberi oleh Nando. Pria yang pernah menyatakan cinta padanya, sehari setelah lamaran keluarga Atmawijaya digelar di kediaman Lukito. Andai, Nando lebih dulu memberitahu perasaannya pada Cita, mungkin ia akan lebih memilih pria itu daripada Pandu. 

Namun, nasi sudah jadi bubur, dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Cita. Ia hanya tinggal menunggu proses perceraian dalam diam, dan akan menikmati kebebasannya setelah itu.

~~

“Akhirnya, pulang juga.”

Langkah Cita terhenti dalam gelap ruang tengah di rumahnya sendiri. Menyadari suara tersebut milik Pandu, Cita segera menghampiri saklar dan menyalakan lampu di ruang tersebut. Tadinya, Cita ingin pulang ke kos yang baru saja disewanya. Namun, karena ada beberapa barang yang harus ia ambil, maka Cita memutuskan kembali pulang ke rumah.

Meskipun David sudah memutuskan rumah tersebut menjadi milik Cita, tetapi ia merasa lebih tenang bila tinggal di luar rumah. Paling tidak, setelah keputusan cerai ditetapkan oleh pengadilan. Sesudah itu, barulah Cita akan menempati rumah tersebut, tanpa sungkan lagi. Kalau bisa, Cita juga akan membujuk Sandra untuk tinggal bersamanya. 

“Bukannya kamu sudah diusir sama papa?” Cita bersedekap setelah menyalakan lampu. Melihat Pandu yang duduk di sofa panjang, dan terlihat sangat kacau. Melebihi tampang kacau yang ditunjukkan pria itu pagi tadi, saat mereka berada di kediaman Atmawijaya. “Ngapain masih datang ke sini?”

Pandu mendesah panjang. Menggeram, sambil menyandarkan kepalanya di atas punggung sofa. Menatap langit-langit, dan memikirkan semua hal yang terjadi padanya seharian ini. Mengapa justru Pandu yang didepak dari keluarganya sendiri? Papanya justru lebih membela Cita, dan mengabaikan Pandu yang sebentar lagi akan memiliki anak dengan Laura. 

Tidak mendapat respons dari Pandu, Cita kemudian berbalik. Ia menaiki tangga dengan perlahan, sambil memijat bahu dan leher bagian belakangannya yang sangat penat. Karena terlalu lelah, Cita memutuskan untuk tidak mandi dan langsung tidur saja malam ini. Besok, pagi-pagi sekali barulah Cita akan membereskan beberapa barangnya.

Akan tetapi, baru saja Cita membuka pintu kamar, tubuh terdesak masuk dengan paksa. Karena terkejut dan tidak bisa mengimbangi tubuhnya, Cita akhirnya terjerembap.

“Mas!” Sebagai seorang wanita, firasat Cita sedang tidak baik-baik saja. Melihat siluet Pandu dalam gelap, sungguh membuat bulu kuduk Cita merinding. Pria itu pasti memiliki niat buruk karena kejadian yang membuatnya kesal pagi. “Mau apa kamu, Mas.”

Cita meraih tas yang tergeletak di sebelahnya. Mencari ujung resleting dalam gelap, tremor, panik dan mulai frustasi karena tidak kunjung menemukan ujungnya. Melihat langkah pelan Pandu, tetapi terus mendekat, Cita beringsut mundur dan berusaha bangkit dalam gelap. 

“Kamu masih istriku, kan?” Pandu merampas tas yang baru saja dibuka oleh Cita, lalu melemparnya ke sembarang arah. “Sudah waktunya, aku minta hakku sebagai seorang suami.”

“Jangan gila!” Firasat buruk Cita akhirnya terbukti. Detik itu juga, Cita menghindar dan berlari secepat ia bisa menuju pintu kamar yang tidak tertutup. Namun, langkah Pandu ternyata lebih gesit dari Cita.

Brak!  

Cita terhenyak. Pintu di depannya terbanting kasar, dan tertutup dengan keras. Dalam remang cahaya yang dari luar jendela, Cita bisa melihat Pandu memutar kunci lalu membuangnya dengan asal.

“Mas.” Cita beringsut mundur. Tidak mampu berpikir jernih, karena kepanikan sudah menyergap kepalanya.

Kamar mandi. Begitu ruang tersebut terlintas di kepala Cita, detik itu juga ia berlari secepat mungkin untuk masuk ke dalam sana. Namun naas, lagi-lagi langkahnya terjegal oleh Pandu. Dalam satu kerjapan mata, tubuh Cita tertarik dan terhempas di atas tempat tidur. 

“Mas, aku tuntut kamu kalau berani macam-macam!” ancam Cita beringsut mundur, tetapi satu kakinya langsung ditarik kasar oleh Pandu. 

Pandu tertawa. Mengejek ketakutan Cita. Ada harga yang harus Cita bayar, atas keterpurukan Pandu yang sudah didepak dari rumah, dan perusahaan. “Macam-macam? Aku ini suamimu Cita, Sayang! Jadi … aku berhak untuk macam-macam … dengan kamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
benar² brengsek nih pandu.. diq yg salah tapi ga mau disalahkan dan malah menyalahkan orang lain
goodnovel comment avatar
Siti Juli
awal mula cita depressi nih
goodnovel comment avatar
Yuli Chaca
hmm,, ya gmn ya? salah semua deh nak dah KY gtu...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 80 (FIN)

    “Cita … nggak ikut, Mi?” Sandra yang baru saja duduk, segera memberi gelengan untuk menjawab pertanyaan Arya tanpa senyuman. Sandra hanya sempat bersikap ramah pada Lee dan Gemi, yang kini duduk melingkar pada satu meja yang sama dengannya. “Cita harus istirahat.” “Pak Lee, maaf kalau harus merepotkan dan meminta Bapak datang ke Singapur dengan segera.” Tidak ingin berbasa basi, Harry pun segera mengutarakan maksud diadakannya pertemuan keluarga malam ini. “Untuk masalah anak kita, Bapak mungkin sudah tahu kronologinya dari bu Gemi. Dan kenapa saya minta Bapak datang, itu karena saya mau cabut semua investasi saya dari Arka Lukito. Bukan cuma itu, tapi saya mau menarik lisensi nama Lukito dari perusahaan tersebut. Untuk mekanismenya, nanti akan ditangani langsung sama Kasih. Dan setelah semua selesai, Lukito Grup sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan perusahaan yang dipimpin Arya.” “Pa—” Lee segera mengangkat tangan ke arah Arya. Meminta putranya tidak bersuara, agar permasa

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 79

    “Dia? Dia siapa?” Mendengar suara Sandra yang mendadak terdengar di balkon, membuat Arya dan Cita spontan menoleh dengan mata yang terbelalak. Karena terlalu sibuk berdebat, Arya dan Cita sampai-sampai melupakan hal lain di sekitarnya. “Cita, nama “dia” siapa yang sering kamu lihat nelpon Arya?” buru Sandra segera menghabiskan jarak, dan tetap fokus pada putrinya. “Apa Arya selingkuh? Iya? Jadi karena itu kamu minta pisah? Begitu, kan? Arya punya perempuan lain di luar sana? Begitu?” Jika benar Arya berselingkuh, orang yang paling terpukul dengan kabar tersebut adalah Sandra sendiri. Dulu, Sandra adalah wanita selingkuhan Harry, dan sekarang? Putrinya justru diselingkuhi oleh suaminya sendiri. Karma apa lagi yang menimpa Sandra kali ini? Tidak cukupkah, Tuhan menghukum Sandra dengan membuat Cita terpuruk dengan kondisinya? Sampai-sampai, harus memberi cobaan tambahan seperti sekarang? Bertahun-tahun Sandra hidup seperti di neraka bersama Harry, tetapi, itu pun belum sanggup menebu

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 78

    “Cita, semua nggak seperti yang kamu bayangkan.” Arya segera beranjak menghampiri Cita, lalu berlutut untuk menyamakan tubuhnya. “Aku … aku memang sibuk, aku capek, aku … ya! Aku jenuh dengan semua ini. Bolak balik Surabaya Singapur, Surabaya Jakarta, Jakarta Singapur, itu semua bikin aku muak.” Satu sudut bibir Cita tertarik tipis. “Semua yang kamu dapat sekarang, semua yang kamu jalani sekarang, itu semua adalah kemauanmu sendiri. Kamu bisa sukses dan berdiri seperti sekarang, itu semua juga hasil dari doa-doa orang yang sayang sama kamu, Mas. Kalau sekarang kamu mengeluh, itu artinya kamu nggak pernah bersyukur, karena di luar sana, banyak orang yang ingin ada di posisimu.” “Aku tahu itu, aku tahu, tap—“ “Sebenarnya, bukan itu inti dari pembicaraan kita malam ini, Mas.” Cita memundurkan kursi rodanya, ketika kedua tangan Arya hendak menyentuhnya. “Jadi nggak perlu melebar ke mana-mana. Aku tahu kamu capek, jenuh, dan … muak dengan semua ini. Aku juga tahu, kalau kamu sudah punya

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 77

    “Sayang …” Sandra mengusap lembut puncak kepala Cita yang hanya duduk di tempat tidur, dan enggan keluar dari kamar. “Sarapan dulu, kita harus ke rumah sakit hari ini.”“Aku nggak mau terapi.” Cita menunduk, dan melanjutkan membaca bukunya. Kali ini, sudah tidak ada lagi yang bisa memengaruhi keputusannya. Cita ingin berpisah dari Arya, dan ingin melanjutkan hidupnya hanya seorang diri.“Cita, papa sudah telpon Arya tadi malam, dan—““Percuma,” putus Cita datar, lalu menutup bukunya. “Aku sudah nggak mau jadi beban mas Arya, atau siapa pun. Kalau Mami mau aku lanjut terapi, tolong ada di pihakku, dan ngerti dengan keadaanku.”“Mami selalu ada di pihakmu, Cit,” ucap Sandra meyakinkan. Di satu sisi, Sandra sangat mengerti dengan perasaan dan kondisi Cita saat ini. Namun di sisi lain, Sandra tidak ingin pernikahan putrinya berakhir, hanya karena kurangnya komunikasi antara keduanya.Sebenarnya, Cita masih bisa membicarakan masalahnya dengan Arya, dan mencari solusi yang terbaik untuk hub

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 76

    “Pindah?” Sandra sontak berdiri, lalu menarik kursi besi yang sempat didudukinya ke arah Cita, yang duduk di samping pagar. “Maksudnya?”“Aku mau menyendiri, Mi.” Cita sudah memikirkan semuanya dengan matang. Hubungannya dengan Arya belakangan ini semakin berjarak, dan Cita melihat tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari semuanya.Sejak pembicaraan mereka terakhir kali, Arya tidak lagi datang ke Singapura satu bulan belakangan ini. Intensitas obrolan mereka melalui telepon pun, juga bisa dihitung dengan jari. Mereka hanya bicara dan bertukar kabar seperlunya, tanpa ada gurauan, rayuan, atau obrolan hangat seperti dahulu kala.Semuanya hambar.“Menyendiri?” Sandra menghadapkan kursinya pada Cita, lalu duduk di samping putrinya. “Sayang, Mami masih nggak ngerti. Kenapa? Apa ada hubungannya dengan Arya?”Cita membuang napas panjang, dan masih memandang teluk Marina yang terlihat begitu tenang. “Pernikahanku sama mas Arya, kayaknya sudah nggak bisa lagi diteruskan. Ak—““Cita, kenapa bic

  • Duka Cita   Duka Cita ~ 75

    Sibuk. Ketika perusahaan yang dipegang Arya semakin berkembang, ia merasakan waktu yang dimiliki untuk diri sendiri semakin sedikit. Dulu, Arya masih bisa pergi ke Negeri Singa di hari jumat malam, dan akan kembali pada senin paginya. Namun, tidak setelah semuanya berkembang semakin pesat. Arya baru bisa pergi ke Singapura pada sabtu pagi, dan akan kembali pada minggu malamnya. Rutinitas tersebut ternyata benar-benar melelahkan, dan semakin menjemukan. Memikirkannya saja, Arya bisa langsung sakit kepala. Bahkan, Arya tidak lagi memiliki kualitas dalam hubungannya dengan Cita. Ketika bertemu, yang Arya lakukan lebih banyak tidur dan beristirahat untuk melepas lelah. “Mas …” Cita menepuk pelan lengan Arya yang tertidur di sofa. Meskipun tidak tega, tetapi Cita harus tetap membangunkan sang suami, karena sudah tiba waktunya makan siang. “Ayo bangun bentar.” Arya menghela panjang nan lelah. Membuka sedikit matanya yang berat, sembari tersenyum tipis. “Bentar..” “Makan dulu, habis itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status