"Aduh bibi pelan-pelan."
Inilah yang paling aku tak suka saat menghadiri sebuah pesta apapun. Aku harus memakai korset sebelum memakai gaun, pakaian dalam ini membuatku sesak napas jika sedang menggunakan dan benda ini dipakai hanya untuk memperlihatkan bentuk tubuh yang indah. Aneh, bukan?""Bibi sudah pelan, Nona," kata bibi Brigith membantuku memasangkan pakaian yang membuatku membenci benda satu ini."Aku benci pakai ini. Oh Tuhan aku ingin sekali merubah aturan berpakaian para wanita di sini. Aku merasa seperti benda yang diikat." Aku mendengkus kesal setengah mati, rasanya ada air panas di kepalaku dan siap dituang."Hellen, jangan tertawa! Bantuin bibi biar cepat selesai."Hellen tertawa karena perkataanku. Namun benar juga perkataanku, bukan? Setiap kali bibi memasangkan kain yang ada talinya ini ke tubuhku lalu mengikatnya dari belakang maka aku seperti jemuran yang diikat di pohon."Apa tidak ada gaun yang membuat pemakainya nyaman?"Aku terus menggerutu walau bibi sudah selesai, ia dibantu Hellen membawakan gaun dan memakaikannya ke tubuhku. Andai saja aku terlahir sebagai pria mungkin aku tak kesusahan dalam memiliki pakaian.Namun untungnya di jaman sekarang kami sebagai wanita yang memakai gaun tak lagi menggunakan kawat di bawah gaun untuk mengembang. Crinoline namanya, kawat yang berbentuk sangkar dan membuat pemakainya tidak nyaman sekali dan berat.Kalau itu terjadi aku akan protes pada paman dan menyuruh beliau untuk memberitahu raja agar mengubah aturan cara berpakaian. Apakah kalian tahu aku ingin sekali bebas dan memiliki kehidupan sendiri tanpa adanya aturan."Oh aku ingin segera pulang dan memakai piyama juga merebahkan diri di kasur."Lagi, aku menggerutu tak jelas. Di kastil ini para penghuninya baru bisa berpakaian santai saat kami hendak tidur dan kesehariannya harus memakai gaun atau celana yang selaras dengan pakaian atas yaitu sama-sama panjang, tidak diperkenankan memakai bahan kekurangan kain alias ketat dan pendek."Nona, jika anda terus mengomel. Anda akan berkeringat dan riasan juga luntur," kata Bibi sambil berdiri di belakang saat aku dirias oleh penata rias yang sudah tersedia di kastil ini. Mereka akan datang jika kami memanggilnya."Hellen, tolong ambilkan aku es lemon ya. Aku haus sekali." Kebanyakan mengeluarkan umpatan kecil membuatku kehausan, satu gelas lemon dapat menyegarkan tenggorokanku."Jangan kebanyakan minumnya, Nona. Nanti perut anda kembung."Tak kuhiraukan omelan bibi Brigith, aku menandaskan segelas es lemon yang memang menjadi kesukaanku sejak kecil. Hanya di kamar ini saja aku, bibi dan Hellen dapat bercanda layaknya sahabat. Aku akan kembali menjadi pendiam ketika berada di luar, di luar sana tak ada yang dapat membuatku bahagia seperti di sini."Nona, tuan besar menjemput anda."Aku memalingkan wajah saat mendengar suara dari Juliano memberitahu kalau ayah yang kusangka membantu raja kini telah ada di ruang tunggu hanya untuk menjemputku. Apa ayah kira aku akan kabur?"Tuan besar akan---""Iya Juliano aku tahu. Katakan pada ayah, lima menit lagi aku akan turun!"Tak perlu diberitahu pun aku sudah menduga jika ayah akan menyuruh Juliano memanggilku. Ayah tak suka ada kata terlambat dan harus tepat waktu jika menghadari sebuah acara kalau perlu satu jam sebelumnya saat semua orang masih sibuk dengan urusan berhias diri."Ayo, Nona. Cepat turun! Ayah anda akan marah kalau terlambat," ucap Hellen tampak cemas seperti orang yang sedang menyeterika pakaian."Nona, jangan lupa kipas dan sarung tangan anda,"sambung bibi Brigith menyerahkan kedua benda keramat yang tak boleh ketinggalan.Jika seperti ini aku layaknya siap berlomba ke pentas modeling memakai segala perlengkapan pesta yang dipertontonkan ke muka umum nantinya. Mereka maksudku adalah para orang tua dengan senang hati akan memperkenalkan anak-anaknya terutama yang perempuan kepada anak rekan kerja.*****Jarak antara istana dan kastil memang tak seberapa jauh, tetapi tak mungkin kami harus berjalan atau menggunakan kereta kuda. Itu tampak seperti kami anggota kerajaan saja, jadi ayah memakai mobil untuk mengantarkan kami ke sana."Di mana gaun yang ayah belikan untukmu?" tanya ayah penuh selidik."Naval membelikannya untukku, Yah. Kata Naval---" Belum sempat aku melanjutkan kalimatku, ayah sudah memotongnya."Iya Naval selalu seperti itu padamu. Ia akan membelikan apa saja yang kamu minta," kata ayah lagi dengan melihat gaunku lalu berdecak.Aku beruntung memiliki Naval, kakak yang begitu sayang dan memperhatikan setiap detail pada diriku. Aku tahu Naval melakukannya karena permintaan terakhir ibu---itu yang kudengar dari bibi. Ayah menyuruh desainer membuatkanku gaun yang menurut Naval kuno sekali."Apa kamu selalu ingin ayah menjemputmu terus kalau ke pesta kerajaan? Apa tidak bisa datang satu jam sebelumnya?" Ayah memarahiku padahal aku bisa berangkat sendiri."Itu karena aku sedikit pusing setelah mengerjakan tugas kuliah, Yah." Entahlah sudah berapa kalinya aku berbohong pada semua orang hari ini.Raut wajah ayah berubah seketika dan memegang tanganku, ada kalanya aku senang saat ayah mengkhawatirkan keadaanku dan itu jarang sekali terjadi. Aku berharap ayah mau lebih memerhatikanku daripada pekerjaannya."Brigith tidak menelepon dokter? Apa saja kerjaannya hari ini sampai tak memerhatikanmu?""Aku sudah agak baikan, Yah. Karena itulah aku tadi tidur biar bisa ke sini.""Syukurlah kamu tidak sakit dan bisa datang hari ini," sahut ayah bernapas lega."Meskipun kamu perempuan, kamu harus kuat layaknya laki-laki. Kamu paham, Leanore?"Aku mengangguk pelan. Tentu saja aku harus kuat, ayah tak suka pada anak perempuan yang cengeng dan lemah. Ayah mendidik kami anak-anaknya keras sejak kecil dan tak segan memberi hukuman jika kami melakukan kesalahan. Ayah memang tak pernah sampai memukul, ia hanya mengurung kami di kamar untuk merenungi perbuatan kami."Pulanglah bersama kakak-kakakmu nanti. Jangan menghilang lagi seperti yang lalu. Tetap berada di ruang pesta sampai berakhir," ucap ayah memberi perintah."Iya ayah." Hanya itu yang mampu kuucapkan.Aku tidak menghilang waktu itu hanya saja aku menghindari keramaian di ruang dansa. Aku pergi ke taman bunga milik Princess Emilita dan duduk santai. Ayah dan semua panik mencariku, ketika mereka menemukanku. Ayah malah memberiku pelukan, entahlah itu perasaan khawatir atau menjaga martabat ayah di hadapan semua orang."Kita sudah sampai, Leanore. Jaga sikapmu di hadapan para tamu, ayah tak mau membuat pamanmu dan raja malu jika kamu berbuat hal yang salah."Sekali lagi aku hanya mengangguk dan tersenyum sebagai tanda jawabanku. Ayah menggandengku saat kami menaiki anak tangga dan aku mencoba menyapa para rekan kerja ayah yang kebanyakan membawa istrinya. Aku berharap waktu cepat berlalu.=Bersambung=Jika ada yang menyukai sebuah pesta apalagi untuk seorang pria itu adalah Ken. Pria penyuka segala hiruk pikuk gemerlap malam tersebut akan hadir tepat waktu dan tak mensia-siakan kesempatan mencari sesuatu yaitu perempuan yang diajaknya kencan tanpa melakukan hubungan di atas ranjang, ia membenci hal itu.Ken bersiul dan bersenandung gembira kala berada di dalam mobil. Nthan melirik sahabatnya dari kaca spion, tak seperti biasanya pria di belakang itu bernyanyi kecil. Ia tahu ada alasan di balik itu semua."Siapa yang akan kau incar lagi, Ken?" tanya Nthan seakan tahu isi pemikiran di dalam otaknya."Entahlah yang pasti gadis cantik menurut pandanganku," kekehnya membayangkan hal yang akan terjadi nanti. Ia bisa leluasa keluar masuk ke istana dan siapa yang tak mengenal dirinya."Sesekali berkencanlah dengan serius, Ken. Usiamu tak muda lagi, bukan?" "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Nthan? Aku tak pernah melihatmu mengencani wanita." Ken membalas perkataan sahabatnya yang sela
Bagi Eleanore bertemu orang banyak dan berbincang membicarakan hal yang tak berguna membuatnya enggan untuk terus berdekatan bersama mereka. Dengan atau tanpa adanya dirinya toh mereka tak mau mengajak ia bercengkrama. Mereka sungkan pada Eleanore karena gadis itu memiliki hubungan dengan kerajaan.["Dia gadis yang tidak mengasyikan."]["Dia tidak pernah keluar dari kastilnya. Gadis yang membosankan."]["Kalau saja ayahku tak menyuruhku berteman. Aku tidak mau berteman dengan gadis pendiam itu."]Eleanore sudah kebal dengan semua sindiran yang dibicarakan teman-temannya dari belakang. Mereka tak berani mengatakannya langsung dan melakukannya di kamar mandi kampus.Kesendirian dan kesepian sudah menjadi keseharian bagi Eleanore, ia menyukainya daripada menggosipkan orang lain yang tidak kebenarannya. Ia dianggap aneh sebab banyak perempuan senang bergosip daripada membaca buku di perpustakaan. ["Nona, apa perlu kami temani di atas?"]Earpiece miliknya berbunyi dari Hellen, kedua penga
Malam yang seharusnya menjadi kebahagian bagi keluarga Montgemery berubah kelabu saat putra pertama mereka meninggal dibunuh oleh seorang wanita di sebuah hotel mewah. Saat ditemukan pria itu sudah terbujur kaku dengan wanita yang ketakutan dan bersembunyi di bawah meja."Aku tidak percaya kakakku meninggal!"Bocah laki-laki yang berusia sembilan tahun itu terus meraung, ia tak dapat memercayai jika sang kakak yang ia sayangi harus pergi dalam keadaan tragis dan pembunuhnya adalah wanita yang pernah dikenalkan. "Ken, tenangkan dirimu," ujar Tuan Montgemery mencoba menenangkan sang anak yang terus saja meronta untuk dilepaskan agar bisa melihat jenazah kakaknya."Ludric masih hidup. Bukan begitu, Ayah?" Di dalam pelukan sang ayah, Ken kecil menangisi kepergian Ludric dan belum dapat menerima kenyataan yang mengguncangkan pikirannya saat itu. Baginya sang kakak adalah dunianya dan sahabat terbaik, tetapi kini tempat ia bernaung telah meninggalkan dirinya."Ken, ayah tahu kau begitu be
"Ken, kau akan datang ke pernikahan Emilita, bukan?""Tentu saja, Yah. Aku akan datang tepat waktu."Tuan Montgemery tahu benar Ken tak akan menolak dengan adanya sebuah acara apalagi pesta kerajaan di mana para wanita berkumpul dan memperkenalkan dirinya pada Ken dan berharap dapat dipersunting."Belinda menjadi pendamping pengantin Emilita. Pamanmu sendiri yang meminta," kata tuan Montgemery ketika Ken menanyakan pakaian dress wanita yang berjejer rapi di ruang tengah.Ken berasal dari keturunan kerajaan, sang kakek telah dinobatkan menjadi raja sejak usia masih bayi dan baru memimpin ketika berusia lima puluh tahun. Hanya tiga puluh tahun saja ia memimpin kerajaan dan digantikan dengan anak pertamanya.Hanya Mario Joseph Montgemery merupakan anak kedua yang tak mau menjadi raja menggantikan sang kakak kelak, sedari muda ambisinya menjadi seorang pengusaha dan semua dilakukan tanpa campur tangan sang ayah. Terbukti setelah membangun usaha lebih dari empat puluh tahun kini perusahaan
Bayi mungil, cantik dan kulitnya seputih salju itu tampak terdiam seharian seakan memahami keluarganya sedang dalam keadaan berduka. Keluarga Ulmer mengalami tragedi yang menyedihkan ketika sang nyonya meninggal.Jaquavius sang suami terus berada di samping peti jenazah Erendira yang tersenyum dan berpakaian putih meski sudah meninggal kecantikannya tetap tak luntur. Erendira Melisenda adalah wanita lemah lembut, tutur katanya halus dan seorang anak dari keluarga bangsawan.Pernikahan Jaquavius dengan Erendira dua puluh satu tahun lalu meninggalkan kenangan indah bagi pria tersebut. Ius yang keras kepala dan mudah meluapkan emosi mampu diredakan dengan sikap tenang sang istri.Namun kini semua perasaan Ius tak dapat ia kendalikan, Ius sempat marah pada takdir karena memisahkan dirinya dengan sang istri. Ia tak habis pikir pada Tuhan sudah mengambil Erendira, ia ingin mengumpat tetapi dirinya sadar jika semua sudah menjadi bagian rencana-Nya."Tuan, nona kecil dan tuan Naval masih di
"Nona, anda dipanggil tuan besar di ruang kerjanya."Perintah ayah tak bisa kuabaikan begitu saja meski aku masih sibuk dengan mengisi tugas kuliah. Jangan sampai ada panggilan kedua dari sekretaris ayah karena ayah tak suka orang yang mengabaikan perintahnya."Baik Mr Johans. Aku akan segera ke sana," ucapku kepada sekretaris kepercayaan ayah yang sudah ikut lama jauh sebelum aku lahir.Pria paruh baya memberiku seulas senyuman hangatnya, aku menyukai Mr Johans layaknya seorang ayah yang selaly memberi dukungan kepadaku. Kadang beliau membelaku di hadapan ayah jika di mata ayah ada kesalahan dariku."Berpakaianlah yang bagus, Nona. Kemungkinan tuan besar akan mengajak anda keluar hari ini."Keluar bersama ayah belum tentu mengajak ke suatu tempat dan jangan harap itu terjadi. Ayah tak pernah sekalipun mengajak kami anak-anaknya berlibur, beliau sibuk dengan tugas kerajaan dan biasanya aku beserta ketiga kakakku saja yang berlibur."Nona, pakaian apa yang harus saya persiapkan?" tanya
Ternyata acara yang dimaksud Naval adalah acara sederhana saja, sekedar rapat juga memperbarui foto-foto anak panti yang sudah beranjak dewasa dan pemilihan beberapa anak panti untuk bekerja di kerajaan atau kastil milik para perdana menteri."Keluarlah bersama anak-anak panti. Ada hal yang ayah bicarakan dengan pamanmu saat ini.""Iya ayah. Eleanore ada di taman jika ayah memanggil nanti."Ayah hanya memagutkan kepala saja lalu menyuruhku menutup pintu. Entah apa yang ingin ayah dan paman Pedro bicarakan, ayah tak melibatkan Naval maupun Smith. Mungkin mengenai perjodohan Esperanza karena kebetulan paman Pedro-lah yang memperkenalkan pria itu pada kakak perempuanku."Sudah selesau pembicaraan dengan ayah anda, Nona?" tanya Hellen saat aku sudah berada di luar. "Iya seperti itula. Ayah menyuruhku keluar. Oh, ya di mana Julian?"Tak seperti biasanya Hellen dan Julian terpisah, mereka selalu bersama-sama mengikutiku dari samping. Aku tak pernah membiarkan mereka berjalan di belakangku.
Sepasang mata sedang menatap lekat-lekat dua orang perempuan muda dari balkon. Sesekali ia menyunggingkan senyuman ketika salah satu perempuan itu kalah dalam bermain lempar kartu, ikut tertawa kala ada yang terjatuh dan mendengkus kesal ketika kartu yang dilempar melesat.Ia jarang sekali melihat pemandangan seperti ini, kesibukannya sebagai pebisnis membuatnya sering berada di luar daripada di rumah. Ya bicara soal rumah, tempat yang ia tinggal sekarang bersama adik-adik dan ayahnya bukanlah sebuah tempat tinggal yang nyaman melainkan seperti penjara. Ada kalanya ia ingin mengajak adik-adiknya tinggal di apartemen yang selama ini ia tempati jika merasa sibuk atau memerlukan ketenangan kala masalah melanda. Namun hal tersebut tak pernah bisa terealisasi, sang ayah melarang hanya karena privasi. "Aku benar-benar tak menyukai hal ini, Naval."Suara dari arah balik pintu membuatnya berpaling dari pandangannya di taman. Ia memutar badannya lalu berjalan ke arah sang adik yang sudah dud