Tiga jam lagi menjelang pernikahan putri raja dan aku belum siap sama sekali. Berbanding terbalik dengan kakak perempuanku, ia sudah berhias diri satu jam lalu dan kini sudah berada di istana sebab Princess Emilita adalah kawannya. Ia akan menjadi pengiring pengantin nanti.
"Nona, apa tidak bersiap diri? Anda harus berdandan cantik hari ini."Ada seorang wanita yang mengeluhkan penampilanku yang masih mengenakan pakaian santai, ia terlihat menggigit bibirnya sendiri dan sesekali duduk di sampingku. Aku sengaja melakukannya toh diriku tak ada andil dalam pernikahan tersebut."Nona, ayolah. Bibi Brigith tadi menyuruh saya untuk memberitahu nona agar segera mandi," ucap Hellen. Pengawal setia yang selalu menemaniku ke mana saja.Lucu melihat mimik wajahnya yang memanyunkan bibir karena aku tak mendengarkannya. Ia akan kena omelan bibi Brigith jika tak menjalankan tugasnya."Nona ..." Aku pura-pura tak mendengar dan senang menggodanya kalau aku tak menanggapi perkataannya."Tinggal berpakaian saja, Hellen. Janganlah kamu terus hilir mudik seperti orang yang kebingungan," kataku mencandai wajahnya yang memerah."Bukan begitu, Nona. Nanti kami dimarahi oleh tuan besar. Nona tahu sendiri jika ayah anda marah itu menakutkan," keluhnya dan kuperhatikan ia memainkan jemarinya jika mencemaskan sesuatu.Semua orang di sini begitu segan dan hormat pada ayah karena posisi ayah di mata mereka adalah orang kepercayaan raja yang tidak boleh disentuh atau dipergunjingkan. Ayah dan raja merupakan sahabat masa kecil jadi tak heran jika beliau mengangkat ayah selalu berada di sampingnya."Tenanglah Hellen. Ayahku tak akan ke sini, Naval sudah mengatakan pada ayah aku datang terlambat karena harus menyelesaikan tugas kuliah," sahutku mengajaknya duduk di ranjang."Tapi nona---""Hellen ...." Aku memotong kalimat selanjutnya, ia langsung terdiam dan menundukkan kepalanya karena terus berbicara padaku. Jika ada bibi Brigith, ia akan dimarahi karena berlaku tak sopan."Maaf nona. Kami tak ingin ayah anda melakukannya lagi pada anda. Kami di sini tak tega melihat anda harus di kunci di kamar ini," sahutnya pelan.Teringat beberapa bulan lalu saat ayah memaksaku untuk ikut kelas khusus menjadi seorang istri karena begitu banyaknya kegiatan yang kujalani maka aku menolak. Aku belum siap menikah di usia sembilan belas tahun dan ayah berniat menjodohkanku dengan anak dari perdana menteri lainnya.Aku tak terima dan kabur meski tak lama. Ayah dan kakak kedua mencari keberadaanku. Hebatnya ayah menemukan diriku di sebuah vila milik Jason, ayah langsung menyeretku dengan paksa dan mengurungku di kamar selama seminggu."Tidak akan terjadi lagi, Hellen. Aku tak akan mengulang kesalahan yang sama dan membuat kalian dihukum oleh ayah," kataku penuh sesal kalau mengingat peristiwa itu.Ayah memang tak memberi hukuman berat, mereka hanya tak dapat gaji selama sebulan dan jatah libur akhir tahun. Justru ayah memberiku hukuman yang berat dan kalau bukan Naval langsung datang dari tugasnya maka aku akan dikurung sebulan oleh ayah.Hanya Naval yang berani melawan perintah ayah sedangkan kedua kakakku bukannya tak mau menolong, mereka jarang sekali ada di sini dan kesibukan mereka menyita waktu kami untuk bersama. Berbeda ketika aku masih kecil."Nona, kenapa masih belum bersiap diri? Dan kamu Hellen apa saja yang kamu lakukan saat ini?"Kami menghela napas bersamaan saat bibi Brigith datang dan memarahi Hellen sebab aku belum berpakaian cantik juga berdandan. Satu hal yang tak kusukai selain berhias diri adalah pesta tempat orang berkumpul. Aku tak takut bertemu orang melainkan suasana yang hiruk pikuk membuatku pusing."Bibi, aku memang menyuruh Hellen menemaniku di sini. Aku agak pusing, Bi. Benar begitu kan, Hellen?" Aku memandang Hellen dan ia langsung mengangguk cepat. Maafkan aku yang berbohong, Bi."Nona sakit? Bibi panggilkan dokter Martin ya?" Bibi langsung mengambil ponsel untuk menghubungi dokter pribadi ayah, tetapi aku merebut benda pipih itu dari tangannya."Aku baik-baik saja kok, Bi.""Nona sakit itu jangan didiamkan," sahut Bibi dengan mengomel.Bibi Birgith layaknya seorang ibu bagiku, ia selalu mencemaskan keadaanku bahkan rela tidur di depan pintu saat aku dikurung. Ia yang menyiapkan segala keperluanku sejak masih kecil dan tak pernah beranjak dari sisiku."Sudah agak lumayan sakit kepalanya, Bi. Tadi aku sudah minum obat dan sebentar lagi aku akan mandi juga bersiap diri.""Kalau nona sakit, saya akan memberitahu tuan besar.""Tidak usah, Bi. Aku harus pergi karena Princess Emilita khusus memberiku undangan," kataku segera beranjak dari ranjang dan memeluk bibi Brigith dari belakang.Ayah tak bisa menerima alasan apapun kecuali jika ada di antara anaknya masuk rumah sakit barulah ayah percaya. Kami diharuskan hadir di setiap acara kerajaan dan tidak ada kata 'Tidak Mau' atau 'Aku Harus Pergi Ke Tempat lain', ayah tak akan menyukainya."Ada apa, Nona? Pasti ada sesuatu ya?"Selagi Hellen mempersiapkan alat mandi juga perlengkapan lainnya, aku ingin sejenak merasakan pelukan hangat dari bibi Brigith yang memiliki tubuh gemuk dan terasa nyaman saat berada dalam dekapannya."Tidak ada, Bi. Aku hanya ingin memelukmu seperti ini," kataku mendekapnya erat. Bau tubuhnya yang harum ciri khas bibi menyukai aroma bunga segar."Peluklah suami anda nanti, Nona. Jangan memeluk bibi seperti ini," guraunya sembari mengacak rambutku."Kalau aku punya suami. Bibi harus ikut denganku. Siapa yang akan menjagaku nantinya?" Aku merajuk manja dalam rengkuhannya, ah betapa nyamannya saat bibi memelukku layaknya seorang ibu."Yang menjaga nona tentunya suami anda bukan bibi atau Hellen lagi. Bibi tetap di sini, Nona. Siapa yang akan mengurusi kastil sebesar ini?" Bibi merenggangkan pelukannya, ia mengusap anak rambutku dan menyunggingkan senyuman.Tugas bibi Brigith berat, ia harus mengepalai pelayan di kastil ini. Entahlah ada berapa banyak pelayan dan penjaga di sini, aku tak pernah menghitungnya sama sekali. Mereka ada di setiap sudut bangunan dan mengawasi setiap orang yang berkunjung."Nona, air panasnya sudah selesai," ucap Hellen dari kamar mandi."Mandilah, Nona. Jangan sampai ayah anda marah lagi."Bibi meraih tanganku lalu mengapitnya kemudian ia mengajakku ke kamar mandi. Jika dulu di masa kecil aku sering menghabiskan waktu berdua saja dengan bibi di sini dan bermain air sepuasnya, tapi kini kami tak bisa berlama-lama."Ah Nona ...""Nona Leanore, jangan bermain air. Lihat baju bibi basah."Aku tahu mereka tak benar-benar marah saat aku ingin mengenang masa kecil dulu. Kami bercanda bersama siang ini dan tak peduli dengan suara panggilan Juliano yang terdengar dari earpiece milik Hellen. Biarkan aku bersenang-senang dulu sebelum pergi ke pesta yang membosankan itu.=Bersambung="Aduh bibi pelan-pelan."Inilah yang paling aku tak suka saat menghadiri sebuah pesta apapun. Aku harus memakai korset sebelum memakai gaun, pakaian dalam ini membuatku sesak napas jika sedang menggunakan dan benda ini dipakai hanya untuk memperlihatkan bentuk tubuh yang indah. Aneh, bukan?""Bibi sudah pelan, Nona," kata bibi Brigith membantuku memasangkan pakaian yang membuatku membenci benda satu ini."Aku benci pakai ini. Oh Tuhan aku ingin sekali merubah aturan berpakaian para wanita di sini. Aku merasa seperti benda yang diikat." Aku mendengkus kesal setengah mati, rasanya ada air panas di kepalaku dan siap dituang."Hellen, jangan tertawa! Bantuin bibi biar cepat selesai." Hellen tertawa karena perkataanku. Namun benar juga perkataanku, bukan? Setiap kali bibi memasangkan kain yang ada talinya ini ke tubuhku lalu mengikatnya dari belakang maka aku seperti jemuran yang diikat di pohon."Apa tidak ada gaun yang membuat pemakainya nyaman?"Aku terus menggerutu walau bibi sudah se
Jika ada yang menyukai sebuah pesta apalagi untuk seorang pria itu adalah Ken. Pria penyuka segala hiruk pikuk gemerlap malam tersebut akan hadir tepat waktu dan tak mensia-siakan kesempatan mencari sesuatu yaitu perempuan yang diajaknya kencan tanpa melakukan hubungan di atas ranjang, ia membenci hal itu.Ken bersiul dan bersenandung gembira kala berada di dalam mobil. Nthan melirik sahabatnya dari kaca spion, tak seperti biasanya pria di belakang itu bernyanyi kecil. Ia tahu ada alasan di balik itu semua."Siapa yang akan kau incar lagi, Ken?" tanya Nthan seakan tahu isi pemikiran di dalam otaknya."Entahlah yang pasti gadis cantik menurut pandanganku," kekehnya membayangkan hal yang akan terjadi nanti. Ia bisa leluasa keluar masuk ke istana dan siapa yang tak mengenal dirinya."Sesekali berkencanlah dengan serius, Ken. Usiamu tak muda lagi, bukan?" "Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri, Nthan? Aku tak pernah melihatmu mengencani wanita." Ken membalas perkataan sahabatnya yang sela
Bagi Eleanore bertemu orang banyak dan berbincang membicarakan hal yang tak berguna membuatnya enggan untuk terus berdekatan bersama mereka. Dengan atau tanpa adanya dirinya toh mereka tak mau mengajak ia bercengkrama. Mereka sungkan pada Eleanore karena gadis itu memiliki hubungan dengan kerajaan.["Dia gadis yang tidak mengasyikan."]["Dia tidak pernah keluar dari kastilnya. Gadis yang membosankan."]["Kalau saja ayahku tak menyuruhku berteman. Aku tidak mau berteman dengan gadis pendiam itu."]Eleanore sudah kebal dengan semua sindiran yang dibicarakan teman-temannya dari belakang. Mereka tak berani mengatakannya langsung dan melakukannya di kamar mandi kampus.Kesendirian dan kesepian sudah menjadi keseharian bagi Eleanore, ia menyukainya daripada menggosipkan orang lain yang tidak kebenarannya. Ia dianggap aneh sebab banyak perempuan senang bergosip daripada membaca buku di perpustakaan. ["Nona, apa perlu kami temani di atas?"]Earpiece miliknya berbunyi dari Hellen, kedua penga
Malam yang seharusnya menjadi kebahagian bagi keluarga Montgemery berubah kelabu saat putra pertama mereka meninggal dibunuh oleh seorang wanita di sebuah hotel mewah. Saat ditemukan pria itu sudah terbujur kaku dengan wanita yang ketakutan dan bersembunyi di bawah meja."Aku tidak percaya kakakku meninggal!"Bocah laki-laki yang berusia sembilan tahun itu terus meraung, ia tak dapat memercayai jika sang kakak yang ia sayangi harus pergi dalam keadaan tragis dan pembunuhnya adalah wanita yang pernah dikenalkan. "Ken, tenangkan dirimu," ujar Tuan Montgemery mencoba menenangkan sang anak yang terus saja meronta untuk dilepaskan agar bisa melihat jenazah kakaknya."Ludric masih hidup. Bukan begitu, Ayah?" Di dalam pelukan sang ayah, Ken kecil menangisi kepergian Ludric dan belum dapat menerima kenyataan yang mengguncangkan pikirannya saat itu. Baginya sang kakak adalah dunianya dan sahabat terbaik, tetapi kini tempat ia bernaung telah meninggalkan dirinya."Ken, ayah tahu kau begitu be
"Ken, kau akan datang ke pernikahan Emilita, bukan?""Tentu saja, Yah. Aku akan datang tepat waktu."Tuan Montgemery tahu benar Ken tak akan menolak dengan adanya sebuah acara apalagi pesta kerajaan di mana para wanita berkumpul dan memperkenalkan dirinya pada Ken dan berharap dapat dipersunting."Belinda menjadi pendamping pengantin Emilita. Pamanmu sendiri yang meminta," kata tuan Montgemery ketika Ken menanyakan pakaian dress wanita yang berjejer rapi di ruang tengah.Ken berasal dari keturunan kerajaan, sang kakek telah dinobatkan menjadi raja sejak usia masih bayi dan baru memimpin ketika berusia lima puluh tahun. Hanya tiga puluh tahun saja ia memimpin kerajaan dan digantikan dengan anak pertamanya.Hanya Mario Joseph Montgemery merupakan anak kedua yang tak mau menjadi raja menggantikan sang kakak kelak, sedari muda ambisinya menjadi seorang pengusaha dan semua dilakukan tanpa campur tangan sang ayah. Terbukti setelah membangun usaha lebih dari empat puluh tahun kini perusahaan
Bayi mungil, cantik dan kulitnya seputih salju itu tampak terdiam seharian seakan memahami keluarganya sedang dalam keadaan berduka. Keluarga Ulmer mengalami tragedi yang menyedihkan ketika sang nyonya meninggal.Jaquavius sang suami terus berada di samping peti jenazah Erendira yang tersenyum dan berpakaian putih meski sudah meninggal kecantikannya tetap tak luntur. Erendira Melisenda adalah wanita lemah lembut, tutur katanya halus dan seorang anak dari keluarga bangsawan.Pernikahan Jaquavius dengan Erendira dua puluh satu tahun lalu meninggalkan kenangan indah bagi pria tersebut. Ius yang keras kepala dan mudah meluapkan emosi mampu diredakan dengan sikap tenang sang istri.Namun kini semua perasaan Ius tak dapat ia kendalikan, Ius sempat marah pada takdir karena memisahkan dirinya dengan sang istri. Ia tak habis pikir pada Tuhan sudah mengambil Erendira, ia ingin mengumpat tetapi dirinya sadar jika semua sudah menjadi bagian rencana-Nya."Tuan, nona kecil dan tuan Naval masih di
"Nona, anda dipanggil tuan besar di ruang kerjanya."Perintah ayah tak bisa kuabaikan begitu saja meski aku masih sibuk dengan mengisi tugas kuliah. Jangan sampai ada panggilan kedua dari sekretaris ayah karena ayah tak suka orang yang mengabaikan perintahnya."Baik Mr Johans. Aku akan segera ke sana," ucapku kepada sekretaris kepercayaan ayah yang sudah ikut lama jauh sebelum aku lahir.Pria paruh baya memberiku seulas senyuman hangatnya, aku menyukai Mr Johans layaknya seorang ayah yang selaly memberi dukungan kepadaku. Kadang beliau membelaku di hadapan ayah jika di mata ayah ada kesalahan dariku."Berpakaianlah yang bagus, Nona. Kemungkinan tuan besar akan mengajak anda keluar hari ini."Keluar bersama ayah belum tentu mengajak ke suatu tempat dan jangan harap itu terjadi. Ayah tak pernah sekalipun mengajak kami anak-anaknya berlibur, beliau sibuk dengan tugas kerajaan dan biasanya aku beserta ketiga kakakku saja yang berlibur."Nona, pakaian apa yang harus saya persiapkan?" tanya
Ternyata acara yang dimaksud Naval adalah acara sederhana saja, sekedar rapat juga memperbarui foto-foto anak panti yang sudah beranjak dewasa dan pemilihan beberapa anak panti untuk bekerja di kerajaan atau kastil milik para perdana menteri."Keluarlah bersama anak-anak panti. Ada hal yang ayah bicarakan dengan pamanmu saat ini.""Iya ayah. Eleanore ada di taman jika ayah memanggil nanti."Ayah hanya memagutkan kepala saja lalu menyuruhku menutup pintu. Entah apa yang ingin ayah dan paman Pedro bicarakan, ayah tak melibatkan Naval maupun Smith. Mungkin mengenai perjodohan Esperanza karena kebetulan paman Pedro-lah yang memperkenalkan pria itu pada kakak perempuanku."Sudah selesau pembicaraan dengan ayah anda, Nona?" tanya Hellen saat aku sudah berada di luar. "Iya seperti itula. Ayah menyuruhku keluar. Oh, ya di mana Julian?"Tak seperti biasanya Hellen dan Julian terpisah, mereka selalu bersama-sama mengikutiku dari samping. Aku tak pernah membiarkan mereka berjalan di belakangku.