Home / Romansa / ENAK, PAK DOSEN! / 195. Kabar Baik

Share

195. Kabar Baik

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-10-25 23:59:28
Setelah selesai berbelanja, Damar segera mengantar istrinya ke kamar utama di lantai atas.

Diana makan aneka buah itu dengan lahap, Damar yang mengupasnya. Setelah beberapa saat, Diana kenyang. Beberapa buah tersisa.

"Aku akan taruh ini di dapur, Yang. Kamu istirahat aja dulu," kata Damar, saat Diana sudah merebahkan diri kembali di ranjang.

“Ya, Mas. Aku akan istirahat."

Lalu, Damar keluar kamar. Ia berjalan menuju tangga. Namun, langkahnya mendadak berhenti, kakinya terpaku di antara kamarnya dan kamar Shanum.

Tepat di samping kamar utama, ia merasakan celah pintu kamar Shanum yang sedikit terbuka memancarkan suara lirih.

Ia bergerak cepat ke pintu itu, menempelkan telinganya ke bingkai kayu yang dingin, memblokir semua kebisingan rumah tangga.

Shanum sedang menelepon, terdengar ia berbicara sendirian. Dan kini, suara Shanum sangat pelan, tetapi jelas di telinga Damar.

"Ya, Miss. Bunda dan Ayah belanja gak ngajak aku! Padahal, Bunda tadi pingsan! Artinya, dugaanku benar. Mer
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   235. Siap Dihajar Sampai Lemas

    “Tidak, apa yang akan kamu lakukan, Tuan? Kamu menjebakku?” gumam Raline. Melihat Damar memegang seutas tali, sebuah syal dan lakban, pikiran Raline berpendar ke mana mana. Sejujurnya, Raline ingin beringsut mundur tapi ternyata tidak bisa. Damar menduduki kedua pahanya dan bobot tubuh Damar membuatnya sulit bergerak. “Gak, Tuan! Lepaskan saya! Lepaskan saya!” Raline terus meronta dengan wajah ketakutan. Melihat tali di tangan Damar, ia takut ia akan digantung di sini tanpa belas kasih. Jujur saja, Raline menyesal lantaran ia setuju pada usulan Damar dan obsesinya mengalahkan logika. Damar sendiri tidak mau pergi. Ia tetap menduduki Raline. Kemudian, ia hempaskan benda tadi di samping kepala Raline dan ia pegangi kedua tangan Raline kuat-kuat di kedua sisi kepala. Sebenarnya, di dalam ruangan itu telah Damar siapkan seutas tali, syal, cambuk mini, dan masih banyak lagi alat untuk menyiksa Ralin

  • ENAK, PAK DOSEN!   234. Kasar Dan Buas

    “Jangan menipu saya, Tuan!” Di ambang pintu, Damar menyeringai. Ia tahu Raline ragu. Tapi, ia juga tahu kalau Raline tidak akan menolak. Sejak Raline datang tadi, Damar telah memencet tombol darurat, memanggil Jimmy ke kantornya. Ia yakin, Jimmy akan datang sebentar lagi … untuk ikut menuntaskan masalah ini satu persatu. “Siapa yang akan menipu? Apa ini namanya penipu? Kalau kau ingin, kenapa tidak mengikuti ku?” Dibutakan oleh api gairah dan obsesi, Raline beranjak dari sana. Ia mengikuti damar, membayangkan betapa nikmatnya bercinta dengan pria itu. Saat ia masuk, ia terbelalak melihat damar yang … sudah melepaskan seluruh pakaiannya dan duduk bersandar di ranjang. Pose tubuh Damar begitu memikat dan menggoda. Melirik ke kanan dan ke kiri, Raline bingung. Ini jelas jebakan Damar. Bisa saja Damar menyimpan senjata api, belati tajam, atau bahkan bisa saja menyuntikkan cairan mematikan untuknya.

  • ENAK, PAK DOSEN!   233. Mencicipi Kegagahan

    “What the hell, apa yang kamu pakai itu?” “Apa ada yang salah dengan penampilan saya, Tuan?” Saat Damar mempersilakan seseorang yang mengetuk pintunya untuk masuk, ia justru terkejut dengan orang itu. Itu adalah Raline. Wanita itu datang membawakan nampan berisi cangkir putih yang entah apa isinya. Damar yakin, itu adalah kopi. Karena biasanya di jam 11 seperti ini, ia selalu memesan kopi hitam. Dan yang paling mengejutkan bagi Damar adalah … penampilan Raline yang bisa dikatakan sangat, sangat dan sangat menggugah hasrat. Raline mengenakan kemeja kerja-nya pressbody. Seluruh lekuk tubuhnya terlihat, seperti mengenakan seragam kerja yang kekecilan. Dan bahkan kancing di bagian dada seperti ingin terlepas sebab saking tidak muatnya pakaian itu di tubuh Raline, tapi tetap saja dipaksakan.

  • ENAK, PAK DOSEN!   232. Ular Berbisa Tetap Berbisa Meski Berganti Kulit

    "Nyonya," ujar Jimmy, suaranya tetap tenang dan profesional, "Tuan Damar itu perhatian dengan Anda. Bukan karena beliau dan saya miskin empati, tapi karena kami peduli dengan keselamatan Anda." Jimmy tidak gentar menghadapi tatapan tajam Diana. Ia tahu ia harus menggunakan logika, meskipun Diana sedang dikuasai emosi. Saat Diana terdiam, raut wajahnya menunjukkan keraguan, Jimmy segera menjabarkan alasan logisnya. Ia tahu majikannya ini keras kepala, persis seperti ucapan Damar tadi pagi. "Anda tahu sendiri kalau Aldo suka dengan Anda. Jadi, kami tidak mau mengambil risiko. Tolonglah mengerti, Nyonya. Saya ini bekerja, dan pekerjaan saya harus memastikan Anda selamat dan aman." Tiba-tiba, Diana meledak. Semua rasa syok, marah pada debt collector, dan kekesalan pada kecemburuan Damar ia tumpahkan pada Jimmy. "Kalau kamu bertugas memastikanku aman dan selamat," bentak Diana, matanya memerah menahan tangis dan a

  • ENAK, PAK DOSEN!   231. Pintar Mengadu

    Usai mencolokkan flashdisk ke laptop miliknya, Jimmy kembali menunjuk pada layar yang menampilkan tangkapan layar CCTV. "Ini, Tuan." Jimmy memperbesar gambar Aldo. Di sana, terlihat Aldo sedang berjalan santai di sebuah supermarket sejak pukul 9 pagi bersama dua anaknya. Setelah itu, Aldo terlihat mengantar anak-anaknya ke rumah mertuanya. "Aldo berada di supermarket ini sebelum dia pergi ke jalan yang sama dengan Nyonya Diana. Jaraknya hanya dua kilo meter dari lokasi insiden. Jadi, saat itu, dia memang tak sengaja melintas ... setidaknya, itulah yang ingin dia yakinkan pada kita. Tapi, saya juga belum yakin dengan ini." Damar mengabaikan bukti visual itu. Ia tahu kebetulan yang sempurna adalah skenario yang paling mencurigakan. Lantas, Damar melipat kedua tangannya di dada, matanya memandang tajam ke flashdisk di meja, seolah bisa membaca data di dalamnya. "Sudah cek aliran dana Aldo semingg

  • ENAK, PAK DOSEN!   230. Masih Curiga

    “Tapi, Aldo bagaimana, Mas?” tanya Diana, suaranya kini terdengar lirih memohon dan khawatir. Matanya masih menoleh ke arah lampu ruang operasi, seolah ia benar-benar merasa bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Aldo. Menurut Diana, sikapnya ini masih biasa saja. Tak tahunya, suaminya yang cemburu akut itu tak mau menerima ini. Padahal, ia hanya khawatir pada Aldo, itu saja! Kini Damar menggerakkan rahangnya. Urat di pelipisnya menonjol, menahan amarah dan kecemburuan yang mendidih. Ia telah mencapai batasnya. Kemudian, Damar mengungkapkan kekesalannya dengan nada suara yang tak enak. "Kamu mau ikut aku ke dokter obgyn atau stay di sini menunggu dia, hah?" Damar menunjuk ke arah ruang operasi dengan gerakan kasar. "Lebih penting mana, emang? Aku atau dia? Kenapa kamu memikirkan dia yang bukan siapa-siapa sih, Yang?" Demi apa pun, Diana terperanjat. Kata-kata Damar terasa seperti cambuk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status