Share

3. Hukuman

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-08-14 00:17:28

“Aduh, dia ngenalin gue nggak ya? Kalau sampai dia tahu gue ada di kelasnya, mampus gue!”

Diana mencoba menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh rekan gemuknya yang ada di hadapan. Dia duduk dengan gelisah hingga membuat Fransiska yang ada di sampingnya nampak terkejut dengan tingkah Diana yang cukup aneh.

“Heh, lo kenapa sih? Takut nilai lo jongkok juga sama dosen ini?” tanya Fransiska dengan alis yang mengerut.

Tidak pikir panjang, Diana langsung menganggukkan kepalanya begitu saja karena tidak memiliki alasan lain untuk menjawab pertanyaan tersebut.

“Ya lo pikir aja! Mata kuliah yang diajarin sama dosen kita sebelumnya aja gue gagal terus karena dia galak! Apalagi, pria di depan sana gak kalah galaknya! Gimana gue gak takut coba? Ini sekali lagi gue gagal, gue bakalan gak lulus mata kuliah ini! Fix! Gue bakalan diamuk sama nyokap bokap gue!”

Tidak mengherankan bagi Fransiska, ketakutan seperti ini sudah biasa dia lihat. Maka, dia acuh saja tanpa curiga sedikitpun.

Dosen senior yang bernama Hendri itu menyita perhatian seluruh mahasiswa maupun mahasiswi yang ada di ruangan tersebut.

“Oke, diam, diam. Bapak di sini mau memperkenalkan dosen kalian yang baru di mata kuliah ini! Namanya Pak Damar Setyawan.” Sambil tersenyum, Hendri menoleh ke arah damar dan mempersilakan. “Pak Damar, silakan.”

Damar segera maju ke depan. Dia mulai memperkenalkan diri. Pria tampan yang mengenakan kemeja berwarna navy itu tersenyum kepada semua mahasiswa dan mengedarkan pandangannya.

“Selamat pagi, apa kabar semuanya? Mulai hari ini, saya yang akan mengajar mata kuliah manajemen keuangan di sini. Salam kenal semuanya.”

Kelas yang sebagian besar ditempati oleh mahasiswi ini mulai ramai. Mereka bersamaan menyapa dengan genit. Sesekali melambaikan tangan dan tersenyum malu-malu.

“Pagi, Pak!”

“Salam kenal, Pak!”

“Katanya, Bapak masih single ya?”

Damar menyahut dengan suara datar, “Apa itu penting?”

“Hmm, Bapak malu ngakuin ya kalo masih single?”

“Semoga kita bisa belajar bareng ya, Pak!”

“Yoi! Belajar sampai saya bisa jadi istri yang baik buat Bapak. Eh, ya ampun! Sampai bisa menguasai bisnis, Pak!” ralatnya.

Damar menggelengkan kepalanya. Dia melirik kepada Hendri. Hendri segera berpamitan. Ia meminta Damar untuk memberikan kesan pesan pertama pada mahasiswa dan mahasiswa yang ada di ruangan ini.

Setelah Hendri pergi, Damar segera bersandar pada meja kerjanya. Dia menggulung lengan kemeja tersebut hingga ke siku dan bersedekap di depan dada sambil memperhatikan semua anak didiknya.

“Sebelum kita mulai, mungkin ada yang punya pengalaman atau pertanyaan terkait penggunaan statistika dalam bisnis? Mari kita diskusikan bersama!”

Damar tidak melihat ke arah Diana hingga membuat Diana bersyukur. Tapi, wanita itu tidak bisa tenang sedikitpun dan dia ingin sekali kabur dari ruangan ini.

“Sebelum kita mulai, apakah ada pertanyaan?”

Gelengan kepala dari beberapa mahasiswa dan mahasiswi itu membuat Damar langsung pada intinya saja.

Damar telah bertanya kepada dosen yang Mengajar kelas ini sebelumnya dan sampai di mana materi mereka pelajari.

“Oke. Kita langsung ke intinya saja. Hari ini, kita akan membahas tentang Weighted Average Cost of Capital (WACC). Bagaimana cara menghitung biaya modal rata-rata tertimbang, dan bagaimana WACC digunakan dalam pengambilan keputusan investasi ....”

Beberapa mahasiswa tampak menyimak dengan seksama selama kurang lebih 20 menit. Namun, hal itu tak dilakukan oleh Diana.

Wanita itu sangat gelisah karena beberapa kali matanya bersilang tetap dengan Damar. Sayangnya, Damar tampak tak mengenalnya. Hingga kini, dia mendapatkan teguran dari dosen killer tersebut.

Damar menghentikan penjelasannya tentang WACC di tengah kalimat. Matanya yang dingin menyapu seluruh kelas, lalu berhenti pada seorang mahasiswi yang duduk di barisan belakang.

Mahasiswi itu tampak melamun. Tatapannya terlihat begitu kosong dan sama sekali tidak menyimak apa yang sedang dijelaskan Damar.

“Kamu ...,” kata Damar dengan nada suara yang menusuk.

Seluruh kelas terdiam. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi itu kompak menoleh ke pojok belakang kanan dan mendapati Diana tengah terbelalak.

“Hei, kamu! Yang duduk di pojok sana. Sedang memikirkan apa? Kenapa tidak menyimak pembelajaran saya dan justru menatap ke luar sana? Apa di luar sana ada kekasihmu?”

Diana tersentak kaget. Wajahnya memerah karena malu. Ia menjadi pusat perhatian seluruh orang yang ada di ruangan ini. Sesaat, ia mencoba mencari alasan, tapi lidahnya terasa kelu.

“Ma-maaf, Pak,” jawabnya gugup. “Saya ....”

“Siapa namamu?” potong Damar tanpa ampun. Dia sedikit familiar dengan wajah tersebut namun dia tidak yakin apakah yang dia lihat benar atau salah kali ini.

“Di-Diana, Pak,” jawab Diana sambil memejamkan mata, berharap tidak ada malapetaka setelah dia menyatakan namanya.

Damar mengangguk singkat. “Baik, Diana. Karena kamu tampak acuh dengan materi yang sedang saya jelaskan, mungkin kamu memang sudah paham. Coba jelaskan, apa yang sudah saya terangkan tentang WACC tadi?”

“Hah? WACC apa, Pak?” Diana semakin gugup. Ia mencoba mengingat apa yang baru saja dikatakan Damar, tapi pikirannya kosong. Ia hanya bisa menatap Damar dengan tatapan memelas.

“Berarti kamu tidak menyimak pelajaran yang saya sampaikan, ‘kan?”

“Em ... saya tidak tahu, Pak,” jawab Diana pada akhirnya. Dia menoleh ke arah Fransiska yang ada di sampingnya, seolah-olah tengah mencari informasi. “Hei, bilang apa tadi dosen kita tadi? dia jelasin apan?”

Fransiska nampak berkomat-kamit namun Diana tidak mengerti sama sekali apa yang dimaksud oleh wanita itu. Kini, Diana takut Damar akan semakin mengintimidasinya

Sedangkan di depan sana, Damar menghela napas panjang dan menampilkan kemarahan di wajahnya.

“Diana,” kata Damar dengan nada yang lebih rendah, tapi tetap tegas. “Di kelas ini, saya tidak mentolerir ketidakpedulian. Kalau kamu tidak suka dengan mata kuliah saya, silakan pergi dari sini!”

“Jangan, Pak! Beri saya kesempatan! Saya ... saya hanya tidak fokus karena ... kram ... ya, kram perut. Lagi dapet, Pak!”

Memicingkan mata, Damar tidak percaya dengan apa yang disampaikan oleh Diana barusan.

Kini, Damar menatap Diana dengan tatapan yang menusuk. “Kali ini kamu saya beri kesempatan. Pelajari kembali materi hari ini, dan saya akan bertanya lagi di pertemuan berikutnya. Jika kamu tetap tidak bisa menjawab, kamu akan mendapatkan konsekuensinya.”

“Ba-baik, Pak.”

Diana merasa sangat lega karena Damar tidak membahas masalah mereka tiga hari yang lalu. Tapi, ucapan pria itu layaknya ancaman keras gar dia takut padanya.

Kini, dia duduk dengan nyaman lagi lantaran Damar sudah kembali ke tempatnya semula dan mulai menerangkan sesuatu.

Setelahnya, Damar mengakhiri penjelasannya tentang WACC dengan suara datar. Ia menatap seluruh kelas dengan tatapan dingin, seolah mengamati reaksi mereka.

“Baiklah,“ katanya singkat. “Untuk memastikan apakah kalian benar-benar memahami materi ini, saya akan memberikan tugas. Silakan kerjakan soal latihan yang ada di halaman 45 yang sudah diberikan oleh dosen kalian sebelumnya, nomor 1 sampai 5. Waktu pengerjaan 30 menit. Tugas dikumpulkan hari ini juga di 20 menit terakhir mata kuliah saya. Apabila ada yang nilainya kurang, saya akan memanggil kalian ke ruangan saya!”

Seketika, ruang kuliah riuh rendah dengan suara protes.

Damar mengangkat tangannya, mencoba meredam suara protes mahasiswa. Tapi sia-sia.

Suara-suara keberatan semakin keras dan bersemangat, tak terkecuali Diana yang merasa ini adalah jebakan.

“Apa jangan-jangan pria itu ingin menguji gue? Kalau iya, mampus gue! Gue jelas dapat nilai minus karena gue emang bener-bener nggak bisa. Kalau sampai itu terjadi, gue nggak tahu deh apa jadinya gue setelah ini!” gumam Diana resah. Dia yakin, Damar ingin bertemu dengannya secara pribadi setelah ini.

“Tenang, tenang!” kata Damar dengan nada suara yang sedikit meninggi, membuat ruangan langsung senyap seketika. “Saya tahu ini pertemuan pertama. Tapi Manajemen Keuangan bukan mata kuliah yang bisa dipelajari dengan santai. Kalian harus terbiasa dengan tekanan dan tenggat waktu.”

“Tapi, Pak ....” Seorang mahasiswi mencoba menyela.

“Tidak ada tapi-tapian,” potong Damar dengan tegas. “Waktu 30 menit Saya rasa sangat cukup untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Jika kalian benar-benar menyimak penjelasan saya tadi, seharusnya tidak ada masalah.”

Damar menatap seluruh kelas dengan tatapan yang tidak terbantahkan. “Waktu dimulai dari sekarang. Silakan kerjakan tugasnya dan yang mendapat nilai buruk, siap-siap saja!”

Ruang kuliah kembali hening.

Mahasiswa dan mahasiswi mulai membuka buku dan mengerjakan soal latihan dengan wajah masam.

Beberapa dari mereka masih menggerutu, tapi tidak ada yang berani membantah perintah Damar.

****

Begitu tugas dikumpulkan dan dikoreksi, Damar menyeringai saat nilai Diana tidak mengerjakan satu pun!

Dia akhirnya bertanya pada Diana sambil menunjuk dengan spidolnya, “Hei, kamu!”

“Saya, Pak?”

“Ya, kamu! Kemari!” Begitu Diana mendekat, Damar mencecar. “Kenapa kamu tidak mengerjakan ini sama sekali? Apa kamu mencoba untuk menguji saya?”

“Pak, saya ....”

“Barusan saya mendapatkan laporan dari dosen sebelumnya kalau kamu selalu mendapatkan nilai minus! Bahkan sampai 4 kali. Dan sekarang kamu bahkan tidak mengerjakan satu soal pun! Untuk itu, setelah kelas ini selesai ... Datanglah ke ruangan saya!”

“Hah?”

“Mau tidak lulus di mata kuliah saya?”

“Ya ampun! Baik, Pak! Saya akan ke sana.”

Diana memejamkan mata. Dia memang tidak menulis apapun di lembar jawabannya lantaran tak tahu sama sekali mengenai kertas soal itu. Dan kini, dia memasang wajah terkulai.

Sambil melirik Fransiska, dia memerintah, “Kalau gue di DO, nanti lo harus sering-sering nyekar ke kuburan gue!”

Fransiska memekik, “Hah? Maksud lo?”

“Bokap sama Nyokap jelas bakalan bu*nuh gue kalau gue gagal lagi! Awas lo gak nyekar ke kuburan gue ntar!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   298. Pelajaran Setimpal

    “Kabar buruk apa, Dok! Katakan, apa yang terjadi pada anak saya! Apa dia ….”Damar tak melanjutkan ucapannya. Ia terlalu takut mengungkapkan apa yang menjadi ketakutannya sejak tadi.Saat dokter itu terdiam dan belum memberi penjelasan, Diana maju. Ia mendesak dengan suara serak basah, air matanya pun turut berderai.“Dokter … katakan ada apa! Anak saya selamat, ‘kan? Selamat, ‘kan? Iya, ‘kan, Dok? Tidak ada apa pun dengannya, ‘kan?”Dokter lelaki itu tampak mengembus panjang. Setelahnya, ia menyatakan, “Nona Shanum selamat.”Hal itu membuat Diana dan Damar bersyukur serentak. “Syukurlah. Lalu, apa yang terjadi?”“Begini, Tuan Damar dan Nyonya Diana. Karena Nona Shanum cukup lama tenggelam, dia mengalami edema paru.” Melihat kebingungan di wajah kedua orang tua itu, Dokter itu menjelaskan lebih lanjut, “Edema paru adalah kondisi di mana terjadi penumpukan cairan di paru-paru. Tenggelam dalam waktu lama menyebabkan air m

  • ENAK, PAK DOSEN!   297. Kabar Buruk

    “Sebenarnya apa yang terjadi sih, Yang? Kok Shanum tiba-tiba tenggelam di kolam?”Setelah shanum mendapatkan perawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat, Damar menghampiri istrinya yang tampak kacau. Diana juga bahkan masih mengenakan celemek hitam yang penuh tepung. Kini, Diana menoleh pada sang suami. Air matanya belum mengering saat ia memeluk erat suaminya. “Aku juga tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, Mas. Dari dapur aku tidak terlalu memperhatikanmu Claudia dan Shanum masih cekikikan di dekat kolam. Setelah itu, hening beberapa saat dan terdengar teriakan Claudia saja.”“Ck! Pasti ada sesuatu yang dilakukan Claudia pada putri kita!” tebak Damar. Ia tahu, Claudia itu anaknya sangat usil dan jahil. Maka tebakannya bisa saja benar.Meskipun Diana sempat curiga pada Claudia tetapi ia tidak ingin menyalahkan keponakannya tersebut. Lagi pula, sama suami juga belum mengecek CCTV di sekitar sana dan ia belum dapat menyimpulkan.“Mas, ka

  • ENAK, PAK DOSEN!   296. Pertolongan Pertama

    “Tolong! Tolong! Tante, Ommmmm! Shanum tenggelaaaaam!” Alih-alih berlari dan meminta bantuan pada orang-orang yang ada di dalam rumah, Claudia justru menjerit histeris. Di tepi kolam, Claudia masih maju mundur untuk menyelamatkan Shanum. Sesekali, ia mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk masuk ke dalam air. Tetapi mengingat kolam renang itu sangat dalam dan tidak diperuntukkan bagi anak kecil, maka ia mengurungkan niatnya. Sedangkan di dalam rumah, Diana menghentikan gerakannya ketika hendak memasukkan adonan kue ke dalam oven. Ia menoleh ke pintu sebelahnya dan berlari ke sana. Teriakan Claudia makin menggila dan ia sangat panik. “Claudia, ada apa?” tanya Diana Sambil menggerakkan tangannya agar Tantenya mendekat, Claudia berujar panik, “Om, Tanteeee! Shanum tenggelam! Tolongin, Tante, Om, tolongin! Aaaaaa! Itu! Itu Shanum tenggelam!” Diana menatap permukaan air kolam yang

  • ENAK, PAK DOSEN!   295. Tenggelam

    “Hoam ….”Damar menguap tatkala sampai di kediamannya. Semalaman, ia menjaga Jimmy dan sekarang, ia baru kembali ke rumah.Di ambang pintu, Sagara berjalan ke arahnya. Seketika, rasa lelahnya menguar begitu saja. Ia menggendong putranya yang menggemaskan sambil berjalan menghampiri Diana yang ternyata sedang membuat kue di dapur.“Sayang?”“Mas, kamu pulang?” Diana segera melepas celemeknya. Ia mencuci tangan kemudian menghampiri suaminya dan memberi pelukan singkat.“Iya, aku pulang. Capek, Yang.”“Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Aku siapin sarapan. Belum sarapan, ‘kan?”“Udah, Yang di jalan tadi. Aku mau mandi terus tidur sebentar.”“Oh, ya udah, Mas.” Diana segera mengambil Sagara dari gendongan Damar. Ia menenangkan bocah tampan itu yang merengek, seolah enggan lepas dari sang ayah. “Hm, nanti ikut Ayah lagi. Ayah capek, Boy.”“Mana anak-anak?” tanya Damar. Ia melirik ke seluruh penjuru rumah, tap

  • ENAK, PAK DOSEN!   294. DiAntara Dua Pilihan

    “Aku hanya ingin berdamai denganmu dan aku tidak ingin menambah konflik di antara kita. Jadi, lebih baik kamu setuju saja untuk mempertahankan anak itu sampai 8 bulan kedepan daripada aku memperpanjang masalah ini. Kau mengerti?” tekan Jimmy pada wanita cantik yang tengah menangis itu. Sejujurnya, Jimmy sangat kasihan pada Raline yang pasti sangat syok dengan kabar kehamilan itu. Tapi, Jimmy juga tidak bisa melakukan apapun karena semua sudah kejadian dan tidak bisa dicegah. Sial bagi Raline yang tidak menginginkan hal tersebut. Ia mengira tidak akan serumit ini tetapi ia salah. Jimmy tak akan mudah diluluhkan. “Demi Tuhan! Aku tidak Sudi mengandung anakmu dan jangan paksa aku untuk mempertahankannya! Kamu yang menghadirkan anak ini ke dunia! Kalau kamu mau mempertahankannya, silakan ambil dan kandung sendiri! Aku tidak mau membawa beban itu selama 8 bulan ke depan!” tolaknya mentah-mentah. Raline membayangkan anak yang dik

  • ENAK, PAK DOSEN!   293. Ditangkap

    “Aku harus pergi. Paling tidak aku harus menjauhi Pak Damar sementara waktu. Masalah anak, bisa ku gugurkan di luar negeri. Toh, di beberapa negara melegalkan aborsi karena banyak juga orang yang terjebak ONS, atau apa lah itu. Ya, ya, ya. Aku akan mengungsi ke tempat Bibi di Jiangsu, dan aku akan aman.”Setelah kabur semalaman dan bersembunyi di rumah temannya agar tak dikejar orang-orang suruhan Damar, Raline segera menuju bandara.Semalaman Raline mencari tiket ke China dan akhirnya pagi ini pukul 8 ia akan bertolak ke China.Kini, Raline berdiri mematung di tengah hiruk pikuk Bandara. Ia tak membawa banyak barang. Hanya sebuah tas ransel berisi beberapa potong pakaian, powerbank, juga dompet. Tapi, tas ransel itu cukup memberatkan. Ia sampai terengah-engah karena berlari sambil membawa beban berat.“Ck! Ayolah, jangan membuatku susah! Ayo cepat pergi sebelum tertangkap!” Sebenarnya semalam, Raline tidak bisa tidur sama seka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status