Home / Romansa / ENAK, PAK DOSEN! / 5. Kau Sudah Basah, Baby!

Share

5. Kau Sudah Basah, Baby!

Author: OTHOR CENTIL
last update Last Updated: 2025-08-14 00:27:29

Malam itu, Diana diminta datang ke apartemen milik Damar.

Namun saat dia masuk, dia dikejutkan dengan lembaran dokumen di atas meja yang telah dipersiapkan oleh Damar kala itu.

"Apa harus memakai surat pernyataan, Pak?" tanya Diana menatap banyaknya berkas tersebut.

"Iya. Saya tidak mau mengambil resiko." Damar menyesap rokok elektrik miliknya. "Bisa saja kamu ingkar, bukan?"

"Anda meragukan saya? Ya sudah, mana pulpennya?" putus Diana tanpa berpikir panjang, dia membubuhkan saja tanda tangan serta cap jempol.

"Apa kamu tak mau membaca poin demi poin yang—"

"Bapak, kita itu mau bercinta atau berdiskusi saja?" desak Diana dengan kesal.

Kali ini, Diana sudah tidak tahan. Hentakan Damar malam itu membuatnya ketagihan ingin lagi dan lagi.

Setidaknya satu ronde untuk malam ini, maka tak apa bukan?

"Kamu terburu-buru sekali, Diana. Bukankah lebih enak jika kita lebih dekat dahulu sebelum melakukan penyatuan? Aku rasa, setidaknya kita butuh—"

Diana lekas berpindah dan duduk di pangkuan Damar dengan menatap tajam. "Aku tidak suka berbasa basi. Bagiku, lebih cepat lebih baik dan saya bisa pulang," tuturnya berbisik lirih di dekat telinga Damar.

"Itulah akibatnya jika kamu tak membaca persyaratan yang aku berikan. Bukankah disana tertera jika kamu akan melayaniku satu malam penuh?" tanya Damar sambil meremas bokong besar yang terbungkus hotpants tipis tersebut.

"Ap- apa? Semalaman penuh?" Diana meneguk ludah.

Apakah dia akan dijadikan budak seks?

"Ya. Termasuk keluar di dalam dan tidak memakai pengaman. Kau sudah menandatanganinya!" tegas Damar yang membuat Diana hendak menjauh.

"Kok gitu sih, Pak? Kalau saya hamil gimana? Gak, gak! Pakai karet pengaman! Titik!"

"Itu pandai-pandainya kamu saja. Aku akan merekomendasikan dokter terbaik untukmu nanti untuk berkonsultasi masalah kontrasepsi yang aman. Bagaimana? Karena kontrak kita buka satu atau dua bulan. Tapi, satu semester ke depan. Masa depanmu tergantung dengan pelayananmu di atas ranjang, Diana." Tegas, lugas dan membuat Diana tak berkedip sedikit pun.

"Tenang saja, itu semua akan ku bayar dengan mahal sesuai janjiku. Asalkan kau bisa memuaskan ku, maka ... aku mau memberimu lebih. Oh. Kau sudah basah, ternyata.” Damar menyeringai. Menelusupkan jemari nakalnya untuk menggerayangi lekuk tubuh sang gadis muda.

Perlahan, meremas dua gundukan kenyal di kanan dan di kiri. Saat Diana mengalungkan kedua lengan di leher, bibir penghisap tembakau berapi tersebut lantas memagut bibir tipis Diana hingga brutal.

Sampai suatu ketika, mereka saling melepas pakaian yang melekat pada tubuh keduanya.

Bertelanjang menuju ke atas pembaringan, bibir saling memagut tanpa henti. Bahkan tanpa rasa canggung, Diana mendesah penuh kenikmatan mana kala serangan bibir Damar yang sangat ahli.

“Eumh ….”

"Apa kamu sudah siap?" tanya Damar sambil mendorong tubuh Diana untuk merebah di atas ranjang.

Sebelum adegan tumbuk menumbuk, Diana mencegah dada Damar agar tak menekannya. "Tapi, Pak. Bagaimana jika ... keluarkan di luar saja? Saya belum antisipasi sama sekali," tutur Diana nampak takut.

Jika melakukan dengan sang kekasih, tentu kekasihnya itu akan memakai pengaman dan menjaganya supaya tidak hamil.

Tapi kali ini? Dia tak mau kecolongan. Bodohnya dia yang memang tak suka membaca, sehingga langsung menandatanganinya saja tanpa memikirkan resiko ke depannya.

"Jika kamu tidak subur, kenapa harus takut?" tanya Damar sambil menelusupkan jemarinya pada celah yang berada di pangkal paha Diana.

Bahkan tanpa persetujuan, Damar memasukkan dua jarinya dan mulai memaju mundurkan pelan supaya Diana lekas menyala.

"Ssssh. Bagaimana jika Bapak saja yang pakai pengaman?" Masih dalam hal bernegosiasi.

Diana takut tertular penyakit kelamin. Sebab Damar tentunya bukan lelaki biasa. Pemuda berstatus single dengan umur yang masih tergolong sangat muda tersebut pastinya sudah malang melintang di dunia persel*ngkangan.

Entah dirinya calon sugar Baby Damar Setyawan yang ke berapa. Demi nilai yang memuaskan, Diana rela mengobral diri pada pria tampan ini.

"Sssh, Pak!" Diana memekik. Kocokan pada alat kelaminnya semakin cepat dan membuatnya belingsatan.

"Kau tahu jika memakai pengaman tentu tidak nyaman, Jadi, jangan memintaku menggunakan itu. Aku lebih suka mengeluarkannya di dalam. Itu lebih melegakan," jelas Damar yang masih melakukan aktivitasnya mengoyak celah sempit Diana menggunakan dua ruas jari telunjuk dan jari tengah.

Bahkan, bunyi kecipak khas terdengar serta erangan manja Diana menambah hawa nafsunya semakin memuncak.

"Tapi, apakah Bapak aman dari—"

"Kamu pikir aku penyakitan? Selama ini aku hanya melakukannya dengan satu wanita. Entah dengan dirimu sendiri. Yang sudah berapa banyak burung bersarang di sini. Apa iya baru aku saja? Atau, kau pernah melakukannya dan operasi keperawanan?” tutur Damar mencibir. Ia tahu, semua bisa dilakukan bila banyak uang.

Diana hanya bisa memekik. Dia meremas ujung bantal sebagai penyaluran rasa tak nyaman.

Tubuhnya melengkung beberapa kali. Bahkan Damar sengaja mempermainkannya. Disaat hendak mendapatkan pelepasan, justru Damar memelankan laju gerakan tangan.

Sampai pada akhirnya, Diana pun pusing sebab pelepasan yang tertunda. Napas terengah dan kedutan pada inti tubuhnya semakin menjadi. Namun, seolah Pak Dosen galak ini mau melepaskan kedua jari itu dari lubang surgawinya.

"Pak, jangan main-main!" ucap Diana kelojotan. Dia bahkan mendorong tangan Damar supaya tidak mempermainkannya dan menyiks* seperti ini. Namun sial, Damar suka sekali mempermainkannya.

"Katakan, sudah berapa banyak yang masuk ke sini?" tanya Damar ingin tahu. Ia menduga, sudah banyak lelaki yang mencicipi tubuh molek tersebut.

"Baru Bapak aja. Auh .. emph. Pak, lepas!" Diana semakin tersiks*.

Saat dia hendak mendapat pelepasan, Damar memelankan lagi kocokan itu sehingga dia ingin sekali menaiki dosennya sendiri dan bergerak liar di sana.

"Jawab dulu. Berapa—"

“Ya ampun! Gak percayaan banget! Cuma Bapak aja! Ssshh! Paaak, masukin cepet!" ibanya saat Damar hampir membuatnya lemas, namun gagal lagi.

"Bohong!"

"Saya jujur. Sssh. Lepas, Pak. Sssh," ucap Diana meronta dengan tubuh yang sudah basah akibat keringat.

Sudah terbakar api birahi, Damar lantas menarik jarinya dan mengelap menggunakan sprei.

Dia lantas bergerak cepat, menindih Diana dengan kuat. Lalu, melesakkan batang panjang pada kedua celah di pangkal paha Diana tanpa aba-aba.

"Ih besar." racau Diana saat merasakan benda besar nan panjang menembus, menyodok sampai rasanya mentok ke ulu hati.

Damar lagi menyeringai. Dia akan mengerjai gadis ini sampai pagi.

Sentakan dan hujaman kasar itu justru membuatnya lebih bergairah. Miliknya terasa dimanjakan dengan begitu nikmat.

Ini sensasi yang luar bisa dibandingkan dengan dua kekasihnya dulu yang selalu dia puja.

Dari segi diameter dan panjang, Pak Damar lah pemenangnya. Sampai setengah jam kemudian, mereka terkapar mendapatkan pelepasan masing-masing.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ENAK, PAK DOSEN!   143. Woman On Top

    Beberapa hari setelahnya, keintiman mereka semakin membara. Aktivitas ranjang seolah menjadi ritual wajib yang tak pernah mereka lewatkan. Setiap sentuhan, setiap ciuman, terasa begitu istimewa dan membangkitkan gairah yang tak pernah padam. Contohnya seperti pagi ini. Damar sudah siap bekerja, mengenakan kemeja rapi yang membungkus tubuh atletisnya. Aroma parfumnya yang maskulin memenuhi ruangan, membuat Diana semakin terpikat. Namun, saat Damar hendak melangkah keluar kamar, Diana tiba-tiba merengek manja, menarik ujung kemejanya dengan tatapan memelas. "Mas ... jangan pergi dulu, dong .." rengek Diana dengan suara yang dibuat-buat, bibirnya mengerucut lucu. "Aku pengen lagi ... pengen banget ...." Ia melingkarkan tangannya di pinggang Damar, mendekatkan tubuhnya hingga dadanya menyentuh dada bidang suaminya. Lalu, ia mendongak, menatap Damar dengan mata berbinar

  • ENAK, PAK DOSEN!   142. Desah Manja Penyatuan Sempurna

    Diana mengangguk, menyetujui ajakan suaminya. Dengan gerakan anggun, ia bangkit sejenak dari posisi berbaringnya. Dalam posisi duduk, Diana melepaskan gamis tidur dan pakaian dalamnya hingga tubuhnya telanjang sempurna, memamerkan lekuk tubuhnya yang indah dan menggoda. "Ayo, Mas. Aku sudah siap dijenguk 'adek'!" bisiknya dengan nada menggoda, matanya berbinar nakal menatap suaminya. "Oke, Sayang. Sebentar, ya?" jawab Damar dengan suara serak yang membangkitkan gairah. Ia menggelengkan kepalanya samar, berusaha menenangkan diri dan mengendalikan hasratnya yang sudah membara. Melihat kelakuan manja Diana, ia makin terbuai dalam pesonanya. Bibit-bibit cinta di hatinya telah tertanam sejak lama, menghujamkan akarnya erat-erat, tak tergoyahkan oleh badai dan cobaan. Ia tak pernah menginginkan kata berpisah, apalagi mengucapkan kata talak yang dibenci oleh Tuhannya. Baginya, Diana

  • ENAK, PAK DOSEN!   141. Sudah Siap?

    Dalam keheningan kamar, dua insan itu berpelukan erat, menyatukan jiwa. Diana, dengan pipi merona dan suara berbisik, menyampaikan hasratnya yang membara. Tak ada kata terucap setelah itu, hanya debaran jantung yang saling bersahutan. Damar larut dalam gelora cinta, membalas pelukan istrinya dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya sedetik pun. Ia sengaja mengosongkan jadwal mengajarnya hari ini, semata-mata hanya untuk menemani sang istri yang tengah mengandung, yang akhir-akhir ini menjadi sedikit lebih rewel dari biasanya. "Kau yakin ingin melakukannya, hum?" bisik Damar lembut, menyelami tatapan penuh gairah Diana. "Pelan-pelan saja tidak masalah, kan, Mas?" jawab Diana dengan nada manja menggoda, bibirnya sedikit mengerucut, matanya berbinar nakal. Jemari lentiknya mulai menari-nari di dada bidang suaminya, seolah memanggilnya untuk mendekat. Dengan gerakan gemulai, Di

  • ENAK, PAK DOSEN!   140. Menjenguk Baby

    "Lah iya. Kamu maunya apa? Biar kubelikan di luar. Makanan, minuman, atau jus buah naga putih seperti tempo hari?" ujar Damar. Kenangan tentang kejadian kemarin, usai mengantar Diana dari dokter kandungan, kembali menyeruak. Setelah mengantarkan istrinya pulang, barulah Damar bergegas mencari jus buah naga yang diidamkan. **** Kilasan balik ke hari sebelumnya. "Ini jus buah naganya, Sayang," sapa Damar. Senja telah lama berlabuh, menyulitkan pencarian jus buah naga sesuai keinginan istrinya. Atau lebih tepatnya, rasa lelah dan enggan menyeret langkah Damar untuk mencari terlalu jauh. Rasa girang membuncah saat berhasil menggenggam minuman yang diidamkan sang istri. Sebuah tugas baru yang mulai kini menjadi favoritnya. Namun, begitu tiba di rumah, Diana justru menyambutnya dengan wajah masam. "Mas, aku tidak mau jus buah naga merah. Maunya yang putih

  • ENAK, PAK DOSEN!   139. Aku Pengen, Mas!

    Senin pagi itu, Diana kembali merasakan tubuhnya kurang sehat. Walaupun tidak mengalami morning sickness seperti kehamilan sebelumnya, sensasi berat di kepala membuatnya enggan meninggalkan tempat tidur barang sekejap. Usia kandungannya kini menginjak lima minggu, terhitung sejak pemeriksaan USG kemarin sore. Dokter menyarankannya untuk menghindari aktivitas berat dan menjauhi pikiran negatif. "Masih pusing?" tanya seorang pria sambil membelai rambut Diana yang sedikit berantakan. "Iya, Mas," jawab Diana, bermanja sambil memeluk suaminya erat saat jam menunjukkan pukul 07.00 pagi. Ia mendekap Damar, seolah tak ingin membiarkannya pergi. "Tidak mual atau muntah seperti dulu?" Damar menatapnya dengan cemas. Ia merasa tidak tenang harus pergi ke kampus, meninggalkan istrinya yang tampak tak berdaya. Diana menggeleng lemah. "Pusing, rasanya seperti berputar. Tapi tidak mual sama sekali. Hanya berat saja. Seperti

  • ENAK, PAK DOSEN!   138. Clear

    “Maaas,” Diana memanggil dengan suara lirih. Damar langsung menyingkirkan bahu Dokter Lidia, ia menerobos masuk ke dalam brankar perawatan yang ditutupi tirai hijau setinggi tiga meter. “Diana, apa yang sakit? Di mana? Kamu mau apa?” Damar memberondong istrinya dengan berbagai pertanyaan, matanya menelisik setiap inci wajah Diana, mencari tanda-tanda kesakitan. Dadanya hampir saja berhenti berdetak kala Diana tak sadarkan diri tadi. “Aku masih benci kamu, Mas!” jawab Diana ketus, lalu memalingkan wajahnya, teringat kembali kejadian di parkiran. Damar mengalah, mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah. “Oke, benci boleh. Silakan. Tapi aku—” “Maaf, Tuan Damar. Ada yang ingin bertemu dengan Anda,” potong seorang perawat sambil membuka tirai. Perawat itu membawa seorang wanita cantik dan seorang anak laki-laki. Bukan Yola, wanita yang tadi. Tapi wanita yang berbeda, sedikit lebih tua, dan bersama seorang pria yang berp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status