Home / Romansa / ENAK, PAK DOSEN! / 5. Godaan Maut

Share

5. Godaan Maut

Author: OTHOR CENTIL
last update Huling Na-update: 2025-08-14 00:27:29

“Apartemennya sudah bersih? Yakin Bapak mau nyuruh saya bersihin ruangan ini? Kelihatannya nggak kotor-kotor banget?”

Setelah negosiasi yang cukup alot kemarin, akhirnya Diana datang ke sebuah apartemen elit pemilik Damar yang terletak di pusat kota.

Begitu dia masuk, dia disuguhkan dengan pemandangan yang begitu indah. Semua barang tertata dengan rapi, bersih, dan ... dia bingung harus melakukan apa.

“Bukankah kamu yang ingin membersihkan apartemen saya? Saya bahkan hanya ingin kamu mengembalikan uang milik saya!” jawab Damar sambil menghempaskan tubuh di sofa. Dia memperhatikan Diana yang juga menyusulnya dengan wajah cemberut.

“Ck! Bapak tahu kalo saya gak bisa ngembaliin uang itu!” gerutu Diana sambil memajukan bibirnya.

Damar agak tertarik mengulik kisah wanita itu. Lantas, dia bertanya, “Kenapa? Bukannya nominal 260 juta sangat mudah kamu dapatkan? Kamu anak orang kaya, saya rasa nominal itu sangat kecil bagi seorang putri Atmaja.”

Damar sebenarnya merasa amat bersalah karena mengambil malam pertama gadis ini. Dia bahkan berniat untuk bertanggung jawab. Takut bila Diana hamil.

Namun, sialnya wanita ini tak bisa melakukan apa pun. Kalau dijadikan istri, bisa apa nanti?

Diana segera mendekati Damar, duduk tepat di pangkuan pria berwajah dingin itu dengan tatapan buas.

Ketika dua telapak tangan memegangi pundak Damar, Diana menjawab, “Pak ... keuangan saya semuanya lagi berantakan. Gara-gara nilai saya yang minus, Papa saya ngusir saya dari rumah. Gak hanya itu, semua kartu kredit dan ATM Saya dibekukan.”

“Lalu, apa itu masalah saya?” tanya Damar dengan dingin. Meski ia mulai tergoda dengan mahasiswinya ini, namun ia tak mau gegabah.

“Ya, ya, ya. Saya tahu itu bukan masalah Bapak! Tapi, ....” Diana memasang wajah sendu. Kini, dia terus merayu Damar agar mau menuruti keinginannya. “Saya terlunta-lunta, gak boleh pulang sejak kemarin. Jadi, ... boleh ya saya tinggal di sini?”

Sambil memutar jari di dada Damar dan memainkan rambut tipis yang ada di sana, Diana berharap Damar mau memberinya maaf. Atau paling tidak, melunaskan hutangnya dengan … tubuhnya.

“Boleh! Tapi, tinggal di sini gak gratis,” ungkap Damar sambil mengenyahkan Diana dari atas tubuhnya.

Ia tak mau hal ini berkelanjutan, karena niatnya ke sini untuk memberitahu Diana agar bisa lebih bertanggung jawab dengan kemampuan Diana. Bukan menyerah begitu saja pada keadaan dan menghalalkan segala seperti ini.

“Pak! Saya ‘kan udah setuju! Masa Bapak minta bayaran lagi?” Bibir Diana mengerucut. Tawarannya pada Damar ternyata sama sekali tak menguntungkan.

“Saya tidak meminta bayaran. Asalkan kamu mau bekerja menjadi asisten rumah tangga saya selama 5 tahun, saya bisa membuat hutang-hutang itu lunas?”

“Apa?” Diana tentu saja terkejut dengan ucapan pria itu yang terkesan ingin menjebaknya seumur hidup di sini. “Lima tahun? Bapak nggak salah? Bapak mau cari istri atau cari pembantu? Bapak gak ada pacar emang?”

“Ada,” sahut Damar dengan acuh. Dia berdiri sambil menuju ke meja pantry yang ada di dekat dapur mini. Sedangkan Diana sendiri mengikutinya dari belakang.

Diana tetap melayangkan protes meskipun dia sadar bahwa apa yang dia lakukan tidak akan berpengaruh sama sekali. “Ya kalau ada kenapa Bapak minta saya menjadi pembantu selama 5 tahun? Apa kekasih Bapak nggak akan curiga? Bisa-bisa saya disangka perebut pacar orang kalau selama itu saya tinggal di sini? Bapak kalau ngasih persyaratan itu mbok ya yang masuk akal gitu loh! Berapa bulan kek, ini malah 5 tahun. Udah deh, kalo gitu nikahin saya aja! Gak rugi Bapak nikahin saya! Atau gini aja, Bapak jadiin saya sugar Baby gratisan! Saya lebih suka!”

Sambil menuangkan wine ke dalam gelas, Damar memicingkan mata menatap wanita tersebut. Tak tertarik dengan kalimat terakhir. “Gak rugi? Apa kamu nggak salah? Kamu aja nggak bisa ngapa-ngapain, bahkan aku gak yakin kamu bisa megang sapu dan kain pel. Yakin mau jadi istri saya? Yang ada, saya stress kalau kamu gak bisa apa-apa. Rumah tambah berantakan dan itu akan membuat mood saya buruk!”

“Ya, terus Bapak maunya gimana? Dikasih badan saya, Bapak gak mau. Saya jadi pembantu setengah tahun di sini, Bapak juga gak mau. Pusing pala Barbie!” Sambil mendengus, Diana pergi meninggalkan Damar. Dia hendak meraih sapu, namun tak ada sapu di mana pun hingga dia berbalik menghampiri Damar lagi

“Mana sapu? Katanya nyuruh saya jadi pembantu?” tanya Diana.

Dagu Damar terangkat, menunjuk beda di bawah kaki Diana yang bergerak memutar, “Di sini gak ada sapu, semua urusan sapu dan ngepel udah ada robot yang bersihin. Kamu gak lihat itu bergerak kesana kemari sejak tadi?

Mat Diana berpendar. Pandangannya tertumbuk pada sesosok benda bulat yang bergerak di lantai secara otomatis.

Ah iya! Kenapa dia tidak kepikiran?

Lalu, Damar meninggalkan pantry. Sebelum pergi, dia memberi pesan pada Diana. “Tugasmu cuci dan setrika baju saya, bereskan kamar saya, siapkan baju kerja saya, dan masak! Itu aja!”

“Masak? Ya ampun! Saya gak bisa, Pak?” Diana tetap mengerucutkan bibir. Jangankan masak, memegang spatula saja gak pernah.

Gimana ini? Haruskah dia kursus?

Sayangnya, Damar tetap kekeuh padanya. “Gak ada niatan mau belajar?”

Menghela napas lelah, Diana kini berdiri di depan Damar sambil mendongak, “Ya mau! Tapi kalau nekat belajar sendiri, masakan saya jelek tidak enak. Bapak bisa bisa keracunan! Yakin masih ingin mau makan masakan saya?”

“Saya akan beliin buku resep. Gak ada salahnya belajar. Oh iya, di dapur ada TV yang udah terhubung ke internet. Cari aja tutorial masak, dan tutorial mencuci, lalu menyetrika. Ketika saya pulang nanti, semua itu harus beres.”

Diana kemudian melakukan perintah pria itu. Dia segera mengambil remote TV dan melihat tutorial masak.

*****

Damar masuk ke dalam apartemen setelah mengambil makanan di lobby. Namun begitu dia masuk dan menutup pintu, tetiba seseorang menempel padanya dari belakang.

Saat berbalik badan, ia syok saat mendapati Diana yang hanya memakai bikini.

“Diana, apa yang kamu lakukan?”

“Saya gagal masak! Cabenya meletus saat saya goreng buat sambal, mesin cucunya juga gak tahu kenapa, ada bunyi geluduk-geluduk.”

“Jadi, kamu gagal?”

“Oke, saya akuin saya gagal dalam semua hal.” Tanpa menunggu aba-aba, Diana segera menyerbu ke arah Damar, memeluknya erat dan menggosok sesuatu di pangkal paha Damar. “Ih, udah bangun aja! Ayo, Pak! Saya mau bayar utang! Bapak mau, ‘kan? Saya diatas deh!”

Damar pun bimbang dengan godaan maut Diana. Haruskah melakukannya?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • ENAK, PAK DOSEN!   5. Godaan Maut

    “Apartemennya sudah bersih? Yakin Bapak mau nyuruh saya bersihin ruangan ini? Kelihatannya nggak kotor-kotor banget?”Setelah negosiasi yang cukup alot kemarin, akhirnya Diana datang ke sebuah apartemen elit pemilik Damar yang terletak di pusat kota.Begitu dia masuk, dia disuguhkan dengan pemandangan yang begitu indah. Semua barang tertata dengan rapi, bersih, dan ... dia bingung harus melakukan apa.“Bukankah kamu yang ingin membersihkan apartemen saya? Saya bahkan hanya ingin kamu mengembalikan uang milik saya!” jawab Damar sambil menghempaskan tubuh di sofa. Dia memperhatikan Diana yang juga menyusulnya dengan wajah cemberut.“Ck! Bapak tahu kalo saya gak bisa ngembaliin uang itu!” gerutu Diana sambil memajukan bibirnya.Damar agak tertarik mengulik kisah wanita itu. Lantas, dia bertanya, “Kenapa? Bukannya nominal 260 juta sangat mudah kamu dapatkan? Kamu anak orang kaya, saya rasa nominal itu sangat kecil bagi seorang putri Atmaja.”Damar sebenarnya merasa amat bersalah karena me

  • ENAK, PAK DOSEN!   4. Budak Di Atas Ranjang

    “Masuk gak ya? Masuk, enggak, masuk, enggak.” Diana menghitung jari jemarinya sambil sesekali menggigiti kuku. Resah!Sejak 2 menit yang lalu telah tiba di depan ruangan dosen barunya itu. Namun, hatinya dilanda gelisah lantaran takut bila pria yang ada di dalam sana akan memangsanya hidup-hidup. “Masuk kena sembur sama si singa, kalo enggak kena DO. Lebih baik masuk, hadapin singanya. Siapa tahu dia mau daging, ‘kan? Di bawah ada daging wagyu, gurih dan legit pula! Siapa tahu, ... itu bisa gue gunain buat pelet dosen killer itu. Lagi pula ... ya wajar aja sih kalau pria di dalam sana marah. Kemarin ‘kan gue nguras 3 kartu kreditnya sampai 250 juta lebih. Ya ampun! Gue emang suka banget berhadapan dengan maut.” Setelah mempertimbangkan matang-matang mengenai apa yang harus Diana lakukan, pada akhirnya dia mengetuk pelan. Ketukan ke tiga kali, hingga terdengar sahutan dari dalam sana. “Masuk!” “Mampus! Dari suaranya yang datar itu, gue udah tahu kalau pria itu benar-benar galak!

  • ENAK, PAK DOSEN!   3. Hukuman

    “Aduh, dia ngenalin gue nggak ya? Kalau sampai dia tahu gue ada di kelasnya, mampus gue!” Diana mencoba menyembunyikan wajahnya di belakang tubuh rekan gemuknya yang ada di hadapan. Dia duduk dengan gelisah hingga membuat Fransiska yang ada di sampingnya nampak terkejut dengan tingkah Diana yang cukup aneh. “Heh, lo kenapa sih? Takut nilai lo jongkok juga sama dosen ini?” tanya Fransiska dengan alis yang mengerut. Tidak pikir panjang, Diana langsung menganggukkan kepalanya begitu saja karena tidak memiliki alasan lain untuk menjawab pertanyaan tersebut. “Ya lo pikir aja! Mata kuliah yang diajarin sama dosen kita sebelumnya aja gue gagal terus karena dia galak! Apalagi, pria di depan sana gak kalah galaknya! Gimana gue gak takut coba? Ini sekali lagi gue gagal, gue bakalan gak lulus mata kuliah ini! Fix! Gue bakalan diamuk sama nyokap bokap gue!” Tidak mengherankan bagi Fransiska, ketakutan seperti ini sudah biasa dia lihat. Maka, dia acuh saja tanpa curiga sedikitpun. Dos

  • ENAK, PAK DOSEN!   2. Pria Itu ...

    “Ah ... ya ampun, sakit banget!” Pagi itu, Diana bangun dengan tubuh yang terasa sangat remuk. Terlebih di are intinya, sangat nyeri.Dia segera bangkit dari tempat tidurnya dan bersandar pada headboard ranjang. Ketika dia menoleh ke samping, terlihat seorang pria dengan punggung tegap tengah tertelungkup di atas bantal. Rambut hitam lebat pria itu menutupi seluruh wajah. Karena sangat penasaran, Diana pun menyibak rambut itu. “Ya ampun! Apa pria ini baru saja bermalam denganku?” Melihat kondisi sekitar yang sangat kacau, Diana menduga bila dia memang melakukan itu. Seketika, ingatannya berputar ke beberapa jam yang lalu. Seingatnya, dia mabuk dan secara tidak sadar dibimbing oleh seorang lelaki yang baru dikenalnya menuju ke lantai atas bernama Ganendra. Dan ternyata, dia justru bermalam dengan pria asing. Lantas, ke mana Ganendra? Samar-samar Diana mengingat jika dirinya menggoda pria ini semalam dan meminta uang. Jika pria yang ada di sampingnya itu masih tertidur lelap,

  • ENAK, PAK DOSEN!   1. One Night Stand

    “Eumh … kenapa diam saja? Ayo kita ke kamar dan ber-cin-ta! Apa kau bisa memberiku uang setelah ini?” racau Diana sambil mengalungkan tangan kepada pria asing yang ada di lorong itu. “Berapa yang kau minta?” Bagai kucing diberi ikan, siapa yang akan menolak? Meski pria ini tidak mengenal wanita yang tetiba memeluknya, tapi hasrat bergelora dalam dirinya tak bisa ditahan. “Tidak banyak! Hanya … 10 juta. Dan kau tahu, aku masih perawan! Ha ha! Kau pasti suka, ‘kan? Bagaimana kalau kita ke dalam sana. Kau tahu, milikku sudah … basah ….” Bibir tipis Diana menggumam, cekikikan dan tatapannya sayu karena dia menenggak alkohol begitu banyak. Sedangkan pria yang ada di depan Diana tadi menyeringai. Dia baru saja meeting dengan seseorang di bar ini dan memesan minuman. Ternyata, minuman itu itu mengandung obat perangsang. Dan sialnya, dia tak dapat menahan semua itu. Dia juga butuh penyaluran hasrat. Kalau ada yang menawarinya untuk bermalam bersama, kenapa tidak? Lagi pula, nomi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status