Xander dan Prudence membuat surat perjanjian di depan Shana Park Diaz yang masih tidak setuju dengan keputusan gegabah putrinya.
Surat perjanjian itu berisikan banyak hal, termasuk memberikan nama belakang Xander jika Prudence hamil dan melahirkan anak itu. Xander juga wajib memberikan biaya bulanan ke Prudence yang sudah disepakati nominalnya. Satu hal yang membedakan, mereka tidak akan tinggal bersama karena Prudence masih mempersiapkan lukisan yang akan dia pamerkan tahun depan. Prudence tidak mau pindah ke Oslo karena studionya di New York dekat dengan lokasi pameran dan dia tidak mau repot-repot memindahkan semua. Xander tidak masalah karena dia jadi tidak perlu melihat Prudence setiap hari. Usai menyelesaikan urusan kontrak pernikahan, Xander pun kembali ke apartemen milik keluarganya dan mereka pun mempersiapkan semua berkas untuk pernikahan di kantor catatan sipil di balaikota Manhattan. Prudence sendiri memilih untuk menyendiri di studionya yang berada beda dua blok dari penthouse orang tuanya. Prudence tidak mau mendengar apa pun hingga ponselnya dia buat silent. Sudah pasti sepupunya yang lain akan ribut mendengar kejadian yang menimpa dirinya. Prudence tiba di apartemen studionya dan langsung masuk ke dalam kamar mandi guna mengalirkan air di bathubnya. Aku butuh berendam air hangat untuk membersihkan diri dan menenangkan hati, batinnya. Prudence membuka bajunya di depan cermin dan baru menyadari betapa banyak jejak-jejak percintaan di beberapa titik. Terutama dada dan punggungnya. “Aku dan Xander melakukan seperti apa kemarin? Ya Tuhan …. “ Prudence terduduk di lantai kamar mandinya dan menangis keras. Dirinya benar-benar yakin bahwa ini bukan mimpi buruk … ini kenyataannya! Dia sudah tidur dengan Xander! Prudence menangis cukup lama di lantai hingga dia capek sendiri. Perlahan, Prudence bangun dan masuk ke dalam bathub. Dia merasa dunia tidak adil karena dia berusaha menjaga miliknya dan sudah memutuskan untuk tidak menikah usai patah hati, tapi kenapa harus berhubungan dengan pria yang paling dia benci! “Apa aku nanti hamil, Tuhan? Kalau boleh aku meminta, jangan sampai aku hamil … Aku tidak mau hamil anaknya Xander!” ucapnya sambil mengusap air matanya. Keesokan harinya, menjelang malam hari, kedua orang tua Xander datang dari Oslo Norwegia bersama dengan Alexandra, adik dari Xander. Sasa Hadiyanto Horance, ibu Xander, langsung memeluk Prudence dan Xavier, ayahnya, langsung memeluk Rodrigo, ipar sekaligus sahabatnya. Mereka semua meminta maaf dengan peristiwa yang tidak mereka duga akan terjadi. “Maafkan Xander, Rodrigo. Aku benar-benar menyesal,” ucap Xavier dengan penuh sesal. “Aku sudah maafkan karena ini sudah terjadi. Xander pun mau bertanggung jawab. Kami sudah mempersiapkan semuanya dan besok Sabtu, Pru dan Xander akan menikah di kantor catatan sipil balaikota Manhattan. Berkas-berkasnya sudah kami berikan dan sudah oke menikah.” Rodrigo menoleh ke arah Prudence yang menangis dalam pelukan Sasa. “Maafkan tante Sasa ya Pru … Tante tidak bisa mendidik anak Viking dengan baik.” Sasa memeluk erat Prudence sambil menangis. “Tidak apa-apa, tante. Doakan saja aku bisa melewatinya.” Prudence memeluk erat Sasa yang juga mantan gurunya waktu kecil. “Pasti sayang. Ingat, kalau anak Viking macam-macam, bilang sama Tante. Oke? Biar Tante hajar sendiri!” Prudence mengangguk. Kedua keluarga itu pun hanya bisa berharap rumah tangga Prudence dan Xander akan baik-baik saja. Jika harus berpisah, juga baik-baik. Sementara Xander hanya menatap tanpa ekspresi ke Prudence yang mendapatkan dukungan banyak orang. *** bersambung ***Prudence terbangun saat mendengar suara ibunya dan melihat wajah serius Shana di sebelahnya."Ada apa Mama?" bisik Prudence ke Shana."Aduh, maaf ya sayang, mama membangunkan kamu. Mama sedang berbicara dengan Xander soal kasus kalian di Mallorca," jawab Shana dengan nada sedikit bergetar.Prudence menyatukan nyawanya karena dia tidak pernah melihat ibunya seperti itu sebelumnya. Macam menahan amarah, kecewa dan ingin meledak menjadi satu."Soal apa Mama? Ada apa dengan kasus kami di Mallorca?" tanya Prudence lalu dia menoleh ke arah Xander. "Xander? Apa kamu tahu yang terjadi?"Xander menggeleng. "Mama baru mau bilang tapi kamu keburu bangun."Shana menggenggam tangan Prudence. "Pru, Xander ... Kejadian kalian di Mallorca sudah direncanakan ... Amelie melihat kamu Xander ... dan dia ingin membawa kamu tidur dengannya. Dia hendak memberikan obat perangsang padamu tapi dia melihat kamu Pru ... Dia dendam padamu karena kalian terlihat akrab apalagi tahu kalian saudara tiri. Jadi ... dia
Shana menatap dingin ke arah Amelie yang masih berlagak tidak bersalah dan tetap memasang sikapnya yang sombong. Tangan Shana terekepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya, membuat Mavendra memegang bahu sepupunya."Tahan emosi kamu Shana. Dia sudah tertangkap dan akan dihukum yang lama. Kami sudah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum untuk menuntut Amelie dengan pasal berlapis," ucap Mavendra dengan wajah serius. "Aku benar-benar tidak habis pikir Vendra. Dia cantik, punya uang tapi kenapa harus mengejar Xander dan menyakiti Pru! Mereka berdua tidak pernah menyenggol Amelie!" geram Shana."Aku tahu tapi tolong, kamu juga harus tahu kondisinya. Jika kamu melakukan apa yang dia lakukan pada Pru, itu sama saja kamu seperti dia! Kamu bukan dia, Shana! Redamkan emosi kamu! Oke?" ucap Mavendra berusaha menenangkan adiknya. Shana menghela nafas panjang. "Aku harus kembali ke Prudence. Dia harus tahu bahwa Xander tidak bersalah saat kasus di Mallorca setahun lalu. Selama ini Pru kan merasa
"Kamu baik-baik saja?" Xander menghampiri Prudence yang tersenyum manis ke suaminya."Sangat baik, sayang. Lega karena akhirnya dia ditangkap Oom Vendra," jawab Prudence. "Aku lebih suka jika yang menangkap adalah anggota keluarga sendiri."Xander mengangguk. "Iya, aku juga lebih suka jika yang menangkap adalah anggota keluarga sendiri."Asha menatap pasangan suami istri itu. "Apa ini tidak termasuk nepotisme? Atau personal?"Xander dan Prudence menoleh ke Asha. "Nepotisme bagaimana?""Ya, kebetulan kan agen lapangan FBI urusan buronan adalah Oom kalian."Xander dan Prudence menggelengkan kepalanya. "Tidak termasuk nepotisme tapi personal mungkin iya. Soalnya sebelum aku dan Pru lahir pun Oom Vendra sudah masuk FBI jadi ... kebetulan sih jatuhnya."Asha mengangguk. "Kira-kira hukuman apa yang akan diberikan ke Amelie ya?" tanya Asha."Kamu lupa, mamaku seorang pengacara. Dia akan menuntut hukuman yang berat pastinya," ucap Prudence.Asha menepuk jidatnya. "Damn it, aku lupa."***Rua
Amelie hanya bisa mengangkat kedua tangannya karena semua orang yang masuk ke dalam apartemennya, menodongkan pistolnya ke arahnya. Wanita itu hanya menatap tajam ke arah asistennya yang tampak takut. Dirinya tidak menduga akan diikuti FBI dari New York."Bagaimana kamu bisa diikuti oleh Fed!" bentak Amelie ke asistennya yang hanya menunduk dengan pengawalan ketat dari dua agen FBI."Aku sudah berhati-hati, Ammie!" balas asistennya."Sudah! Sudah!" bentak Mavendra kesal. "Anda berhak untuk tetap diam. Apa pun yang Anda katakan dapat dan akan digunakan untuk melawan Anda di pengadilan. Anda berhak berkonsultasi dengan pengacara untuk mendapatkan nasihat sebelum kami mengajukan pertanyaan apa pun. Anda berhak didampingi pengacara selama pemeriksaan. Jika Anda tidak mampu membayar pengacara, pengacara akan ditunjuk untuk Anda sebelum pemeriksaan jika Anda menginginkannya. Jika Anda memutuskan untuk menjawab pertanyaan sekarang tanpa didampingi pengacara, Anda berhak untuk berhenti menjaw
Ruang Rawat Inap Prudence"Ini enak katsunya. Kamu buat sendiri?" tanya Prudence yang bosan makanan rumah sakit.Asha menatap Prudence. "Hei, aku sudah bertahun-tahun bersama kamu Pru dan aku banyak belajar sama kamu soal masak memasak termasuk maknanan aneh-aneh dengan bumbu banyak banget, kalau hanya ini, mudah saja!"Prudence tersenyum karena dulu Asha pernah dia ajak masak sayur lodeh karena Prudence rindu masakan Jawa seperti di Semarang. Asha hanya bisa menggeleng karena bumbu dan sayurnya banyak macamnya. "Kamu sering belajar masak bersama Pru?" tanya Xander dari sofa sambil memangku laptopnya. Xander tetap bekerja meskipun secara online "Istrimu itu jago masak aneh-aneh tapi surprisingly enak banget!" puji Asha."Aku senang kamu bawakan katsu. Aku bosan makanan rumah sakit yang hambar plus hanya Jell-O yang aku makan daripada makanan tidak jelas itu." senyum Prudence sambil makan ayam katsunya."Aku tahu rasanya makan makanan rumah sakit. Kamu ingat kan waktu aku cidera saat
Di Sebuah Apartemen di Pinggiram kota New Jersey"Jadi aku belum aman?" Tanya Amelie saat asistennya menghubungi dirinya."Belum Ammie. Ini saja aku menelpon kamu dengan nomor telepon terenkripsi dan VPNkarena FBI mencari kamu juga!" jawab asistennya. "FBI? Apa hubungannya?" tanya Amelie bingung."Kamu tidak tahu? Paman dan Opa Prudence adalah chief dan direktur FBI New York! Ammie, kamu menyerang orang yang memiliki keluarga berpengaruh!" seru asistennya.Amelie melongo. "Apakah itu benar?""Iya Ammie!" Keringat dingin mengalir di kening dan leher Amelie. Jika FBI sudah turun tangan dan masih ada hubungannya dengan Pru, bukan tidak mungkin mereka akan mengirimkan banyak agen untuk mencari dirinya! Pantas asistenku harus memakai telepon terenkripis dan VPN karena berhubungan dengan FBI! Apakah mereka akan bisa menemukan aku? Bagaimana dengan transaksi perbankan? Sudah pasti akan dilihat ... Tunggu! Aku punya dana di crypto bukan! Biar dicairkan. Aku punya emas, biar asistenku yang m