Amara sungguh malu, di saat ia sedang berada di titik rendah, di saat itu pula Angkasa melihat semuanya. Ia tak tahu seberapa banyak pria itu mengetahui hal rahasia antara dirinya dan ayahnya. Ia tak tahu bagaimana tanggapan yang Angkasa berikan saat mengetahui semua ini.
"Lan ...," ucap pria itu dengan wajah yang tidak bisa diartikan. Pria yang sedari tadi hanya diam dan menunggu Amara tenang dengan keadaannya.
"Y--ya?" Amara hanya memandang ke samp
"Sayang, bangun ...."Tepukan pelan di pipinya membuat Amara mengerang. Ia langsung membuka matanya dengan napas yang terengah-engah. Banyak bulir keringat yang keluar sampai membasahi bantal."Kamu mimpi buruk?" Suara itu memecahkan lamunan Amara. Ia melihat sekeliling ruangan yang dihiasi warna hitam dan juga putih.
"Hai, Om. Tumben datang ke kantor pagi-pagi sekali, apa ada jadwal dengan papa?" Sambutan itu seperti tak biasa. Angkasa sebenarnya tak terkejut karena Om Bagas sudah berada di ruangannya padahalinimasih menunjukkan angka delapan pagi. Bahkan karyawan kantorpunbelumseluruhnyamasuk. Kedua tangan Bagas mengetuk-ketuk satu sama lain menandakan jika ada hal yang mampu membuatnya banyak pikiran. "Tidak, Om hanya ingin berkunjung di tempatmu saja."
Angkasa memutar-mutar pena yang berada di tangannya. Semua sudah ia lakukan dengan baik. Pertama,ia sudah meyakinkan kedua orang tuanya untuk bisa menerima Amara,terlebih papanya yang masih saja marah terhadapnya. Yang kedua, dia akan meminta bantuan Antariksa untuk sedikit memberikanpengertian pada Nikenagar mengetahui berita ini. Dan BOOM!
"Mas Kasa!" teriak Riksa saat mendapati Angkasa yang berkutat di depan laptopnya. Entah apa yang pria itu kerjakan sedari tadi sampai tak tahu jika sang adik sudah jengkel setengah mati karena panggilannya tidak di jawab. "Astagadragon! Aku dari tadi teriak-teriak tidak tahunya Mas di sini pacaran sama laptop?!" Riksa memukul bahu Angkasa sampai sang empunya mengaduh kesakitan.
Amara sungguh malu, di saat ia sedang berada di titik rendah, di saat itu pula Angkasa melihat semuanya. Ia tak tahu seberapa banyak pria itu mengetahui hal rahasia antara dirinya dan ayahnya. Ia tak tahu bagaimana tanggapan yang Angkasa berikan saat mengetahui semua ini. "Lan ...," ucap pria itu dengan wajah yang tidak bisa diartikan. Pria yang sedari tadi hanya diam dan menunggu Amara tenang dengan keadaannya. "Y--ya?" Amara hanya memandang ke samp
Sampai di kantor, ia tak terkejut karena teman-temansedivisimencarinya. Tapi tidak untuk Babe, pria tua itu seakan tahu apa yang akan Amara lakukan hari ini. Ini adalah hari terakhirnya untuk menginjakkan kaki di Venus. Amara mengulum bibirnya yang sedikit pucat, bukan karena polesan yang tidak ia pakai, melainkan kurang tidur yang membuat ia seperti mayat hidup.