共有

Hadiah dari Ibu

last update 最終更新日: 2024-08-22 09:13:39

"Pak Salim." Pagi sekali lelaki itu datang ke rumah Rasti. Tumben sekali memang, sampai gadis itu mengerutkan dahinya.

"Bu Mayang meminta saya untuk mengantarnya belanja hari ini," ujar Pak Salim dengan senyum merekah. Bahagia dan tidak percaya, dugaannya pada lampu hijau kemari benar-benar nyata.

"Silahkan masuk, Pak." Rasti mempersilahkan. Tapi, ibunya keburu datang. Pakaiannya jauh lebih modis dan ia terlihat cantik.

"Bisa kita berangkat, sekarang?"

"Oh, ya, tentu saja." Pria berusia 47 tahunan itu hampir tidak bisa mengepakkan kelopak matanya. "Cantik," lirihnya terdengar Rasti dan hanya bisa dibalas dengan tegukan air ludah dari gadis itu.

"Ibu berangkat dulu. Toko biar buka siang saja." Pesannya sebelum pergi dan hanya mendapat anggukan Rasti. Masih ada sekat diantara keduanya setelah beberapa kejadian akhir-akhir ini terutama karena kemarin malam.

Mereka terlihat seperti pasangan, Rasti menelaah dan memperhatikan. Baru kali ini ibunya bersikap seperti itu pada pria, tentunya setelah sikap anehnya pada Raihan.

"Ibu mau pergi kemana?" Raihan menyembul dari samping kepala Rasti.

"Aku juga tidak tahu."

"Mereka terlihat serasi ya?" kelakar Raihan mencairkan suasana yang sempat tegang semalam. Rasti hanya mendelik sebelum pergi meninggalkannya ke dapur. Tugasnya masih menunggu, sebelum ikut menjaga toko.

"Aku berangkat dulu, Sayang." Raihan harus mengalah dan mengunjungi istrinya ke dapur alih-alih mengantarkannya ke depan seperti beberapa hari sebelum ini.

"Ya," jawab Rasti lemah, dingin, dan tertahan.

Raihan sudah berjalan pergi, namun ia sempat berbalik. "Tidak ada apapun yang terjadi antara aku dan ibu. Mas kira, ibu hanya sangat bahagia dengan pernikahan kita. Kamu pasti lebih tahu bagaimana cintanya selama ini padamu, Sayang. Rasanya terlalu jahat, jika kita memikirkan hal tidak baik pada ibu." Raihan mencoba berbicara setelah semalaman ia tidak punya kesempatan. Rasti mengacuhkannya bahkan sampai kini. Dan gadis itu hanya diam, tidak menanggapi.

Raihan punya kendaraan roda empat, terbilang bagus dan mewah. Ia pun adalah salah satu manager disebuah perusahaan ternama, namun memilih untuk mengikuti keinginan istri dan mertuanya yang tinggal bersama di rumah ini. Mengontrak apartemen atau membeli rumah di pinggir kota masih bisa ia lakukan, tapi tidak untuk sekarang karena janjinya sebelum pernikahan. Rasti meminta untuk tidak meninggalkan ibunya yang hanya tinggal sendiri.

"Mungkin Mas Raihan benar." Rasti terduduk lemah. "Perasaanku saja yang terlalu over thinking. Harusnya aku senang, setelah begitu lama ibu hidup sendiri tanpa pasangan, pagi ini aku melihatnya ia pergi dengan seorang pria."

Rasti terus berusaha menepis dugaan-dugaan buruk yang ditunjukkan pada ibunya. Hal itu hanya membuat hubungan mereka menjadi renggang, di mana harusnya menjadi moment kedekatan yang lebih intensif karena kini ia bisa belajar lebih banyak dari ibunya cara menjadi istri yang baik. Selama ini, ibunya itu sangat jarang bahkan hampir tidak pernah membicarakan kenangannya bersama sang ayah.

Beranjak siang ibunya masih belum datang, Rasti tetap menunggu karena kunci toko dipegang sang ibu.

"Terimakasih sudah menemani saya berbelanja." Suaranya ibunya terdengar setelah deru suara mobil jadul milik Pak Salim terdengar di halaman.

"Sama-sama Bu Mayang. Tiap hari pun saya siap." Jelas sekali nada suara Pak Salim yang kegirangan.

Rasti melihat ibunya berjalan melewati kamar dengan dua kantong plastik putih yang penuh. Ia berbelanja banyak hingga entah ke berapa kali membuat gadis itu tercengang dengan perubahan sikap ibunya yang diluar kebiasaan. Pantang baginya menghabiskan uang untuk berbelanja apalagi keperluan diri sendiri. Ia akan mementingkan Rasti selama ini, urusannya adalah urutan terakhir.

"Pak Salim masih di sini?" Rasti yang keluar dan masih melihat pintu terbuka berniat untuk menutupnya, namun ternyata pria yang mengantar ibunya pun masih bolak balik di sana.

"Itu loh, Ras." Pak Salim nampak gugup dan malu-malu.

"Kenapa, Pak?"

"Bu Mayang kayanya akan memberi saya hadiah, tadi."

"Oh, ya?" Rasti menengok ke dalam. Kamar ibunya bahkan tidak terbuka lagi. "Pak Salim yakin?"

"Iya. Saya melihatnya sedikit. Ibumu membeli celana laki-laki," bisik Pak Salim malu-malu senang.

"Eum ... tapi ibu sepertinya tidak akan memberikannya sekarang, Pak." Rasti pastikan kalau pintu kamar ibunya tidak terbuka lagi.

"Oh gitu, mungkin Bu Mayang masih malu. Baiklah kalau begitu, biar saya tunggu sampai dia siap memberikannya." Pak Salim pergi dengan senyum yang tak lepas dari garis bibirnya, sungguh bahagia hingga berkali-kali melompat sendiri.

"Ibu memberi hadiah pada seorang pria? Benar-benar berubah." Rasti menggeleng tidak percaya, tapi perubahan itu memang nyata beberapa hari ini.

Bu Mayang izin pada Rasti untuk tidak membuka toko, ia merasa kelelahan setelah berjalan memutari Mall dengan sepatu hak tinggi. Lagi-lagi aneh. Padahal sebelumnya Rasti tidak pernah melihat hak tinggi itu ada di jajaran sepatu milik ibunya. Gadis itu pun tidak pergi sendiri, karena ibunya melarang hingga sore mereka hanya tinggal berdua saja dan terasa sepi karena pembicaraan diantara keduanya seakan terbatas.

Menjelang Magrib Rasti mandi dan Raihan yang sudah datang meluruskan punggungnya pada sandaran kursi ruang tamu. Lalu, samar-samar suara ibu mertuanya memanggil dari arah pintu kamar.

Raihan segera beranjak dari duduk dan menghampiri mertuanya.

"Ibu, Bu."

"Ini, ibu punya hadiah untuk Raihan." Bu Mayang tampak sembunyi-sembunyi, matanya bahkan tidak lepas dari menatap arah kamar mandi. "Tidak perlu dikatakan pada Rasti, cukup pakai saja." Bu Mayang langsung kembali masuk setelah memberikannya.

Gamang, Raihan membawa kotak hadiah yang didapatkannya dari ibu mertua. Kotak berpita di bagian atas itu bisa langsung dibuka. Mata Raihan terbelalak kaget. Beberapa celana dalam yang kekinian.

"Astaghfirullah, apa ini?!"

"Mas." Raihan berlari ke lemari dan menyembunyikannya.

"Ayo cepat mandi. Air panasnya sudah aku campur." Rasti muncul dari balik pintu. Sekarang, ia sendiri yang menyiapkan itu dan berusaha untuk tidak memberi kesempatan pada ibunya mengambil alih tugasnya sebagai istri Raihan.

"Ya. Mas akan segera mandi." Raihan segera pergi guna menyembunyikan kegugupannya. Ia tidak habis pikir akan mendapatkan hadiah seperti itu dari ibu mertuanya.

Sepanjang membersihkan diri, pikiran Raihan mengarah kemana-mana. Mau tidak mau kini ia harus ikut risih dan mulai tidak nyaman dengan sikap ibu mertuanya yang dinilai semakin berlebihan.

"A-apa yang sedang kamu lakukan, Sayang?" Raihan kaget mendapati istrinya yang tengah merapikan lemari baju.

"Bajunya acak-acakan. Ini pasti kerjaan kamu kan, Mas?"

"I--tu. Tadi, mas." Raihan semakin khawatir kalau kotak hadiah itu akan ketahuan.

"Apa ini?" Rasti sungguh menemukannya.

Raihan hanya bisa mengumpat, "Mati gue!"

"I-tu ...."

"Jadi, Mas menyembunyikan ini hingga membuat isi lemari berjatuhan?" Rasti membawanya.

"Iya, maaf, Sayang." Raihan mengacak rambut setengah basahnya.

"Dari siapa?" Rasti membukanya.

"I-itu teman kantor, Mas. Nggak sopan memang, masa hadiah pernikahan seperti itu." Raihan tertawa semu. Namun, tangan Rasti mengambang di udara. Kata-kata Pak Salim tadi siang, sialnya terus terngiang.

"Sayang, itu benar-benar hadiah dari teman Mas, namanya Robbi. Besok biar Mas marahi dia!" Raihan tahu Rasti tidak percaya, namun tidak ada jalan lain selain terus berbohong untuk meyakinkannya. Mana mungkin dia katakan kalau itu hadiah dari ibunya. Bisa jadi situasinya semakin kacau.

Bersambung ....

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Semua Bahagia

    "Bagaimana?" Bu Nawang menyambut antusias kedatangan putranya yang baru pulang dari Bali. Ia sudah tahu kalau Bagus akan melamar Mayang lagi di sana untuk menjadikannya istri."Di tolak, Bu.""Apa? Ditolak? Si Mayang menolak anak ibu yang kaya raya ini?" Wanita tua itu tidak terima. "Apa dia sudah gila, beraninya menolak anakku? Si Mayang harus tahu banyak mengantri untuk menjadi istrimu, Bagus."Pak Bagus berjalan gontai menuju sofa dan menjatuhkan tubuhnya di sana. Setelah mendengar penolakan kejam itu, Pak Bagus tidak lagi berani dekat-dekat dengan Mayang, ia insicure pada dirinya sendiri."Apa alasan dia menolakmu? Apa dia meminta agar semua hartamu di alihkan atas namanya?" Bu Nawang masih tidak percaya ada yang menolak keinginannya."Mayang bilang, Bagus bukan lagi tipe pria idamannya, Bu.""Dia tidak suka sama pria gendut, perut buncit dan berleher pendek ini." Pak Bagus melanjutkan dengan nelangsa."Apa? Dia berani mengatakan itu pada anak semata wayangku?" Bu Nawang mulai mem

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Ekstra Part Bulan Madu

    "Hanya 2 tas saja, Bu. Nggak bisa lebih!" Rasti sudah mewanti-wanti ibunya untuk tidak membawa banyak barang, seperti saat mereka pergi ke kampung Raihan, sebelumnya."Iya. Kamu udah bilang 4 kali sama ibu, Rasti," jawab Bu Mayang tidak menoleh. Ia terlalu sibuk dengan packingan bajunya. Menyiasati bagaimana cara semua barang bawaannya masuk ke dalam 2 tas seperti yang dikatakan putrinya itu."Ini, dia pasti butuh dan lupa membawanya. Ini juga harus aku bawa, Bu Widia akan marah besar, jika aku tidak membawanya." Wanita itu berpikir untuk memasukkannya pada kemasan yang lebih kecil. Hingga pukul 23.00 wanita itu masih sibuk mengepak barang-barang yang akan dibawa pergi.Di rumahnya sudah sepi, suara Raihan dan Rasti pun tidak lagi terdengar. "Apa mereka udah tidur?" Bu Mayang menyelinap ke bawah kursi ruang tamunya. Perlahan ia berjongkok dan memicingkan sebelah mata. Mengintip dari lubang kancing yang menembus ke kamar anak menantunya."Arg!" Bu Mayang terkaget sampat terbentur kursi

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Ending

    Rasti masuk ke dalam ruangan persidangan sesaat sebelum sidang di mulai. Raihan sudah duduk di sana bersama pengacaranya. Ia menoleh pada gadis itu yang hanya menunduk sambil berjalan hingga sampai ke tempat duduknya.Hakim memasuki ruangan sidang. Berkas perkara mulai dibacakan. Berkas tuntutan dari Rasti kosong. Ia tidak menuliskan apapun. Di matanya tidak ada kekurangan untuk suaminya itu.Rasti diminta untuk berdiri dan menjelaskan perasaannya secara langsung. Ia diberi kesempatan oleh hakim untuk mengungkapkan sendiri alasan dari penuntutannya. "Raihan adalah pria yang sangat baik. Itu alasan kenapa saya tidak menuliskan satu pun kekurangannya. Tapi, ada sesuatu yang tidak bisa saya ungkapkan pada halayak ramai mengenai gugatan perceraian ini. Saya dan Raihan sama-sama tahu alasannya. Saya sungguh minta, maaf," ucap Rasti menunduk. Tubuhnya terasa bergetar, ia bahkan meneteskan air mata di sana. Raihan yang tahu beratnya perasaan istrinya saat ini, sontak berdiri. Berkali-kali,

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Bu Nawan Sadar

    Pak Bagus duduk di samping ranjang ibunya. Ia tidak ingin kecolongan lagi, mungkin saja orang itu kembali. Sejak kejadian tadi malam, ia bahkan tidak bisa memejamkan mata. Menatap wajah ibunya yang sudah menua. Wanita di hadapannya bukanlah ibu yang sempurna, tapi apa yang dilakukannya adalah sebuah cara siaga untuk melindungi diri dan anaknya. Setelah melihat fakta sesungguhnya, mungkin puluhan tahun ini, apa yang ibunya lakukan tidak semua atas kehendaknya sendiri."Bu." Bagus menggenggam tangan ibunya. Ia mengelusnya sembari mengenang masa-masa yang telah lalu. Ibunya memang berwatak keras, tapi di mata Pak Bagus tidak ada orang sebaik ibunya, seburuk apapun wanita itu memperlakukannya. Ia bisa hidup hingga saat ini semua karena jasa-jasanya yang tidak akan mungkin terbalas. Apalagi mereka hidup berdua sejak dulu. Melihat ibunya kerja keras untuk menghidupinya, Pak Bagus tidak pernah melihat wajah ayahnya sendiri, hingga kini."Bangunlah, Bu. Kita masih bisa memperbaiki keadaan ini

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Kebodohan Zaki

    "Argh! Sial!" Dara menumpahkan emosinya. Ia tahu pengacara itu mengkhianatinya."Pecat Haikal, sekarang! Jadikan, dia gelandangan!" pekiknya lagi saat Zaki mengunjunginya. Kemudian, menceritakan kalau pengacara yang datang kemarin adalah pengacara ayahnya. "Anak bodoh! Kamu memang tol*l!"Zaki hanya diam saat dimaki ibunya, ia menyadari kebodohannya."Lalu, bagaimana dengan nenek tua itu. Apakah dia sudah mati?"Zaki masih diam. Mata Dara bergerak mengintai."Bukankah kamu telah menghabiskan waktu dengan sia-sia, Zaki?" tanyanya emosi.Anak lelaki itu sudah kecanduan. Minumannya adalah alkohol, dan ia tidak bisa melepaskan game online di tangannya. Zaki lupa akan tugas-tugasnya dari sang ibu."Benar-benar, kamu!" Dara menendang meja di depannya, pemisah antara mereka. Zaki sampai berdiri kaget. "Cari pengacara lain, sekarang! Aku harus keluar dari sini!"Zaki segera pergi. Ia yang tidak punya relasi dan hanya menghabiskan hidupnya untuk dunia game, bingung. Uangnya yang banyak itu, ti

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Jebakan Bagus

    Raihan dan Rasti pulang ke rumah, malam hari. Bu Mayang tidak banyak bertanya tentang kedatangan mereka yang terlambat. Ia seperti lelah setelah perjalanan jauh. Rasti mendapati ibunya dengan mata mengantuk dan langsung kembali ke kamar setelah membuka pintu."Ibu, sudah tidur lagi," ucap pelan Rasti sembari menutup kembali pintu kamar ibunya yang ia baru saja dibuka. Memastikan.Raihan mengangguk. Mereka duduk sebentar di meja tamu. Rasti mengambil air minum untuk suaminya itu. Pria itu seperti ingin menyampaikan sesuatu."Sidang perceraian kita akan digelar, 6 hari lagi." Raihan mulai membuka pembicaraan. Suaranya kecil dan nyaris hilang. Ia sama sekali tidak ingin duduk di depan meja hijau itu.Rasti terdiam. Sebenarnya, ia selalu mengingat hari itu, di setiap detiknya. Apalagi setelah masa-masa kebahagiaan bersama Raihan dan keluarganya. Wanita mana yang ingin melepaskan keberuntungan itu?"Aku ingin kamu mempertimbangkannya kembali, Rasti. Kita bisa hadapi masalah ibu sama-sama."

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Penjara untuk Dara

    Raihan dan Rasti sampai tidak lama setelah dihubungi ayahnya. Jaraknya saat itu memang tidak terlalu jauh."Rasti!" panggil Pak Bagus. Rupanya pria itu pun baru saja sampai ke Rumah Sakit."Ada apa, yah?" tanya Raihan saat Rasti hanya menengok saat namanya dipanggil, namun tidak mengucapkan satu kata pun.Pak Bagus menceritakan semua yang dikatakan oleh suster melalui telepon, sebelumnya. Rasti mendengarkan dengan seksama."Aku tidak tahu apa golongan darahku sendiri," jawab Rasti. Ia bahkan tidak pernah memikirkan itu. Ibunya pun belum pernah membawanya ke fasilitas kesehatan untuk memeriksa."Kalau begitu kita bisa cek dulu," ucap Raihan, menatap, meyakinkan persetujuan dari Rasti. Ia tidak ingin istrinya itu merasa terpaksa. Kalaupun Rasti tidak mau, ia akan tetap mendukung dan membelanya dari ayah mertua. "Kamu bersedia?" tanya Raihan memastikan.Pak Bagus pun tidak memaksa, ia paham betul perasaan Rasti saat ini. Siapa yang tidak akan berpikir, jika berada di posisi Rasti?"Ya."

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Penangkapan Haris 2

    Haris tidak punya waktu untuk kembali dan mencari penutup wajahnya. Ia tahu betul dua orang tadi mencarinya. Ia harus pergi sejauh mungkin, sekarang. Bersembunyi untuk sementara.Motornya kembali dipacu, ia menarik maksimal stang gas. meninggalkan kekecewaannya terhadap wanita yang dicintai. Mata petugas polisi lalu lintas langsung tertuju, menghubungi teman-temannya dan mengejar, mengepung.Mata Haris menoleh, "Sial!" Ia menyadari kalau dirinya dikejar. Matanya tak lagi sempat melirik kanan kiri, ia hanya fokus memacu kendaraannya ke depan. Kondisi tubuhnya belum benar-benar sehat, tapi ia tidak hiraukan itu. Lolos dan bebas, hanya itu yang ada di pikirannya.Mata Haris melotot, pasukan polisi sudah bersiap menjegal di depan sana. Berkeliling, mengepung. Bersiap melepaskan tembakan saat dia menyerobot garda terdepan. "Berhenti! Serahkan dirimu secara baik-baik!" Suara petugas terdengar menggema dari pengeras suara. Tapi, Haris tidak bisa berhenti. Ia tidak akan mungkin bisa lepas se

  • FANTASI LIAR IBU PADA SUAMIKU    Penangkapan Haris

    "Pak, Mas Haris sudah siuman. Mela memanggil bapaknya yang tengah duduk di luar ruangan. "Apa?""Mas Haris siuman." "Benarkah?" Keduanya langsung masuk, Haris yang tertidur selama dua hari setelah mengalami panas tinggi akhirnya membuka mata."Syukurlah, Nak. Kamu sudah siuman." Pria tua itu mendekati Haris dan melihatnya dengan senang.Haris melihat satu persatu dari dua orang asing yang pertama ia lihat setelah siuman. Dan, ini yang kedua kalinya ia hampir kehilangan nyawa, dua orang itu masih setia menemani.Mata Haris menyapu sekeliling, ruangan putih bersih dan harum. Berbeda dengan ruangan pertama saat ia terbangun, sebuah langit-langit yang rendah dengan dinding kayu yang cukup dekat dengan tubuhnya. "Di mana ini?" tanyanya lemah."Di Rumah Sakit, Nak.""Rumah Sakit?" Haris sontak bangun."Tenanglah! Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, perawatanmu sudah dibayar oleh seseorang. Kamu mendapatkan pengobatan yang sangat bagus hingga lukamu begitu cepat pulih." Jelas bapak tu

無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status