Share

117a. Permintaan Maaf Edwin

“Mas tidak menahannya?”

“Kenapa? Dia punya urusannya sendiri.”

Hasna mendengkus pelan. “Benar. Tapi ... bukankah dia gadis yang manis, Mas?”

“Tak semanis adik di belakangku, tentu saja.”

“Halah, gombal.” Sebuah tepukan mendarat di pundak Ali. Suara kekeh terdengar setelahnya. “Kenapa Mas nggak datangi aja?”

“Untuk apa?”

Hasna menarik napas. “Aku tau Mas suka Annisa. Mas cuma tidak menyadarinya.”

“Ngawur!”

“Ingat doa ibu tetap berlaku walau sudah meninggal.”

“Apa hubungannya dengan doa?” Ali menghentikan gerakan tangannya. Dia menoleh tanpa benar-benar melihat sang adik yang duduk dengan kedua tangan terlipat di dada. “Kalau kau hanya ingin menggangguku, lebih baik pergilah.”

Hasna menatap kesal. “Aku akan pergi setelah Mas dengarkan aku,” balasnya tersungut-sungut. “Ibu berdoa semoga Mas bisa membuka hati untuk gadis itu. Kenapa enggak mencoba mewujudkan doa ibu? Itu bagian dari wasiat loh ...”

Kali ini, Ali benar-benar menghentikan gerakan tangannya. Di tempat yang sama, di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status