Share

Bab 5

Setelah tawar menawar kemarin, Mama benar-benar menepati janjinya. Uang sakuku kembali seperti semula. Suasana hatiku sangat bagus hari ini. Bahkan ketika aku antri membeli sarapan untuk Alan, aku tidak protes atau mengeluh. 

Tapi aku rasa dia dalam suasana hati yang buruk, dia tidak banyak mengomel seperti sebelumnya.

Mungkin dia mendapat balasan karena sering mempersulitku, melihatnya begitu, suasana hatiku semakin baik. Aku berusaha menjaga wajahku agar tidak tersenyum.

Aku pergi setelah memberikan sarapan padanya. 

Rani dan Siska sedang di perpustakaan saat ini, jadi aku datang menghampiri mereka. Tebakan ku benar, mereka sedang asik mengobrol. Melihatku datang Rani melambai

"Aku pikir kamu bakalan lama tadi" itu adalah kalimat pertamanya saat aku tiba di sana.

Aku ingin sekali menjawabnya dengan mengatakan 'itu karena Alan sedang marasakan karmanya' tapi aku menahannya. Mengingat dua kejadian yang lalu, aku menjadi lebih berhati-hati. Bisa jadi dia memang keturunan cenayang.

"Jangan bahas itu, gak penting" kataku sembari tersenyum. "Kayaknya kalian lagi asik ngobrol tadi, lagi ngobrolin apa?" tanyaku pada mereka.

Sekarang gantian, Rani yang tersenyum lebar "Nanti malam jam tujuh, datang ke Cafe Melati"

"Kamu putus lagi?!" ini adalah hal pertama yang melintas di kepalaku.

"Gak lah!" jawabnya dengan tegas. "Aku ingin memperkenalkan kalian dengan pacarku."

"Pacarmu? emangnya kalian berdua sudah seserius itu?" Siska bertanya dengan penasaran. Wajar jika dia melakukannya, sebab sebelumnya Rani tak pernah secara langsung memperkenalkan pacarnya pada kami.

Rani tersenyum malu kali ini, "Kali ini berbeda, aku rasa aku menyukainya"

Kami berdua saling memandang.

"Kalian berdua harus pergi!" tuntut Rani. Ahirnya aku dan Siska hanya bisa mengangguk pasrah.

•••

Sesampainya di sana, aku melihat Rani duduk dengan seorang laki-laki, mereka sedang mengobrol. Laki-laki tersebut duduk membelakangi ku. Jadi, aku tidak bisa melihat wajahnya.

Dari postur tubuh, dia cukup tinggi, aku rasa dia pasti cukup tampan untuk menaklukkan Rani. Aku berjalan menghampiri mereka.

"Hai" sapaku pada mereka.

Rani menoleh melihatku, dia tersenyum senang. "Aku pikir kamu gak bakalan datang seperti Siska"

"Siska tidak datang?" tanyaku padanya.

"Mm, dia baru saja menghubungi ku" ujarnya. "Ouh iya, perkenalkan ini pacarku Rafael. Rafael ini sahabatku Ella" ucapnya sambil berusaha tersenyum manis, jika saja Rafael tidak ada aku akan langsung menertawakannya.

Rafael, pacarnya Rani cukup tampan, punggungnya tegak dan badannya atletik, aku tidak heran bila Rani mengatakan behwa dia menyukai pacarnya yang ini.

Setelah sesi perkenalan singkat antara aku dan pacarnya, kami lanjut untuk makan malam. Selesai makan malam aku langsung pergi dengan terburu-buru. Tadinya, jika Siska ada aku bisa mengobrol dengannya. Tapi karena dia tidak ada, aku tidak ingin menjadi obat nyamuk untuk mereka.

Kebetulan cafe tersebut dekat dengan mall, jadi aku berniat untuk berkeliling sebentar. Dari jauh aku melihat wajah yang tidak asing bagiku, itu Alan dia sedang bersama teman-temannya.

Sebelum dia melihatku, aku berniat untuk pergi, karena setiap kali bertemu dengannya hal buruk selalu datang.

"Midiana!" seru seseorang di belakangku.

Aku berbalik dan melihatnya, Alan mengangkat tangannya ia melambai dan menyuruhku mendekat.

"Ternyata itu benar-benar kamu" katanya sambil tersenyum. "Aku melihatmu langsung berbalik ketika melihatku, apa kamu sedang menghindari ku?"

Sepertinya suasana hatinya sudah membaik saat ini.

"Tentu saja tidak! Kenapa aku harus menghindari mu" kataku sambil tersenyum.

"Ah, perempuan ini yang kemarin bilang kamu gay kan?" tanya seseorang dibelakang Alan.

Aku hanya bisa tersenyum malu, mereka memergokiku ketika menggosip tentang Alan, aku rasa itu bukan kesan yang baik.

"Kamu muncul tepat waktu" ucap Alan sambil menyerahkan sebuah tas dipelukanku "Pegang ini." Kemudian ia menoleh kebelakang dan mengambil buku ditangan laki-laki yang bicara tadi "ini juga" lanjutnya.

Tanganku penuh sekarang.

"Kamu bisa duduk di kursi sana sambil menunggu kami" katanya sambil menunjuk bangku panjang tempat menunggu. "Kami ingin kesuatu tempat, dan tidak mungkin membawa ini"

Aku ingin sekali mengutuk Alan!

"Kenapa, kamu keberatan?"

Aku hanya bisa tertawa garing "hahaha, tidak apa-apa kalian pergi saja, aku memang berencana untuk duduk di sana tadi."

Ketika mereka kembali lagi itu sudah hampir jam sembilan malam. Mereka pergi kurang lebih satu jam. Aku bisa merasakan tatapan iba dari teman-teman Alan.

Sepertinya mereka tahu bahwa teman mereka sangat kekanak-kanakan dan sengaja melakukannya.

"Kau sepertinya menunggu terlalu lama, kamu baik-baik saja?" tanya seseorang yang tidak kukenal namanya.

Aku langsung melambaikan tangan dengan cepat "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja" balasku sambil tersenyum.

Aku menyerahkan buku ke tangan pria itu, "Karena kalian sudah di sini, aku harus pergi dulu. Selamat tinggal" kataku sealami mungkin, menahan rasa jengkel.

Aku akan menghentikan sebuah taksi ketika sebuah tangan menarikku

Aku melihat Alan berdiri di depanku, "Aku antar pulang" ucapnya.

Apakah dia berpura-pura punya hati nurani sekarang?

"Tidak perlu, tapi terima kasih"

Dia tetap menyeretku ke tempat parkir motor, aku ingin melepaskan tangannya tapi dia memegang terlalu erat.

"Karena aku membuatmu pulang selarut ini, maka aku harus memastikan kamu akan pulang dengan selamat"

Aku ingin sekali bertengkar dan berdebat dengannya tapi aku rasa ini bukan waktu dan tempat yang cocok.

"Naik" perintahnya sambil memberikan sebuah helm padaku.

Aku naik di atas sepeda motornya yang cukup tinggi. Setelah beberapa saat dia masih tidak jalan "Kenapa?" tanyaku.

"Pegangan"

Aku akan memeluknya ketika dia mengintrupeksiku lagi.

"Tapi jangan peluk, pegang jaketnya saja" aku bisa mendengar senyuman dibalik suaranya.

Alan sialan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status