Sekelompok gadis dari SMU Nusa Bangsa sedang terkikik-kikik di depan toko majalah yang baru saja buka jam empat sore. Mereka berseru ketika Bang Rojak, pemilik kios buku bekas, majalah dan koran itu membuka tokonya setelah beristirahat sepanjang siang. Bang Rojak sengaja melambat-lambatkan kegiatannya ketika membuka tumpukan majalah Hello Star yang baru datang.
Gadis-gadis muda kini bertambah jumlahnya di depan kios. Mereka terlihat menikmati sebuah poster besar yang sengaja Bang Rojak tempelkan di dinding kaca kios paling depan. Seorang pemuda dari negeri ginseng sedang membawa gitar dan fokus memainkan gitarnya. Baju serba hitam dari atas sampai sepatu, rambut agak gondrong sebahu dikuncir sebagian, memamerkan rahang tinggi yang membuatnya lebih mirip artis Jepang daripada Korea Selatan. Auranya cenderung macho. Di poster drama itu ia bermain peran sebagai aktor sekaligus penyanyi rock.
“Bang Rojak, kapan nih majalahnya ditumpuk? Kita udah pengin beli. Inget ya, aku udah bayar duluan.” Seorang gadis berkuncir satu tinggi-tinggi seperti buntut kuda berteriak nyaring. Seketika teman-teman di sampingnya ricuh karena ia tidak mengajak yang lain untuk membayar terlebih dahulu.
“Kok Bang Rojak nggak bilang kalau kita bisa bayar duluan? Kenapa Tita aja yang boleh?” protes yang lain.
Bang Rojak menggaruk lehernya. Tita ini memang tidak bisa menjaga mulutnya. Sekarang kericuhan berubah menjadi ajang senggol-menyenggol dengan tatapan jengkel.
“Tenaaang, tenaang, cah-cah ayu[1]! Ada sekitar 50 majalah yang baru datang hari ini. Kalian yang datang sekarang ada satu, dua tiga ... nah jumlah kalian nggak sampai 30 orang. Sekarang yang sudah membayar itu hanya Tita karena dia membantu saya menjualkan sisa koran yang belum laku dengan membeli semuanya. Ini bagian dari bisnis. Saya nggak akan mau menjual majalahnya kalau kalian nggak mau antre. Baris sing rapi sik ya[2],”
Ancaman Bang Rojak jika mereka tidak mau antre maka majalah tidak akan dijual, ternyata jauh lebih ampuh daripada suruhan diam biasa saja.
“Aaaaah, Kim Jae Miiin! Aku mau posternyaaa!” jerit gadis-gadis SMU yang kini bercampur dengan siswi SMP dan SD.
Di seberang Kios Ilmu milik Bang Rojak, berdiri sebuah kafe es krim yang jauh lebih lengang. Seorang gadis yang seragamnya berlabelkan SMU Nusa Bangsa beberapa kali menoleh ke arah kericuhan di Kios Ilmu. Sesekali tangannya memperbaiki posisi kacamata yang melorot di hidungnya yang tidak mancung-mancung amat.
“Beneran deh, teman-teman kita itu udah keracunan sama Kim Jae Min. Apaan sih? Gantengan juga Zayn Malik,” kata Joyce, gadis berambut pendek yang begitu memuja semua personel One Direction meski kini mereka telah bubar.
Si gadis berkacamata duduk di sebelah Joyce. Ia mencoret-coret rumus Matematika yang baru saja ia dipecahkan. “Namanya juga anak alay. Biarin aja lah suka-suka mereka. Mending nonton 13 Reasons When di Nitflix daripada mantengin bintang Korea.”
“Nah bener tuh, Eri. Untung kamu itu nggak alay kaya mereka, makanya kita cocok berteman. Eh soal yang nomor ini udah kamu selesaiin? Hmm bagus amat, dasar otak encer, hahahah,” ujar Joyce gembira karena pekerjaan rumahnya kini tuntas sudah.
Erika Chandra tersenyum tipis mendengar ucapan Joyce Setiadi, sahabatnya. Joyce tidak tahu jika majalah Hello Star sudah dibeli diam-diam oleh Eri dari salah satu agen tepercayanya. Ia simpan di bagian paling dalam tas agar Joyce tidak memergokinya. Joyce tidak pernah tahu jika Eri adalah fangirl kelas kakap yang di kepalanya hanya ada Kim Jae Min seorang.
Eri melepas jaketnya lalu melemparkan tubuh ke atas kasur tanpa berganti pakaian. Sembari terpejam, tangannya meraba-raba ke sekeliling mencari remote AC yang ia lempar begitu saja saat hendak berangkat sekolah. Klik, suara tombol ON dinyalakan. Suhu udara kamar Eri kini berubah sedikit lebih sejuk.Teringat sesuatu, Eri segera bangkit dari malas-malasan beberapa detik tadi. Ia buka majalah yang ditumpuk di bagian paling bawah. Memang bagian halamannya sedikit tertekuk. Eri mengelus-elus bagian kover majalah lalu mengambil beberapa buku tebal untuk ditumpuk di bagian atas majalah.Makan malam nanti kamu pesen Street Food aja. Pesen aja ke ojek online. Bunda mungkin pulang malam soalnya ada meeting buat pemilihan GM baru.“Bunda kan juga jarang pulang sebelum jam 7 malam. Nggak perlu bikin catatan begini juga aku tahu,” gumam Eri meremas kertas pesan bundanya lalu bulatan kertas itu dilempar ke tong sampah kamar.
Eri membusungkan dada. Tubuhnya yang ceking lumayan jangkung untuk ukuran siswi kelas 3 SMU, terlihat menonjol di antara teman-temannya yang memiliki tinggi rata-rata. Kali ini ia terlihat mendongakkan kepalanya, otomatis karena upacara bendera akan selesai. Panas matahari Surabaya tidak membuat Eri mengeluh. Biasanya ia mengeluh dalam hati karena kebagian sial sebagai siswi tertinggi di kelasnya, berdampingan dengan Bima yang juga selisih sedikit lebih tinggi darinya. Kawan-kawan berebut berdiri di belakang Eri dan Bima agar terhalang dari panas matahari.“Kali ini kita akan masuk ke pengumuman siswa berprestasi. Minggu lalu sekolah kita mendapat penghargaan terbaik di kompetisi Siswa SMU Teladan se-Surabaya. Erika Chandra dari kelas XII A-1 silakan maju ke depan untuk mendapat simbolis piala dan tabanasnya. Tepuk tangan buat Erika!” Bapak Adi, Kepala Sekolah SMU Nusa Bangsa bertepuk tangan paling semangat.Eri berjalan tegap dengan senyum lebar yang terul
Aplikasi Fingstory milik Eri minta pembaharuan. Karena di kamarnya ia memakai wifi, langsung saja Eri menekan OK untuk menyetujui aplikasinya diperbaharui. Eri mengecek draft cerita terbaru yang ada di dalam folder rahasianya. Butuh password rumit yang hanya diketahui Eri. Joyce kadang meminjam laptop ketika bermain di rumah dan itu membuat Eri sedikit takut jika fanfictionnya dibaca orang lain, meksipun itu Joyce.Profil Echan, nama samarannya di dunia Fingstory muncul dengan banyak notifikasi. Ada 10 vote baru di fan fictionnya minggu lalu dan juga komentar-komentar yang belum terbalas.Kapan update cerita terbaru? Oya ada lowongan dari SK Agency buat nulis script tuh, Echan. Ikutan aja tuh.Echan, aku kasi vote 4 dulu karena ceritanya masih ngegantung. Bikinin cerita lain dong yang lebih panjang. Aku pengin Kim Jae Min jadi CEO gitu. Jangan jadi dokter atau polisi. Bia
Beberapa tahun sebelumnya.Waktu itu Eri baru saja membeli majalah edisi terbaru untuk melihat update drakor terbaru. Ia ingin pamer karena ingin juga seperti teman-teman di kelas yang asyik membaca majalah favorit mereka sambil bertukar cerita. Eri baru saja hendak mengambil majalahnya saat istirahat siang ketika ia mendnegar suara ribut-ribut di barisan bangku paling belakang.Sandra, gadis paling cantik sekaligus paling menakutkan di kelas Eri, sedang berdiri dengan pose mengancam. Beberapa teman segengnya sedang berdiri mengelilingi Davina, anak baru dari Jakarta.“Kamu ini kan yang udah ngerebut Kak Andre? Kamu kan baru dua bulan di sekolah ini, jangan macem-macem deh! Mentang-mentang anak Jakarta. Kak Andre itu nggak pantes buat deket orang macem kamu!”Soal cowok lagi? Nih anak beneran bikin enek. Eri menjadi penonton dari jarak jauh. Ia paling malas kalau melihat Sandra berulah lagi. Anak perempuan it
Eri terbangun dari tidurnya. AC di kamarnya harus segera diperbaiki. Meksipun suhu AC diatur sampai 16 derajat, masih ada bulir keringat yang mengalir di kepala Eri. Gelap gulita di kamar. Lampu tidurnya juga tak menyala. Hanya ada dirinya dan suara rintik hujan di luar kamar yang menemani Eri tidur.Ternyata bukan AC rusak, tapi listriknya mati. Pikir Eri setelah memencet sakelar lampu kamar yang tak juga menyala. Ponselnya dinyalakan, masih jam 2 dini hari. Lalu terdengar suara duk di ruang tengah. Kamar Eri dekat dengan ruang keluarga. Langkah kaki yang terkesan berhati-hati, membuat kewaspadaan Eri meningkat.Siapa di luar? Jantung Eri berdegup kencang. Keringat dingin mulai membanjir mengikuti respons alami Eri tiap kali serangan panik itu muncul. Suasana malam yang sama, rintik gerimis yang juga mengiringi malam yang serupa, lampu padam yang tidak mau menyala meski Eri berulangkali menekan sekelar. Bedanya, waktu itu Eri lan
“Sudah kubilang aku tidak ada urusan dengan para pengiklan itu. Sudah kubilang kan kalau aku tidak akan mau berurusan dengan model aneh itu! Apa sih yang kalian pikirkan? Apa kalian mau kalau aku putuskan kontrak kerjasama? Aku bisa membayar 10 kali lipat kerugian yang kalian minta! Lalu kubuat agensi kalian hancur sekarang juga!”Laki-laki yang berteriak di telepon itu adalah Kim Jae Min, idola hampir seluruh perempuan Asia atau mungkin mancanegara? Kali ini suasana hatinya sangat buruk. Ia melempar ponsel ke sofa sambil mengumpat. Untung saja ia sedang sendiri. Asisten rumah tangganya tidak datang di hari Minggu. Ia tidak pernah ingin diganggu jika sedang berada di rumah.Laki-laki setinggi 180 sentimeter itu menghampiri kulkas dua pintu di dapur mewahnya. Tumpukan piring kotor tidak ia sentuh. Pagi tadi Kim Jae Min menyempatkan diri membuat pasta untuk sarapan, harinya sempat ceria sebelum telepon yang merusak kesenangannya berdering.“Jae M
“Tahu nggak, si Kim Jae Min mau tampil iklan bareng Heo Yu Ri. Wah kok bisa ya? Bukannya mereka dulu pernah kena skandal? Mereka nggak beneran dating kan?” percakapan itulah yang menyambut Eri di hari Jumat pagi.Kasak-kusuk makin menular dan akhirnya sebagian teman-teman sekelas Eri berkumpul di satu lingkaran sambil memantau berita terbaru yang baru saja ditayangkan Noompi, salah satu media hiburan Korsel yang selalu update berita terbaru.“Ada apaan sih? Kok tumben pagi-pagi udah pada ngegosip semua?” tanya Joyce yang baru datang.Eri mengangkat bahu. Ia berpura-pura tak peduli. “Denger-denger Kim Jae Min atau apalah. Aku nggak denger banget. Oya, aku mau ikutan lomba ini nih? Hadiahnya bisa ke Jepang dan dapat pelatihan nulis skenario gratis. Kira-kira oke nggak?” Eri menunjukkan iklan soal lomba menulis SK Agency pada Joyce.Joyce membaca beberapa detik, alisnya terangkat. “Korea? Kamu kan n
Fangirl ScriptbookBab 1: Seorang yang Tak SempurnaKim Seung Woo keluar dari rumahnya dengan menutup kedua telinga. Perut lapar pun tidak ia pedulikan. Baru saja ia pulang dari bimbingan belajar sampai jam Sembilan malam, malah bukan nasi dan lauk yang tersedia di meja. Ia hanya melihat kedua orang tuanya sedang saling melempar barang dengan teriakan-teriakan keras.“Kenapa kau memasukkan Seung Woo di bimbel itu? Sudah kubilang kan, aku bisa memanggilkan guru privat yang jauh lebih murah? Seung Woo hanya akan masuk SMA, bukan kuliah. Uang yang kaupakai itu bisa digunakan untuk membayar bunga utang kita!” Kim Seung Ho mendelik melihat saldo tabungan yang akan dipakai membayar utang pada rentenir hanya bersisa 20 ribu won.Nam Go Eun, istri Seung Ho, tidak kalah keras membalas teriakan suaminya. “Sudah kubilang, kalau Seung Wo masuk bimbel itu, kesempatan masuk SMU Shinwa akan lebih besar. Di sana S