Share

Fangirl Scriptbook
Fangirl Scriptbook
Penulis: Reffi Dhinar

Prolog

Sekelompok gadis dari SMU Nusa Bangsa sedang terkikik-kikik di depan toko majalah yang baru saja buka jam empat sore. Mereka berseru ketika Bang Rojak, pemilik kios buku bekas, majalah dan koran itu membuka tokonya setelah beristirahat sepanjang siang. Bang Rojak sengaja melambat-lambatkan kegiatannya ketika membuka tumpukan majalah Hello Star yang baru datang.

Gadis-gadis muda kini bertambah jumlahnya di depan kios. Mereka terlihat menikmati sebuah poster besar yang sengaja Bang Rojak tempelkan di dinding kaca kios paling depan. Seorang pemuda dari negeri ginseng sedang membawa gitar dan fokus memainkan gitarnya. Baju serba hitam dari atas sampai sepatu, rambut agak gondrong sebahu dikuncir sebagian, memamerkan rahang tinggi yang membuatnya lebih mirip artis Jepang daripada Korea Selatan. Auranya cenderung macho. Di poster drama itu ia bermain peran sebagai aktor sekaligus penyanyi rock.

“Bang Rojak, kapan nih majalahnya ditumpuk? Kita udah pengin beli. Inget ya, aku udah bayar duluan.” Seorang gadis berkuncir satu tinggi-tinggi seperti buntut kuda berteriak nyaring. Seketika teman-teman di sampingnya ricuh karena ia tidak mengajak yang lain untuk membayar terlebih dahulu.

“Kok Bang Rojak nggak bilang kalau kita bisa bayar duluan? Kenapa Tita aja yang boleh?” protes yang lain.

Bang Rojak menggaruk lehernya. Tita ini memang tidak bisa menjaga mulutnya. Sekarang kericuhan berubah menjadi ajang senggol-menyenggol dengan tatapan jengkel.

“Tenaaang, tenaang, cah-cah ayu[1]! Ada sekitar 50 majalah yang baru datang hari ini. Kalian yang datang sekarang ada satu, dua tiga ... nah jumlah kalian nggak sampai 30 orang. Sekarang yang sudah membayar itu hanya Tita karena dia membantu saya menjualkan sisa koran yang belum laku dengan membeli semuanya. Ini bagian dari bisnis. Saya nggak akan mau menjual majalahnya kalau kalian nggak mau antre. Baris sing rapi sik ya[2],”

Ancaman Bang Rojak jika mereka tidak mau antre maka majalah tidak akan dijual, ternyata jauh lebih ampuh daripada suruhan diam biasa saja.

“Aaaaah, Kim Jae Miiin! Aku mau posternyaaa!” jerit gadis-gadis SMU yang kini bercampur dengan siswi SMP dan SD.

Di seberang Kios Ilmu milik Bang Rojak, berdiri sebuah kafe es krim yang jauh lebih lengang. Seorang gadis yang seragamnya berlabelkan SMU Nusa Bangsa beberapa kali menoleh ke arah kericuhan di Kios Ilmu. Sesekali tangannya memperbaiki posisi kacamata yang melorot di hidungnya yang tidak mancung-mancung amat.

“Beneran deh, teman-teman kita itu udah keracunan sama Kim Jae Min. Apaan sih? Gantengan juga Zayn Malik,” kata Joyce, gadis berambut pendek yang begitu memuja semua personel One Direction meski kini mereka telah bubar.

Si gadis berkacamata duduk di sebelah Joyce. Ia mencoret-coret rumus Matematika yang baru saja ia dipecahkan. “Namanya juga anak alay. Biarin aja lah suka-suka mereka. Mending nonton 13 Reasons When di Nitflix daripada mantengin bintang Korea.”

“Nah bener tuh, Eri. Untung kamu itu nggak alay kaya mereka, makanya kita cocok berteman. Eh soal yang nomor ini udah kamu selesaiin? Hmm bagus amat, dasar otak encer, hahahah,” ujar Joyce gembira karena pekerjaan rumahnya kini tuntas sudah.

Erika Chandra tersenyum tipis mendengar ucapan Joyce Setiadi, sahabatnya. Joyce tidak tahu jika majalah Hello Star sudah dibeli diam-diam oleh Eri dari salah satu agen tepercayanya. Ia simpan di bagian paling dalam tas agar Joyce tidak memergokinya. Joyce tidak pernah tahu jika Eri adalah fangirl kelas kakap yang di kepalanya hanya ada Kim Jae Min seorang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status