Share

CHAPTER 4 (Ajakan Tuan Ayyoub)

Di sebuah ruang pemeriksaan kepolisian.

"Jadi benar bocah itu istrimu?"

Tuan Ridwan mau tidak mau harus mempertanggung jawabkan kebodohan yang telah dilakukannya terhadap Fatma. Kali ini bukan hanya tuntutan akibat kekerasan dan penganiayaan yang telah dilakukannya terhadap Fatma, melainkan juga tuntutan pernikahan yang dilakukannya terhadap anak di bawah umur.

Bukan hanya Tuan Ridwan yang terlibat, tetapi ayah kandung Fatma sendiri harus ikut terseret di dalam kasus ini. Karena akibat pria yang berstatus sebagai seorang ayah itulah yang membuat putri kecilnya harus menjalani pernikahan di bawah umur.

Sementara kondisi Fatma sudah mulai membaik, meskipun masih harus beristirahat secara total. Terlebih lagi saat ini kondisi kandungannya masih sangat lemah. Perempuan malang itu sempat terkejut setelah mengetahui bahwa saat ini dirinya sedang berbadan dua. Yang artinya, dalam waktu dekat dia akan menjadi seorang ibu. Ibu yang sangat muda tentunya.

Terdengar suara langkah memasuki ruang perawatan Fatma. Perempuan malang yang tengah berbadan dua itu mengerjap memperjelas pandangannya untuk memastikan siapa yang sedang berkunjung. Karena selama dia berada di dalam ruangan bernuansa putih itu tak seorang pun anggota keluarga yang mengunjungi. Hanya beberapa kali perawat ataupun dokter yang datang melakukan pemeriksaan secara berkala.

"Ekhem ..." Suara seorang pria terdengar jelas di indra pendengaran Fatma. Ternyata dia mengenal baik sosok itu.

"Apa kabar Nona Fatma?" Pria itu kembali membuka suara, menatap Fatma sejenak dengan tatapan yang sulit diartikan. Tatapannya menyiratkan sebuah kerinduan yang begitu besar. Namun, Fatma tidak sekalipun merasa aneh dengan tatapan yang dia terima.

"Baik, Tuan Ayyoub seperti yang Tuan lihat," jawab Fatma tersenyum sopan kepada pria yang dinilainya sebagai salah satu anggota sirkus yang dikelola oleh suaminya, Tuan Ridwan.

Ada perasaan khawatir yang Fatma rasakan, karena dia tahu bahwa Tuan Ayyoub merupakan orang kepercayaan suaminya. Mungkinkah pria itu akan melakukan sesuatu yang buruk seperti yang dilakukan Tuan Ridwan?

"Maafkan aku jika meninggalkanmu pada hari itu. Aku lah yang mengantarkanmu ke rumah sakit." Sejenak pria itu mengerling sambil memikirkan sesuatu.

"... Aku terpaksa harus meninggalkanmu karena khawatir jika Tuan Ridwan akan memberikan hukuman padaku," lanjutnya.

Pengakuan Tuan Ayyoub seolah menunjukkan bahwa dirinya memiliki ketakutan atas apa yang akan terjadi pada dirinya sendiri. Pada kenyataannya saat dia menjauh, dia justru sedang mempersiapkan sebuah langkah yang harus ditempuh untuk membawa Fatma pergi sejauh mungkin. Fatma membenarkan posisi tubuhnya yang setengah duduk di atas brankar berukuran kecil itu.

"Tidak apa-apa, Tuan. Aku justru sangat berterima kasih sudah diselamatkan." Fatma menunduk menatap jari jemari yang ia mainkan dengan sembarang demi mengalihkan perasaannya yang tidak menentu, 'ya, meskipun sebenarnya saat itu aku ingin tidak bangun lagi menghadapi hidupku yang rumit ini,' lirihnya nyaris tak terdengar.

"Aku ke sini untuk menyampaikan maksud, Nona." Pria itu sedikit merendahkan suaranya.

"Ada apa Tuan Ayyoub?" Fatma mencoba memperjelas pendengarannya.

"Mungkin Nona sudah mengetahui bahwa saat ini Tuan Ridwan berada di dalam penjara. Kondisinya sedang tidak baik, Nona," jelas Tuan Ayyoub.

"Ya, aku sudah mendengarnya, Tuan. Sebenarnya aku sudah memaafkan dia, tapi aku sangat takut jika harus bertemu lagi dengan pria itu. Aku takut jika dia akan menyakitiku lebih dari ini." Nampak kedua mata perempuan cantik itu penuh dengan genangan air mata yang sepertinya sudah hampir menetes. Sangat jelas raut ketakutan di wajah cantiknya setelah mendengar nama pria itu lagi.

"Aku prihatin dengan apa yang sudah menimpamu. Sebagai orang yang cukup mengenal Tuan Ridwan, aku tidak menyangka jika suamimu itu berbuat hal demikian lagi. Setahuku dia sudah berubah." Tuan Ayyoub memejamkan mata sejenak bersamaan dengan kedua pundak yang terangkat seiring berembusnya napas kasar dari indra penciumannya.

"Berubah? Maksud Tuan?" Fatma mengernyit.

Suasana tiba-tiba hening. Tuan Ayyoub nampak ragu-ragu untuk menyampaikan sebuah fakta tentang Tuan Ridwan. Pria tampan yang usianya 25 tahun lebih tua dari Fatma itu terlihat merenung sejenak.

"Maaf..." ucap Tuan Ayyoub singkat dan terdengar penuh penyesalan.

"Adakah yang perlu kuketahui, Tuan." Fatma terlihat penasaran.

Meskipun ragu, Tuan Ayyoub membenarkan jika hal ini tidak seharusnya disembunyikan dari Fatma. Dia berhak mengetahui seperti apa masa lalu suaminya itu.

"Baiklah." Tuan Ayyoub mengembuskan napasnya sejenak, "Sebelum menikahimu, Tuan Ridwan pernah menikah dengan seorang gadis dari keluarga yang sangat miskin. Setelah beberapa tahun, gadis itu menghilang."

Tuan Ayyoub kembali menghela napas. Pandangannya kosong seolah menatap masa yang sudah berlalu, "Berita tentangnya seolah sengaja ditutupi. Tapi ... tidak ada yang bisa membuktikan bahwa gadis itu tewas setelah dianiaya oleh Tuan Ridwan."

Panjang lebar dia menceritakan sesuatu yang seharusnya tidak pernah diungkapkan. Karena sebelumnya dia berharap hal itu tidak akan pernah terjadi lagi di kehidupan Tuan Ridwan selanjutnya. Namun, pada akhirnya apa yang dia khawatirnya akhirnya kembali terulang, dan sungguh malang bagi wanita muda yang bernama Fatma. Karena dia lah yang menjadi korban kebengisan Tuan Ridwan.

Fatma ternganga setelah mendengar pernyataan Tuan Ayyoub. Dia menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangan yang ditangkup menjadi satu. Tubuhnya seolah menegang setelah mendengarkan pernyataan Tuan Ayyoub. Dia begitu khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi nantinya.

Panik ... kata itu pantas sekali menggambarkan seerti apa suasana hati Fatma. Bahkan nampak jelas bibirnya memucat dan bergetar, seiring tetesan peluh yang menghiasi wajah cantiknya.

"Tuan ... Anda tidak sedang bercanda, 'kan?" tanya Fatma untuk memastikan tentang apa yang sudah dia dengar, sementara Tuan Ayyoub hanya menjawab dengan gelengan kepalanya.

Sontak saja Fatma semakin panik. Dengan kedua tangan, dia meremas selimut yang sejak tadi menutupi tubuh. Belum juga rasa terkejutnya mendengar kejadian yang menimpa mendiang istri dari suaminya itu, kini dia kembali dikejutkan bahwa pria yang sudah menyiksanya tersebut akan segera dibebaskan.

"Lalu aku harus bagaimana?" bibir Fatma bergetar.

"Ikut aku, Nona," tawar Tuan Ayyoub. Fatma menatap wajah Tuan Ayyoub. Dia khawatir jika Tuan Ayyoub juga memiliki niat buruk. Tentu saja pria itu memahami isi pikiran Fatma.

"Besok aku akan meninggalkan negara ini. Aku mendengar kesempatan di luar lebih menjanjikan dari pada terus berada di sini. Jika Nona mau, Nona boleh ikut. Pergi menjauh dari Tuan Ridwan dan mencari peruntungan di tempat lain. Dengan begitu, dia pasti tidak bisa menemukanmu, Nona," lanjutnya.

"Tapi ..." Fatma sedikit ragu, "Em, maksudku  bagaimana jika Tuan Ridwan berhasil menemukan kita?"

Fatma ingin benar-benar memastikan seperti apa rencana Tuan Ayyoub. Meskipun perasaannya masih belum yakin apakah tawaran yang diberikan Tuan Ayyoub adalah jalan yang terbaik. Di satu sisi benar adanya, jika dia tetap bersikukuh untuk bertahan di negara itu, bisa saja sang suami akan kembali menyakitinya tanpa belas kasihan, bahkan mungkin lebih buruk dari pada sebelumnya.

"Tidak perlu khawatir, Nona. Seperti yang kukatakan tadi, dia tidak akan bisa menemukanmu jika kita bergerak lebih cepat. Sebaiknya persiapkan dirimu, karena malam ini kita berangkat."

Tidak ada pilihan selain meninggalkan negara itu beserta seluruh kenangan di dalamnya. Fatma tidak ingin hidupnya berakhir di tangan pria tua itu. Terlebih lagi saat ini dia dihadapkan kenyataan bahwa dirinya yang sedang mengandung, yang berarti ada dua nyawa yang harus dipertahankan. Dengan berat hati Fatma mencoba untuk pergi dari kehidupan kelamnya. Meskipun di tempat ini sebagian besar hidup yang dijalaninya sangat menyedihkan. Namun masih ada kenangan yang akan selalu dia ingat.

Di tempat inilah seorang wanita tegar telah melahirkannya ke dunia. Meskipun belum sempat mengenal sosok sang ibu, Fatma yakin mendiang ibunya itu adalah seorang wanita yang kuat. Kuat menghadapi sikap sang ayah yang benar-benar tidak berperi kemanusiaan.

"Tuhan, apakah keputusanku sudah benar?" lirihnya. Seolah memori itu kembali berputar. Bayangan tentang bagaimana Tuan Ridwan menyakitinya kembali berlari-lari di dalam ingatan. Rasa takut kembali menyerang perasaan perempuan malang itu. Bagaimanapun juga rasa sakit itu tidak akan pernah bisa dia lupakan dengan mudah.

Dia menerima hukuman tanpa melakukan kesalahan. Bagaimana bila suatu hari nanti dia benar-benar melakukan kesalahan? Mungkin saja Tuan Ridwan akan menyiksanya lebih parah lagi atau mungkin akan menghabisi nyawanya dengan cara yang tak biasa. Dengan berbagai pertimbangan, Fatma memantapkan diri dan bertekad sepenuh hati, bersiap untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk. Setidaknya dia sudah berusaha.

Malam itu, sesuai kesepakatan bersama Tuan Ayyoub. Mereka akan pergi secara diam-diam menuju negara yang dimaksud. Sebenarnya, kondisi kesehatan Fatma saat ini terbilang belum cukup baik mengingat usia kandungannya yang masih terlalu muda, sementara usianya sendiri juga masih terlalu dini untuk mengandung seorang janin.  Namun, tekadnya sudah bulat dan tidak akan berubah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status