Share

Chapter 3 - Bad News

PRANGGG

Secangkir teh hangat yang digenggam Charlotte terjatuh ke lantai hingga beling-beling kaca berserakan di manapun. Perasaan yang dialaminya saat ini bagaikan terkena sambaran petir yang begitu dahsyat, hingga membuat dirinya tersentak kaget tanpa disadari. Secara perlahan, Charlotte ingin beranjak dari sofa didudukinya berniat untuk memungut pecahan kacanya. Namun, dengan sigap sang ibu bernama Tiana langsung mencegahnya.

“Charlotte, apakah kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” tanya Tiana sangat cemas.

“Kenapa ibu menghampiriku? Nanti kaki ibu bisa terluka karena terkena pecahan kacanya?”

“Ibu sangat mencemaskanmu. Sebenarnya ada apa denganmu? Tidak seperti biasanya kau bersikap seperti ini.” Tiana melangkah melewati pecahan kaca dengan penuh kehati-hatian, kemudian duduk di sebelahnya.

Charlotte terdiam sejenak, bola matanya terlihat kebingungan dengan dirinya saat ini. Terutama ia bukanlah tipe wanita ceroboh dalam hal apapun. Namun saat ini, perasaannya sangat tercampur aduk hingga dirinya ingin menangis sekarang tiba-tiba. Bahkan dadanya seperti tertusuk duri transparan sampai sesak.

“Charlotte?” Tiana melambaikan tangan di depan matanya.

Namun Charlotte tidak menjawab sama sekali. Ia hanya menunjukkan respon memeluk ibunya dengan erat, memasang raut wajahnya sedikit ketakutan.

“Aku takut, Bu.”

“Ada apa denganmu? Apakah telah terjadi sesuatu padamu?” Tiana menunjukkan rasa empati dengan mengelus punggung putrinya berirama.

Sontak seorang asisten rumah tangga memasuki ruang tamu. Tatapan Tiana sejenak pada asisten itu.

“Tolong kau bersihkan pecahan kaca ini, jangan sampai tersisa sedikitpun!” pinta Tiana pada asisten rumah tangga tersebut dengan tegas.

“Baik, Nyonya.” Asisten rumah tangga tersebut dengan sigap mengambil sapu mulai membersihkan serpihan pecahan kaca.

Kembali lagi pada sang ibu dan anak melanjutkan perbincangan mereka sempat tertunda sebelumnya.

“Jadinya ada apa denganmu? Kau harus menceritakan semua masalahmu pada ibu!” Tiana mengulangi lontarannya mendesak pada Charlotte.

“Tiba-tiba aku memiliki firasat buruk,” sahut Charlotte gemetaran hingga keringat dingin mulai mengalir pada lehernya.

“Maksudmu firasat buruk apa? Apakah mungkin kau belum siap menikah besok?” Dahi Tiana mengernyit.

“Aku merasa seperti ada sesuatu buruk yang menimpa padaku dan Gabriel. Pernikahan kami tidak akan berjalan lancar besok,” tutur Chatlotte semakin merinding ketakutan sambil mempererat pelukannya.

“Tenang saja, Charlotte. Besok pernikahan kalian pasti akan berjalan lancar. Penjagaan keamanan pasti sangat ketat karena para pengawal mengawasi kalian di setiap sudut ruangan.”

“Tapi ibu, semakin lama perasaanku bukan karena masalah pernikahanku. Tapi seperti ada sesuatu yang buruk menimpa Gabriel.”

“Sudahlah kau jangan berpikiran yang aneh! Gabriel pasti akan baik-baik saja, lagipula bukankah dia akan pulang cepat setelah mengunjungi Tuan Alexander?”

“Benar juga sih, Bu.”

Drrt…drrt…

Pada saat yang bersamaan, ponsel Charlotte bergetar tiba-tiba, dengan sigap Charlotte langsung mengangkat panggilan telepon dari sahabatnya.

“Violet, kenapa kau meneleponku tiba-tiba?”

“Cepat, kau harus melihat berita!” Suara Violet terdengar panik.

“Ada apa sih memangnya?”

“Pangeran Gabriel menghilang!”

Charlotte berdiri mematung seperti terkena sambaran petir yang dahsyat hingga ponselnya terlepas dari genggaman tangannya. Matanya terbelalak sempurna, tubuhnya mulai tidak berdaya hingga hampir ambruk ke lantai. Untungnya Tiana dengan sigap menahan punggung putrinya.

Charlotte jadi teringat mimpi buruk yang dialaminya mengenai kematian Gabriel tepat di hadapannya tiba-tiba. Mengingat itu, ia semakin ketakutan bahwa mimpinya menjadi kenyataan. Hanya saja sedikit berbeda dengan situasi di mimpi.

“Ada apa denganmu?”

“Ibu, aku harus gimana?” Buliran air mata mulai mengalir dari kelopak matanya.

“Sini, sebaiknya kau duduk tenang dulu dan beritahu ibu baik-baik.” Tiana menuntun putrinya menduduki sofa kembali.

“Aku tidak bisa tenang, Bu! Aku mana mungkin bisa tenang kalau pria yang paling kucintai itu…”

Charlotte tidak sanggup melanjutkan perkataannya, menggarukkan kepala geram sampai rambutnya terlihat berantakan. Mulai gila takut sungguh kehilangan calon suaminya di hari sebelum pernikahan.

“Apakah mungkin terjadi sesuatu padanya?” tanya sang ibu mulai ketakutan.

Dengan sigap Charlotte menekan tombol remote TV menyaksikan berita eksklusif yang kini sedang ditayangkan langsung di setiap saluran TV dalam negeri ini. Berita tersebut menunjukkan sebuah TKP ditemukan pesawat yang terjatuh di dekat pesisir pantai. Melihat berita buruk yang menggemparkan seluruh negeri, membuat sang ibu dan anak sangat syok hingga hampir terjatuh lemas.

Hanya bisa jatuh tersungkur ke lantai, teriakannya pecah hingga rasanya tidak bisa membangkitkan tubuhnya.

“Bagaimana ini bisa terjadi pada calon menantuku?” Tiana mengelus dadanya yang sesak akibat dirinya sangat syok sekarang.

Charlotte tanpa berpikir panjang langsung memakai mantelnya bersiap-siap meninggalkan kediamannya. Tidak peduli rambutnya terlihat berantakan, yang terpenting pikirannya hanya terpusat pada sang Pangeran dicintainya.

“Kau ingin pergi ke sana?” tanya Tiana.

“Aku harus melihatnya langsung dengan mataku sendiri. Akan kupastikan Gabriel ditemukan selamat, dia sudah berjanji padaku akan bermain piano bersamaku saat pulang nanti. Dia tidak pernah mengingkari janjinya.” Charlotte menangis terisak sambil menyeka air matanya menggunakan lengan mantel.

“Kalau begitu, ibu akan menemanimu ke sana.”

“Tidak perlu, Bu. Ibu tetap di sini saja, biar aku saja yang sendirian menghadapinya.”

Charlotte terburu-buru berjalan cepat menghampiri pintu keluar kediamannya.

“Tapi kalau sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi, apakah kau bisa menanganinya?” pekik Tiana lantang dari belakang.

“Aku percaya Gabriel masih hidup. Berita ini belum sepenuhnya benar, lagipula ini masih dalam tahap pencarian oleh tim investigator kerajaan,” lontar Charlotte berpura-pura tegar, namun sebenarnya dirinya tidak siap menghadapinya kalau kenyataan tidak sesuai dengan harapannya saat ini.

Dengan penuh percaya diri, Charlotte melangkah keluar dari kediamannya, lalu memasuki mobil sedan hitam miliknya yang dikendarai sopir pribadinya. Ia memerintahkan sopir mengantarkan menuju TKP tertera pada berita tersebut. Tidak membutuhkan waktu lama, mobil sedan terhenti di TKP, Charlotte berlari keluar menghampiri segerombolan reporter yang sedang meliput berita eksklusif saat ini. Dirinya putus asa memandangi banyak anggota Badan Intelijen Nasional sedang menyelidiki area TKP.

Memandangi tubuh sang pujaan hatinya tidak ditemukan dari tadi, membuat tubuhnya lemas terjatuh ke tanah berlutut menatap dengan pandangan kosong.

Sontak Violet yang merupakan teman terdekatnya berlari menghampirinya membantunya membangkitkan tubuh yang sudah tidak tersisa energi lagi.

“Charlotte…” lirih Violet.

“Apakah…dia…sungguh menghilang?” Charlotte melontarkan pertanyaannya gugup.

“Charlotte, sebaiknya kita pergi dari sini saja!” Violet merangkul tangannya sedikit paksa, namun tangannya ditepis kasar.

“AKU TANYA PADAMU SEKALI LAGI! APAKAH TUBUH GABRIEL SUNGGUH TIDAK DITEMUKAN?” teriak Charlotte, emosinya sangat tidak stabil.

“Mengenai itu….sejak mendapatkan informasi pelacakan jatuhnya pesawat kerajaan, seluruh anggota tim kepolisian kerajaan atau Badan Intelijen Nasional langsung kerahkan pasukannya terjun ke sini. Namun tubuh Pangeran Gabriel dan sekretaris Lucas tidak ditemukan di manapun.”

Tangisannya semakin pecah hingga dirinya hampir tidak sadarkan diri lagi. Pandangannya sedikit kabur efek dari syok yang dialaminya.

Pada saat yang bersamaan, Perdana Menteri Agnes juga baru tiba di sini hingga tangannya terus gemetar merinding ketakutan memandangi area TKP, terdapat beberapa tubuh penumpang pesawat jet yang terdiri dari beberapa pengawal kerajaan, pilot, dan co-pilot. Tubuh mereka semua tidak bernyawa lagi dan kaku. Dengan sigap ia menghampiri Charlotte yang sudah tidak berdaya didampingi Violet.

“Apakah Gabriel sungguh tidak ditemukan?” tanya Agnes mendesak.

Charlotte tidak menjawabnya sama sekali, hanya bisa menangis pasrah sehingga Agnes mulai geram mengepalkan tangan kanannya kuat.

“Jadinya dia sungguh menghilang begitu saja? Kenapa kau tidak melindunginya dengan baik?” gerutunya menggoyangkan tubuh Charlotte kesal.

“Jadinya, kau berpikir bahwa aku sebagai tunangannya gagal merawat sang Pangeran dengan baik? Padahal ini semuanya bukan salahku. Kau tidak berhak menegurku di saat seperti ini,” elak Charlotte menautkan kedua alisnya.

“Kenapa kau tidak mencegahnya pergi? Kau bisa berkata bahwa kalian harus mempersiapkan pernikahan kalian!”

“Kalau seandainya aku jadi dirimu, aku tidak mungkin melepaskannya dengan mudah. Pasti aku lebih memilih melindunginya sampai hari pernikahan daripada menelantarkannya!”

Tubuh Charlotte berdiri tegak, lambat laun mendekati tubuh Perdana Menteri Agnes dengan tatapan menyeringai.

“Sekarang aku ingin bertanya padamu, Perdana Menteri Agnes. Apakah kau sungguh masih memiliki perasaan pada Pangeran Gabriel?” tanya Charlotte menekankannya.

“Omong kosong apa yang kau bicarakan barusan! Mana mungkin aku merebut Pangeran Gabriel darimu!”

“Mungkin karena aku selalu berpikiran negatif terhadapmu sewaktu dulu, aku jadi bersikap seperti ini. Mari kita lihat saja!”

“Kalau aku sungguh masih memiliki perasaan, aku pasti tidak akan membiarkanmu menikah dengan Gabriel!”

“Sudah kuduga kau pasti akan berkata seperti itu padaku.”

Mendengar perdebatan yang semakin memanas, secara inisiatif Violet berdiri menengahi mereka, melerai perdebatannya sebelum keadaan semakin memburuk.

“Sudahlah sebaiknya kalian berdua tidak usah berdebat lagi! Lebih baik sekarang kita berfokus mendoakan keselamatan Pangeran Gabriel saja!”

“Mendoakan keselamatannya? Tubuhnya dan Lucas sudah jelas tidak ditemukan! Kalau saja ditemukan, kemungkinan besar tidak akan terselamatkan!” elak Agnes lantang.

“Beraninya kau berkata seperti itu!” ketus Violet mengepalkan kedua tangannya.

“Gabriel, kenapa kau tega padaku? Kenapa kau meninggalkanku begitu saja?” Charlotte menangis terisak, mengacak-acak rambutnya untuk melampiaskan emosinya.

“Charlotte, kuatkan dirimu!” bujuk Violet.

“Aku mana bisa kuat mendengar berita buruk yang menimpanya. Aku jadi menyesali perbuatan yang kulakukan padanya waktu itu. Seharusnya aku tidak membuat pertengkaran itu dan lebih baik menggunakan waktu kemesraan kita sebaik mungkin. Karena aku sangat mencintainya sepanjang hidupku.”

Sekarang Charlotte merasa sangat menyesal atas perbuatannya beberapa saat lalu. Seandainya ia bisa memutar kembali waktu, ia ingin mengubah segalanya dan tidak akan memperlakukan calon suaminya kasar hingga tidak saling bertemu selama beberapa hari. Karena insiden ini telah terjadi begitu saja, Charlotte tidak bisa berbuat apapun lagi, hanya bisa menangis.

Mimpi buruk dialaminya, memperingatkannya lebih awal seperti akan terjadi sesuatu buruk menimpa calon suaminya dalam waktu dekat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status