Sepulang Alina, Raka, Juga Restu mereka segera mengistirahatkan diri. Mereka duduk di ruang keluarga, yang terlihat sangat lelah hanyalah Restu karena memang dia sebenarnya yang mengerjakan cucian baju ini. Alina yang menatap Restu merasa sedikit bersalah pada Restu. Raka menatap Restu juga.Raka menggeleng sejenak, ternyata ada ya pemuda lemah seperti Restu. Hanya mencuci saja dia kelelahan seperti orang mau mati. "Eh, kalian sudah pulang?" Ketiga insan itu Refleks menoleh. Ternyata itu Ibunya Restu. Mirna menatap Restu sekilas, di lihat dari lelahnya dan ada beberapa kemerahan di tangan Restu. Ibu Restu menghela nafas, anaknya pasti ikut membantu mencuci pakaian tersebut, dia sangat hapal dengan perangai Restu.Dia sangat senang jika memang benar anaknya ini ikut mencuci pakaian, karena sepanjang hidupnya belum pernah sekalipun Restu menyentuh cucian baju. Memang itu bukanlah tugas lelaki, tapi bila Restu menikah lalu Istrinya melahirkan maka Restulah yang harus melakukan pekerja
Raka dan Alina berjalan jalan di desa. Mereka melihat dan mengobrol dengan para masyarakat. Kebanyakan Masyarakat di sini beranggapan Raka dan Alina adalah sepasang kekasih, ada juga yang beranggapan mereka adalah pasangan suami istri. Alina terkekeh kecil mendengar hal tersebut. Mereka tak berniat meluruskan ataupun membenarkan. "Ada suatu hal yang mau aku bicarakan sebenarnya, cuma aku ragu mengatakannya padamu. Kita nggak tau sebanyak apa CCTV di dalam sana," ucap Raka. Alina yang tadinya sibuk dengan pemikirannya sendiri kini mengalihkan perhatiannya pada Raka. "Apa?" tanya Alina. "Alin, dengarkan dulu tanpa memotong oke?" Alina mengangguk sebagai jawaban. "Kita disuruh pulang oleh aya--""APA!? TAPI KENAPA?" tanya Alina dengan nada tinggi.Raka menghela nafas. Padahal dirinya sudah memberitahu Alina untuk mendengarkan dahulu, tapi gadis ini malah memotong ucapannya. "Sudah kubilang dengarkan aku dulu, Alin!" seru Raka. Kadang Raka sedikit frustasi menghadapi Alina. Siap
"Ujang! Keluar kamu!" teriak Bu Mirna dengan emosi menggebu-ngebu."Ada apa, Bu?" tanya Ujang takut-takut. Siapa yang tidak takut bila di datangi oleh istri dari kepala desa dengan marah-marah?"Masih nanya lagi! Lihat ini kelakuan si Reza. Dia mengintip saya sedang mandi, maksudnya apa coba? Dia benar-benar gila atau pura-pura gila sih?!" bentak Bu Mirna dengan emosi yang masih membara.Melihat Bu Mirna marah-marah membuat Reza tepuk tangan, Reza adalah putra pertama dari Ujang dan Dewi, pemuda itu memiliki kekurangan, meskipun sudah dewasa tingkahnya masih seperti anak-anak. Setelah tiga tahun menikah akhirnya mereka dikaruniai seorang putra yang tampan nan rupawan. Namun, mereka juga sedih karena terlihat keanehan pada sikap Reza bisa dibilang kurang waras, kalau orang di desa menyebutnya gila."Diam kamu!" bentak Bu Mirna.Burhan berlarian menuju rumah Ujang, ia segera mendekati istrinya. Nafasnya terengah-engah karena menyusul istrin
"Om, tolong jangan hukum, Kakakku. Semua orang tau bagaimana kondisi kakak, Nana mohon jangan hukum kakak, Om." Burhan menatap prihatin pada gadis kecil gemuk yang sedang memeluk kakinya tersebut. Gadis kecil yang sering dipanggil penduduk dengan sebutan Nana itu sebenarnya seumuran dengan anak Burhan. Burhan berjongkok di depan Alina, ia memberikan penjelasan kepada Alina tentang apa yang akan terjadi pada kakaknya."Nana, mendobrak pintu orang yang sedang mandi itu salah atau tidak?" tanya Burhan.Alina menatap Burhan, dengan air mata yang terus turun ia menganggukan kepala."Tapi semua orang tau kondisi kakakku seperti apa," ucap Alina."Iya, Om juga tau itu, Nak tapi kita perlu bertindak sebelum dia melakukan hal yang sama lagi. Om, harap kamu mengerti.""Jangan pasung kakak, Om," lirih Alina yang membuat Burhan iba.Burhan jadi membayangkan putrinya yang sedang memohon seperti ini, Burhan mengusap kepala Alina. Ia tersenyum pada Alina, lalu ber
Dewi sedang berkutat di dapur, tiba-tiba Alina datang membawa garam yang baru saja dibelinya di toko mbok Jum. Alina menyerahkan garam tersebut ke ibunya, ia menatap Dewi dengan ragu. Kenapa ibunya seperti tenang? Tidakkah ibunya rindu pada Reza? entahlah mungkin ibunya terlalu pandai menutupi rasa sedih."Bu, apa ibu tidak merindukan kakak?" tanya Alina sembari menarik-narik baju sang ibu."Rindu dan khawatir, tapi ibu berusaha percaya pada keluarga pak Burhan bahwa mereka akan merawat kakakmu. Kenapa? Apa kamu rindu dia? kalau kamu rindu silahkan kamu datangi dia," ucap Dewi.Alina menganggukkan kepalanya pertanda dia mengiyakan perkataan ibunya."Kemarin om Burhan bilang aku boleh mengunjungi kakak kapan saja, Bu," ucap Alina."Benarkah?" tanya Dewi."Iya, Bu. Emmm, boleh, 'kan?" tanya Alina.Dewi menatap putrinya, ia tersenyum. Dewi juga bersyukur mempunyai putri yang sangat menyayangi kakaknya meski Alina tau kalau
"Kalian Pembunuh!"Semua orang menatap ke arah Alina, termasuk Dewi dan Ujang. Tentu saja semua orang kebingungan sekaligus terkejut dengan sikap Alina yang tiba-tiba marah ini. Dada Alina naik turun sebagai pertanda ia sedang emosi. Namun, apalah daya semarah apapun dia tidak ada yang bisa dilakukan olehnya gadis kecil tersebut selain berteriak dan menangis."Ayah, Ibu, mereka pembunuh. Mereka membunuh kak Reza. Resta dan Restu bilang selama ia di kurung di gudang di kasih nasi basi, selama kakak di kurung ia di cambuk. Mereka membunuh kakakku, Yah, Bu! Mereka pembunuh!" ucap Alina bercucuran air mata.Dewi segera mendekap putrinya. Ia menatap Mirna dengan tatapan penuh benci, ia kira Mirna akan menjaga Reza setelah mendapat ancaman tersebut. Namun, semua itu salah. Sementara Burhan yang mendengar itu merasa sedikit takut kalau warga mempercayai kata-kata Alina. Burhan menatap Resta dan Restu yang sedang bermain, benarkah anaknya berkata demikian kepada A
13 Tahun KemudianSeorang gadis keluar dari toko kue kecil milik ibunya, ia tersenyum kepada setiap orang yang di temuinya di jalan. "Ibu kemana sih? Masa ninggalin aku di toko sendirian," ucap Alina.Alina mengambil handphone di sakunya kemudian mengotak atik ponselnya, kemudian menelepon kontak yang diberi nama "ibuku"Alina menempelkan handphonenya ke telinga meski belum tersambung, syukurnya telpon cepat tersambung."Hallo, Bu dimana?" "Udah di rumah, tadi habis beli bahan kue untuk besok ayahmu nelpon, katanya Keluarga pak Ibnu datang. Kamu cepat pulang juga ya, mereka mau nginap di sini katanya," ucap Dewi.Keluarga Pak Ibnu adalah orang yang sangat baik hati, awal pertemuan mereka saat Ujang sekeluarga terus berjalan tak punya tujuan, hingga mereka bertemu dengan Pak Ibnu. Keluarga Ibnu merasa prihatin dan iba dengan keadaan mereka pada waktu itu, ditambah Alina juga dalam keadaan panas tinggi. Dengan kemuliaan
Alina dan Raka mengucapkan terimakasih kepada warga tersebut, mereka juga memberikan sejumlah uang untuk bapak-bapak tersebut. Bapak tersebut langsung menolak uang itu, karena ia tulus membantu Alina dan Raka."Pak, ini diambil. Jika bapak tidak mengambil uang ini, kami tetap akan membuangnya," ucap Raka sambil memberikan empat lembar uang bewarna hijau tersebut."Tapi ini kebanyakan, Dik," ucap bapak-bapak tersebut."Udah, Pak ambil saja lagian daripada kakak saya membuang uang tersebut jadinya mubasir kan? Oh, iya kita belom kenalan loh, Pak. Masa udah bantu kami tapi kami belum tau nama bapak," ucap Alina."Oh, iya dik. Saya Mulyadi, orang di sini sering manggil saya Pak Didi atau Om Didi kebetulan kalau sore saya jadi ojek."Raka menyodorkan uang itu ke Mulyadi, akhirnya Mulyadi mengambil uang tersebut. Sebenarnya ia semenjak tadi sudah mau mengambil uang tersebut. Namun, ia merasa sungkan karena Alina dan Raka masih pendatang baru.