Share

6 – Kebetulan Yang Tidak Menyenangkan

Anna menarik Gina masuk dalam toilet wanita. “Ada apa? Kenapa kau menarikku ke dalam sini?” protes Gina.

Anna terlihat tidak nyaman. Berulang kali kepalanya keluar masuk, melihat seseorang yang dari jauh berjalan kian mendekat. Gina yang penasaran, ia juga langsung menoleh ke arah yang dimaksud. “Kamu menghindari siapa?”

“Rian. Sedari tadi, aku tidak dibiarkan sendirian. Dia mengikutiku kemanapun aku pergi. Bahkan ke toilet wanita.”

“Sepertinya dia menyukaimu.”

“Aku tau, dan dia sudah mengakuinya padaku kemarin. Tapi aku tidak suka padanya. Jadi aku tolak saja dia waktu dia ingin jadi pacarku.”

“Kau tau, sepertinya, Rian tidak buruk. Dia terkenal sebagai anak yang baik dan selalu dapat peringkat teratas. Dia juga sopan. Di tambah lagi, dia juga anak orang kaya. Keluarganya punya sebuah rumah sakit dan sebuah sekolah khusus anak perempuan di kota.”

“Entahlah. Aku merasa ada yang aneh padanya. Maksudku, jika ia memang menyukaiku, tidak seperti ini caranya jika ia ingin mendekatiku. Seharusnya, ia bisa melakukannya dengan cara yang normal, bukan dengan cara menguntit dan melihatku seperti mangsa.”

“Menguntit?”

“Dia pergi ke rumahku, menanyakan nomor telepon rumahku. Meneleponku lalu menutup teleponnya setiap kali aku yang berbicara. Setiap hari mengikutiku kemanapun aku pergi. Kau saja yang tidak sadar. Setiap pulang sekolah, dia selalu mengikuti kita. Setiap hari ia akan melihatku, menatapku dengan tatapan yang entah apa maksudnya. Melihat sikap anehnya itu saja sudah membuatku merinding. Kemarin saat jam istirahat, aku duduk di kelas, ada Rian di sana. Ketika aku hendak keluar dari kelas, ia menghalangiku dan tidak mau berpindah. Aku tanya kenapa, dia tidak mau menjawab dan hanya menatapku dengan tatapan aneh. Akhirnya aku bisa keluar saat ia mulai lengah.”

Gina terdiam sambil mengangguk. Akhirnya ia mengerti apa yang membuat Anna merasa tidak nyaman jika berada dekat Rian. Dia pun akhirnya membayangkan bagaimana rasanya diikuti, dan ia merasa ngeri.

-------------

Hari Rabu siang, semua orang di panggil ke ruang pertemuan, mulai dari staff hingga guru-guru di sekolah tersebut. Anna masuk ke dalam ruang itu dan menempati kursi yang ada di sana. Lalu semua orang berhenti bicara saat ketua yayasan akhirnya masuk ke ruangan dan duduk di depan, diikuti oleh seorang pria di belakangnya. Mata Anna terbelalak, ia melihat Rian ada di sana mengikuti kepala yayasan itu yang memang ia kenal sebagai paman dari Rian.

“Seperti yang kalian tau, kalau saat ini posisi kursi wakil ketua yayasan sudah kosong sejak meninggalnya ibu Mirna setahun yang lalu. Hari ini saya perkenalkan wakil ketua yayasan kita yang baru, Rian Antonius. Dia memang terlihat muda, tetapi dia sangat berbakat, dan punya gelar master di Singapura. Dia adalah keponakan saya.”

Bapak kepala yayasan lalu menoleh pada keponakannya itu untuk mempersilakannya mengucapkan sepatah dua patah kata.

“Selamat siang, nama saya Rian. Dan saya harap, kita dapat bekerja sama dengan baik.” Matanya memandang ke seluruh karyawan yang hadir disitu, hingga matanya tertuju pada Anna yang telihat terkejut. Bukan karena senang, tetapi karena kebetulan yang tidak menyenangkan itu membuat Anna merasa sedikit kaget. Orang yang selalu ia hindari, kini justru ada di sini.

Setelah itu bapak kepala yayasan yang bernama Hendri itu mempersilakan semua orang kembali bekerja,  Anna ditahan oleh Pak Hendri. Mereka pun duduk bersama-sama dengan Rian.

“Anna, kau adalah pegawaiku yang sangat loyal. Aku harap kau dan Rian bisa bekerja bersama-sama dengan baik dan dekat.”

Anna mengangkat alisnya,”tentu saja saya akan bekerja dengan baik pak. Tetapi apa maksudnya dengan dekat?”

“Dia akan lebih konsentrasi pada keuangan yayasan.”

“Baik pak.” Sialan, umpat Anna dalam hati. Hatinya kecewa mendengar keputusan bapak kepala yayasan itu. Ia tidak menyangka kalau ia akan menjadi pegawai Rian.

Rian menatap Anna dengan senyuman yang Anna tidak akan pernah mau membalasnya dengan cara yang sama.

-------------

Anna meregangkan tangannya ke atas kepalanya. Tubuhnya lelah dan wajahnya terlihat berantakkan. Ia menoleh ke kalender yang telah menunjukkan hari jumat di tanggal 28 Mei. Sudah 3 hari ia lembur di kantor untuk mengejar laporan keuangan bulan ini.

Penerimaan siswa baru dan pembayaran uang pangkal sekolah membuat pekerjaannya tambah banyak. Belum lagi dengan gaji karyawan serta para guru. Tepat di hari ini, ia megalami menstruasi hari pertama yang membuat perutnya sakit, wajahnya berjerawat dan tubuhnya ngilu.

Matanya lalu tertuju pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 malam. Ia menutup laptopnya dan bersiap untuk pulang. Ketika ia berdiri sambil membawa tasnya, langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat sosok seseorang yang sedang berdiri di depan pintu ruangannya yang sedikit terbuka.

“Selamat malam, Anna.” Ucap orang itu.

Anna melihat Rian berdiri di pintu itu dengan tangan yang dilipat di depan dadanya. “Kau?” Anna menyadari kalau dia adalah atasannya dan mengubah perangainya terhadap Rian. “Pak Rian, ada yang bisa saya bantu?”

“Kau tidak perlu formal, hanya ada kita berdua disini.”

Anna menjadi semakin tidak nyaman saat ini. Ia meletakkan tasnya di atas meja. “Aku sudah meletakkan laporan keuangan di mejamu.”

“Apa kau sudah makan?” Tanya Rian. “Ayo kita makan malam bersama.”

“Maaf, tetapi aku akan pulang.”

“Ayolah, sebentar saja. Jika kau tidak ingin makan, tidak apa-apa. Setidaknya temani aku sebentar. Tidak akan lama, dan jaraknya dekat.”

Anna menjadi ragu. Bagaimana kalau Rian melakukan hal nekat? Tetapi ia segera menepis pikiran itu. Mungkin saja, Rian telah berubah. Lagi pula, makan malam di tempat umum, apa salahnya?

Rian dan Anna lalu berjalan kaki dari kantor mereka hingga sampai ke sebuah restoran Jepang. Meski mereka makan dalam keheningan, Rian tetap tersenyum menatap Anna, namun Anna tetap menghindari tatapan Rian.

Setelah selesai makan malam, Rian lalu akhirnya berbicara. “Aku akan mengantarmu pulang.”

“Tidak perlu, aku akan memesan taksi.”

“Aku tau kalau mobilmu sedang diperbaiki. Ayolah, biarkan aku mengantarmu,” kata Rian memohon.

Anna memasukkan tangannya ke dalam tasnya untuk mengantisipasi sesuatu jika terjadi, ia meremas perfumnya, bersiap-siap jika Rian melakukan sesuatu yang nekat, ia akan menyemprotkan ini tepat di matanya. Mereka lalu kembali ke area sekolah dan kantor mereka.

Rian tidak melepaskan pandangannya dari Anna yang berjalan didepannya. Lalu tiba-tiba Anna kehilangan keseimbangannya saat menghindari genangan air akibat hujan tadi siang. Ditambah lagi dengan haid yang ia rasakan saat ini membuat kepalanya jadi sedikit pusing. Ia menahan dirinya agar tidak pingsan bersama orang ini. Dengan refleks Rian menangkap tubuh Anna. “Apa kau baik-baik saja?”

Anna segera berdiri dan memperbaiki posisinya. “Maaf.” Katanya sambil terus berjalan lagi. Seperti makan malam tadi, perjalanan mereka tidak banyak hal yang dibicarakan. Anna hanya akan mengucapkan kata-kata yang seperlunya saja tanpa melihat Rian.

Ia berdoa dalam hati agar tidak pingsan di depan Rian saat tubuhnya semakin lemas.

Ketika mereka sampai di kompleks apartemen, Anna mengarahkannya ke tower apartemen yang ada di sebelahnya. Anna tidak ingin memberitahu letak persis di mana ia tinggal.

Sebelum Anna membuka pintu mobilnya, Rian menariknya untuk tetap berada didalam. “Anna, aku ingin bicara padamu sebentar.”

“Ada apa?”

“Kau mengacuhkanku.”

“Maksudmu?”

“Tentu kau tau maksudku. Sejak pertemuan pertama kita, kau tidak memberikanku perhatian yang sebagaimana mestinya. Kau tidak memperlakukanku seperti teman yang sudah lama tidak bertemu. Kau bahkan tidak mau menatap mataku saat berbicara. Dan jika kebetulan kau memandangku, aku tidak mendapatkan tatapan mata yang hangat, seperti yang kau berikan pada Gina atau pada Jonas.”

Anna meremas tasnya. Ia tau kalau apa yang dikatakan Rian adalah hal yang benar. Ia memang tidak ingin memberikan celah apapun untuk Rian.

“Anna, lihatlah aku.” Kata Rian.

“Apa maumu?”

“Waktu kita SMP, aku sudah lama menyukaimu. Dan kini, aku juga masih menyukaimu. Tidakkah kau akan memberiku kesempatan? Bahkan hanya untuk jadi teman bagimu?”

Anna berkata dalam hati mungkin benar, bahwa ia tidak memberikan kesempatan pada Rian untuk menjadi temannya. Mungkin ia terlalu menutup diri pada Rian. Anna bertanya dalam hati apakah ini hal yang benar untuk melunak pada Rian?

“Baiklah,” ucap Anna. Ia berusaha merubah pandangan matanya pada Rian.

Anna tertawa saat melihat Rian yang tersenyum lebar sekali. Ia memang tidak pernah memberi kesempatan pada Rian setelah ia menyatakan perasaan sukanya pada Anna saat mereka SMP dulu.

Dan saat ini, ia tidak punya alasan untuk tidak membangun hubungan baik dengan Rian.

“Terima kasih banyak atas tumpangannya.” Kata Anna sambil membuka pintunya.

“Apapun untukmu.” Kata Rian. Anna berjalan ke teras apartemen dan mengawasi Rian pergi dari sana.

Ia lalu segera berjalan menuju tower apartemen di mana ia tinggal. Pusing dan sakit yang ia rasakan semakin menjadi-jadi. Ia ingin segera naik ke apartemennya dan beristirahat di kasurnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status