Share

Interview Pekerjaan

Marah

Dalam sejarah

Cinta masih berserah

Walau telah tertumpah darah

Malam

Saksi kelam

Kekecewaan yang mendalam

Bertahan dari waktu silam

(Moa)

***

"Moa ...! Maafkan aku!"

"Sudah kukatakan, aku bukan Moa! Kenapa kau selalu menggangguku?"

"Moa, aku merindukanmu," ucapnya tak mendengar perkataan Soya. Pria itu melangkah ke depan mendekatinya, tangannya masih memegang pedang samurai yang sangat tajam.

"Ja- jangan mendekat! Kubilang jangan mendekat ...!!!" teriak Soya sangat ketakutan.

Pria itu berhenti tepat 10 langkah dari Soya. Ia tersenyum dalam keadaan sedihnya. Hatinya seakan sakit, perih karena dipenuhi dengan rasa bersalah. Soya menatap kedua matanya yang sayu. Tidak terlihat kejahatan, yang ada hanyalah kesedihan. Namun, gadis itu masih mencurigainya dan berusaha berhati-hati agar tetap selamat. Yang ada di dalam otaknya kini hanya menghindar, karena takut pedang itu ditujukan padanya.

"Aku tahu, Moa. Aku sangat salah karena tak pernah mempercayaimu. Aku jahat, aku menyakiti cintaku," ucap pria itu membuat Soya semakin bingung.

"Apa maksudmu?" tanya Soya

"Aku minta maaf, Moa. Aku memang bodoh, aku salah. Aku tak pantas untuk dicintai. Pria sepertiku lebih pantas untuk mati. Hiyat." Pria itu hendak menusuk tubuhnya sendiri.

"Jangan ...!!!"

Soya terbangun dari tidurnya lalu duduk mencoba menenangkan pikirannya. Lagi-lagi ia terbangun di tengah malam karena bermimpi hal yang tak jelas. Soya memijat kedua pelipisnya, menarik napas dalam, dan menghembuskannya pelan.

"Sudah dua tahun, kenapa harus mimpi itu terus sih? Aku yakin ini bukan sebuah kebetulan lagi, karena setiap mimpi itu aku merasa seakan nyata, dan kepalaku selalu saja jadi sakit. Awwh," rintih Soya menjambak rambutnya pelan.

"Siapa pria itu? Wajahnya selalu saja kabur sehingga sulit untuk mengenalnya, dan siapa Moa?" Banyak pertanyaan yang muncul di pikirannya. Sejak kecelakaan yang ia alami, semua hidupnya seakan berubah. Ia sering bermimpi buruk, terutama melihat pria itu bunuh diri di depannya.

"Ah, entahlah. Aku tidak mau pusing-pusing memikirkan hal yang tak jelas seperti ini." Perlahan ia turun dari kasurnya lalu pergi menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Soya menatap jam dinding yang berada di ruang makan.

"Jam satu lagi? Benar-benar membingungkan, kenapa harus selalu bangun di jam yang sama? Ada apa dengan jam satu?" Soya tampak berpikir kembali, ia mencoba mengingat suatu hal yang mungkin ada hubungannya dengan mimpinya selama ini. Namun, semua nihil, lagi-lagi Soya tak mendapatkan jawaban apapun dan hanya berakhir dengan nyeri kepala.

***

Pagi ini Soya ada interview di sebuah perusahaan. Ia sudah bersiap-siap dengan tampilan formal simple menggunakan kemeja putih dan pleated slit straight skirt. Rambut hitamnya tergerai lurus dan rapi, tidak lupa pula Soya menggunakan make up yang natural membuatnya terlihat sangat cantik.

"Soya ...!" panggil Rani, sahabat Soya yang merupakan salah satu pegawai di kantor besar yang ia datangi kini. Soya menoleh ke asal suara, terlihat Rani melambaikan tangannya di depan kantor dengan senyum ceria.

"Hai ...!" Soya membalas lambaian tangannya lalu berlari dari depan gerbang menghampiri Rani.

"Hah, apa aku sudah telat?" tanya Soya.

"Hmmm, hampir. Lima menit lagi interview akan dimulai, ayo cepat masuk!"

Rani menuntun Soya agar segera memasuki ruang tunggu. Di sana sudah ada beberapa peserta interview yang berpenampilan sangat menarik bahkan terbilang cukup modern. Hal ini yang membuat Soya sedikit insecure atas penampilannya sendiri. Rani yang sangat mengerti bagaimana sifat sahabatnya pun memberi semangat.

"Sudah, percaya diri saja. Jangan hiraukan yang lain, aku yakin kamu pasti diterima kok. Lagipula kalau kamu gak diterima di sini, kamu bisa kerja di tempat papamu, bukan?"

"Sudah kukatakan, aku ingin hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang tuaku. Aku ingin membuktikan kepada semua orang bahwa aku bukanlah anak manja yang suka menghabis-habiskan uang orang tua," jelas Soya.

"Iya, iya. Maka dari itu semangatlah, jangan merasa insecure. Aku yakin kamu pasti bisa,"ucap Rani. Soya hanya mengangguk pelan berusaha untuk tetap percaya diri.

"Baiklah, kalau begitu aku tinggal kerja dulu yah, bye ...."

Lima menit pun berlalu, kini mereka mulai bergantian untuk melakukan interview.

"Baiklah, silahkan kalian semua masuk ke dalam untuk mengetahui siapa saja yang akan lolos!" perintah salah satu pegawai kantor kepada peserta interview. Semuanya pun masuk dan berdiri menghadap seorang pria muda berkulit eksotis membuatnya terlihat sangat tampan.

"Baiklah, setelah saya lihat dari 7 peserta akan saya pilih dua orang saja. Satu laki-laki dan satu perempuan. Yang jelas kriteria pegawai di sini bukan yang sok cantik, kecentilan, ataupun yang mengumbar-ngumbar paha sepertimu," sindir pria manis itu menunjuk pada salah satu perempuan sexy yang berdiri di depannya.

"Dari perkataan saya, sepertinya kalian sudah paham. Jadi, silahkan kamu, kamu, dan kamu meninggalkan ruangan ini. Carilah pekerjaan yang menilai dari penampilan sexy kalian, tapi bukan di sini tempatnya. Perusahaanku tidak membutuhkan pegawai seperti kalian. Penampilan menarik memang penting, tetapi bukan berarti harus terlalu terbuka seperti ini, dan perlu kalian ketahui, perusahaan ini lebih mementingkan ketrampilan daripada penampilan."

Soya yang mendengar perkataan pria di depannya pun menelan ludah, ia sedikit merasa takut akan ketegasan pria itu. Walau bukan dirinya yang terusir secara tegas, tapi hatinya yang lembut tak dapat berbohong. Kini tubuhnya mulai bergetar karena gugup berbarengan dengan detakan jantung yang tak karuan.

"Sisa empat dan akan saya pilih dua." Pria itu menatap satu per satu dari mereka, terutama menatap lekat-lekat pada Soya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya hingga tak berkedip seperti itu.

"Yang saya terima adalah ... Niko dan Soya. Selamat untuk kalian berdua, mulai besok kalian sudah masuk jam tujuh pagi, jangan sampai terlambat, dan bekerjalah dengan benar," ucap pria itu lalu pergi meninggalkan semua peserta interview.

"Aku diterima, tapi kenapa justru takut yah?" ucap Niko sembari memegang dadanya.

"Aku juga," sambung Soya menampakkan wajah melasnya.

"Seharusnya kalian bersyukur karena diterima, sedangkan kita berdua harus mencari pekerjaan lain. Hah, mungkin bukan rezeki, aku ucapkan selamat untuk kalian berdua."

"Terima kasih," jawab Niko dan Soya kompak.

Mereka semua pun pulang, sedangkan Soya masih berada di kantin bersama Rani.

"Selamat yah ... Aku tahu, kamu pasti diterima di sini. Selain cantik, kamu juga sangat pandai, dan perusahaan ini pasti sangat membutuhkan karyawan sepertimu," ucap Rani memuji.

"Iya ..., tapi kenapa aku sangat takut yah? Orang itu sepertinya galak sekali."

"Apa kamu tahu siapa dia?" Soya menggeleng.

"Tidak, tapi aku akan terus menjauhi orang seperti itu. Pegawainya saja galak, tegas, gimana dengan bosnya yah?" Soya tampak menerka-nerka.

"Apa? Pegawai? Hahaha, asal kamu tahu, So, yang mewawancaraimu itu Bapak Kai, anak dari pemilik perusahaan ini," jelas Rani.

"A- apa? Ka- kamu gak bercanda 'kan, Ran?"

"Aku serius, So. Beliau memang masih muda dan tegas, tapi sebenarnya dia baik kok, dan pasti sangat royal kepada semua pegawainya," ucap Rani.

"Tapi aku takut," kata Soya sembari menutupi wajahnya.

"Udah, tenang. Asal gak bikin masalah, kita pasti akan jarang bertemu dengannya."

"Hmm, semoga gak ketemu deh," ucap Soya mengusap lembut dadanya agar menjadi tenang.

"Semangat."

.

.

.

Hallo ...

Ini hanyalah karangan penulis dan tidak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata.

Terima kasih ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status