Share

Kado Untuk Mama

Melihat wajahmu, mengingatkanku pada seseorang yang pernah hadir dalam hidupku. Benarkah itu kau? Berikan suatu petunjuk agar rasa gelisah dapat menghilang dalam hati.

(Kai)

***

Beberapa hari ini Soya selalu menyiapkan bekal untuk bosnya. Kai terlihat sangat menyukai masakan sekretarisnya, hingga memerintah Soya untuk selalu membuatkan bekal untuknya. Sebagai upah, Kai akan mengantar jemput Soya setiap hari. Tentu saja itu adalah hal yang menggiurkan bagi Soya, karena selain bisa menghemat uang, gadis itu juga bisa menolak perintah mamanya yang setiap hari meminta Soya untuk menaiki mobilnya. Seperti yang kita tahu, gadis itu tidak ingin semua teman kantornya tahu bahwa Soya adalah anak orang kaya. Ia masih merasa trauma atas kejadian di masa lalunya. Soya dan bosnya juga semakin akrab, tidak ada kecanggungan apalagi rasa takut bila harus berduaan dengan Kai.

Tin

Tin

"Soya ... Bosmu sudah ada di depan tuh," teriak Fany kepada putrinya.

"Iya, Ma. Sebentar," kata Soya lalu menutup bekal yang dia buat dan memasukkan ke dalam tas bekal. Soya bersiap-siap untuk pergi, tiba-tiba papanya memanggil.

"Soya!" Langkah gadis itu terhenti.

"Iya, Pa?"

"Nanti kamu pulangnya jangan malam-malam. Kamu harus ikut Papa dan Mama untuk bertemu teman lama Papa," ucap Siwon.

"Soya harus ikut, Pa? Tapi nanti sore Soya sudah janjian dengan Pak Kai untuk membeli kado buat mamanya," kata Soya.

"Batalkan saja! Urusan kita lebih penting."

"Tapi, Pa-"

"Turuti apa kata Papa, So!" katanya memotong pembicaraan putrinya.

"I- iya, Pa."

Pada akhirnya, Soya harus menuruti kemauan Siwon. Papanya memang tidak suka bila dibantah, walau Soya akan merasakan sakit karena dibentak pun Siwon tak akan peduli. Keegoisan merupakan bagian dari sifatnya. Soya masuk ke dalam mobil Kai dengan wajah cemberut. Sebenarnya, gadis itu malas bila harus menuruti perintah Papanya, karena Soya mengenal betul bagaimana orang tuanya. Ia yakin pasti ada hal penting sampai Soya dipaksa untuk menghadiri pertemuan Siwon dengan teman lamanya.

"Wajahmu kenapa?" tanya Kai penasaran. Karena biasanya Soya akan terlihat ceria bila memulai pagi hari yang cerah.

"Tidak apa-apa, Pak," jawab Soya berbohong.

"Sudah saya bilang, percuma saja kalau kau menyembunyikan sesuatu padaku. Saya pasti tahu raut wajah seperti ini pasti ada masalah. Cepat katakan, ada apa?" tanya Kai lagi sedikit memaksa.

"Em, begini, Pak. Tadi papa menyuruhku untuk pulang cepat, karena harus ikut menghadiri pertemuan. Jadi, sepertinya saya tidak bisa ikut Bapak untuk mencari kado nanti sore," jelas Soya.

"Oh, jadi karena masalah itu. Tidak apa-apa, kita ganti cari kadonya jam istirahat saja. Bagaimana?"

"Bo- boleh, Pak?"

"Bolehlah. Oke nanti jam makan siang kita berangkat yah." Soya mengangguk.

Kai telah melajukan mobilnya menuju kantor. Setibanya, seperti biasa mereka masuk ke ruangan Kai untuk mengerjakan tugas masing-masing. Semalam Kai dan Soya kurang tidur, hal yang biasa terjadi pada Kai dari dulu dan yang terjadi pada Soya sejak kecelakaan maut yang menimpanya.

"So, kopi yah! Seperti biasa," ucap Kai memerintah sekretarisnya.

"Siap, Pak," jawab Soya lalu bergegas menuju ke tempat mesin kopi. Ia meracik kopi sesuai dengan seleranya.

"Hai, So!" sapa Rani tiba-tiba menongolkan kepala.

"Eh, hai, Ran. Mau bikin kopi juga?" tanya Soya.

"Sebenarnya bukan mau bikin sendiri, tapi mau dibikinin sama kamu. Hehehe."

"Idih, gak yah ... Bikin sendiri kamu," tolak Soya.

"Auh, ayolah ... Bikinin ya, So, please ...! Bikinanmu tuh sangat melelehkan hati tahu gak, enak banget," ucap Rani memohon dengan embel-embel memuji.

"Enggak, bikin sendiri. Wek."

"Ih, Pak Kai dibikinin, masa sahabat sendiri enggak?" protes Rani memonyongkan bibirnya. Soya menjadi tertawa melihat mimik wajah temannya yang seperti itu.

"Iya iya, Ran. Aku buatin kok," kata Soya tersenyum.

"Yey ... Terima kasih Soyaku sayang." Soya tersenyum melihat temannya senang seperti itu. Ia mulai meracik kopinya, lalu memasukkannya ke dalam tiga gelas.

"Ngomong-ngomong, gimana dengan pekerjaanmu? Lancar?" tanya Rani.

"Lancar, Ran."

"Sudah gak takut lagi nih sama Pak Kai? Sepertinya sekarang makin lengket tuh."

Soya tertawa. "Ternyata benar katamu, Ran. Pak Kai gak segalak yang aku kira. Dia baik, walau sedikit cuek sih, tapi dia itu sangat peka," ucap Soya menjelaskan sembari tersenyum.

"Ekhem, kok jelasinnya sambil senyum-senyum malu begitu sih? Jangan-jangan-"

"Apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" Rani masih menatap Soya, mencari jawaban sesuai dengan isi otaknya dari kedua mata temannya.

"Kamu gak suka sama Pak Kai 'kan?" tanya Rani.

"Apa? Enggak yah," jawab Soya sedikit gugup.

"Yakin?"

"Iyalah yakin. Udah ah jangan melirikku seperti itu."

"Hahaha, ya syukur deh kalau kamu gak suka," ucap Rani melegakan.

"Memangnya kenapa, Ran?" tanya Soya.

"Em, gimana yah cara jelasinnya. Intinya kamu harus tahan-tahan dengan perasaanmu. Karena di sini banyak atasan kita yang suka padanya. Mereka sedikit garang dan sok. Aku takut kamu dalam bahaya lagi, So," kata Rani sedikit khawatir.

Soya menepuk pundak sahabatnya. " Kamu tenang saja ya, jangan khawatir. Aku tak memiliki perasaan apapun pada Pak Kai."

"Syukurlah ...."

***

Jam istirahat kantor telah menyambut. Kai sudah melajukan mobilnya untuk mencari kado mamanya.

"Enaknya kita cari kado apa yah buat Mama?" tanya Kai pada Soya.

"Terserah Bapak," jawab Soya enteng membuat bosnya terkejut.

"So, aku ngajak kamu bukan hanya buat nemenin loh," kata Kai mengingatkan.

"Hah? Jadi maksud Bapak, saya juga harus milihin kado buat mamanya Bapak?" Kai mengangguk.

"Iyalah. Kamu 'kan perempuan, pasti paham dong kesukaan perempuan apa?"

"I- iya sih, Pak, tapi ... kalau disuruh milih kado buat mama Bapak, mana berani saya, Pak," ucapnya.

"Lah, memangnya kenapa?"

"Pak Kai 'kan orang kaya. Semua yang diinginkan, Bapak pasti punya dan mudah untuk membelinya. Begitu juga dengan orang tua Bapak. Jadi, kalau saya disuruh milih, mungkin akan kesulitan."

"Nah, itulah kenapa aku milih kamu buat bantu cari kado. Kamu juga anak orang kaya, apapun yang kamu mau pasti bisa dibeli dengan mudah. Karena itu, aku yakin kamu bisa memilih kado apa yang cocok untuk mamaku."

"Bapak yakin?" Kai mengangguk.

"Seratus persen yakin!"

"Oke! kalau Bapak memang mempercayai saya untuk mencari kado itu, maka dengan senang hati saya akan membantu," ucap Soya yakin.

"Nah, bagus! Jadi sekarang kita ke mana?" tanya Kai.

"Ke mall saja, Pak. Di sana pasti lebih banyak stok barang yang mungkin kita butuhkan."

"Oke!"

Dengan cepat Kai melajukan mobilnya menuju mall terbesar di kota tersebut. Mengapa harus mall terbesar? Karena pria itu yakin di sana banyak barang yang bagus dan juga bermerk. Kai juga yakin di mall tersebut pasti lebih lengkap yang akan memudahkan mereka berdua mencari kado.

"Selama ini, mama Bapak menyukai barang bermerk apa?" tanya Soya.

"Sepertinya mama mempunyai semua barang yang bermerk deh," jawab Kai dengan mudah.

"Uwow ... Hebat banget."

"Mama memang suka fashion sih, jadi kalau ada barang terbaru pasti langsung beli," jelas Kai.

"What? Makin keren ...," puji Soya dengan mata berbinar-binar.

"Kenapa wajahmu begitu? Lebay banget."

"Is, Bapak 'kan cowok, mana paham perasaan perempuan."

"Ya ya ya, terserah deh. Jadi, kado apa yang cocok buat mama?" tanya Kai.

"Tas?"

"Mama sudah beli minggu lalu, tiga merk sekaligus," jawab Kai.

"Sepatu?"

"Sudah beli juga tiga hari yang lalu."

"Baju, parfum, skin care, gadget baru, perhiasan?"

"Mama juga sudah membeli itu kemarin."

"Astaga ... Lalu kita akan membelinya kado apa?" tanya Soya tampak frustasi.

"Ya, aku juga gak tahu," jawab Kai santai.

"His, kalau begini Bapak terlihat menyebalkan," protes Soya.

"Lah, kok bisa? Lagian mikirin kado itu tugas kamu, aku hanya membayar saja," kata Kai.

Soya mendecak kasar akibat jawaban bosnya. Merasa kesal dan ingin memarahi Kai, tapi tak berani karena sadar akan posisi mereka. Akhirnya Soya hanya bisa pasrah dan mulai berpikir kado apa yang cocok untuk mama Kai. Sedikit lama berdiam, pada akhirnya ia tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Kai curiga.

"Sepertinya saya tahu kado apa yang cocok buat mamanya Bapak," kata Soya.

"Apa?"

"Sesuatu yang belum tentu beliau pikirkan," kata Soya lagi.

"Iya, apaan?"

"Ikuti saja, Pak. Ayo!"

Kai mengikuti Soya memutari mall besar tersebut. Entahlah, barang apa yang sedang ia cari? Banyak toko yang ia datangi, tetapi tidak untuk membeli satu barang pun dan hanya melihatnya saja. setiap ditanya oleh Kai, Soya hanya menjawab, "sebentar lagi Bapak juga tahu." Yah ... cukup dengan kata simple itu, membuat Kai terdiam pasrah.

"Nah, itu dia, Pak!" ucap Soya akhirnya menunjuk pada sebuah toko dengan pajangan papan tulisan yang terletak di depannya. Tulisan tersebut terbaca oleh Kai dengan kalimat "Your House Will Be Beautiful"

"Kamu yakin akan membeli itu untuk mama?" tanya Kai.

"Yakin dong, Pak."

"Tapi di rumah semua peralatan sudah lengkap loh," kata Kai.

"Iyaps, saya tahu, Pak. Karena itu, ayo kita masuk ke dalam dan lihat apa yang ada di sana," ucap Soya sembari pergi lebih dulu meinggalkan bosnya.

Pada akhirnya, Kai ikut masuk ke dalam. Untuk bagian depan toko, memang terpajang macam-macam peralatan rumah tangga biasa. Namun, setelah masuk lebih dalam, membuat semua pengunjung menganga akan pemandangan yang mereka lihat. Banyak macam-macam guci cantik di dalamnya, mulai dari yang paling besar sampai ke yang paing kecil. Di sana juga terdapat hiasan dinding dengan motif sederhana, tapi terlihat luar biasa. Ada pula macam-macam barang dengan rajutan yang sangat rapi membuat Soya dan Kai jatuh cinta ketika melihatnya.

"Waw!" Satu kata yang terucap dari mulut Kai.

"Cantik banget ya, Pak?" Kai mengangguk.

"Aku jadi tahu akan membelikan mama kado apa," kata pria itu.

"Jadi ... apa yang akan Bapak beli?" tanya Soya.

"Itu, itu juga, yang itu juga boleh," jawab Kai menunjuk ke arah figura berukuran sedang, guci kecil berwarna ungu muda, dan juga gantungan anyaman yang cantik.

"Bapak mau beli itu semua?"

"Iya, karena setahuku mama gak pernah scroll hp tentang ini semua. Biasanya yang dilihat hanya perhiasan. Aku yakin, mama pasti akan suka dengan barang-barang ini."

"Saya punya rekomendasi, Pak," ucap Soya antusias.

"Apa?"

"Lihat itu!" kata Soya menunjuk pada teko kecil dengan motif batik yang sangat cantik.

"Waw ... teko."

"Cantik banget 'kan, Pak?"

"Iya ... ini sangat bagus. Kalau begitu aku juga akan beli ini," kata Kai senang. Akhirnya semua kado terbungkus dengan rapi. Mereka pun kembali ke mobil dengan membawa barang belanjaan.

"Sudah cukup 'kan?" tanya Kai.

"Emmm, saya rasa ada yang kurang deh, Pak," ucap Soya.

"Kurang di mananya?"

Soya tampak berpikir. "Sepertinya Bapak harus membeli bunga deh," katanya.

"Oh, itu gampang nanti kita mampir ke toko bunga," jawab Kai.

"Lalu untuk kue?"

"Iya, itu juga bisa diatur. Aku tinggal pesan saja nantinya."

"Kok pesan?"

"Ya terus?"

"Bikin sendiri dong, Pak. Saya yakin, orang tua Bapak akan lebih senang kalau kue ulang tahunnya adalah bikinan anaknya sendiri," jelas Soya.

"Aku gak bisa bikin kue, So," jawab Kai.

"Emm, mau saya bantu ajarin?" tawar Soya.

"Kamu serius?"

"Serius dong, Pak, masa bercanda. Jadi gimana? Mau gak Saya ajarin bikin kue?"

"Oke! Tunggu apalagi? Ayo kita cari bahan-bahannya!"

.

.

.

Hallo ...

Ini hanyalah karangan penulis dan tidak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata.

Terima kasih ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status